Chapter Nine : Gift
Ini sudah hari keempat ujian, dan aku masih terus disibukkan dengan belajar. Tak ada hari tanpa belajar dan belajar. Aku tahu aku sendiri yang bilang kalau terkadang aku lelah belajar. Tapi, beasiswaku yang akan menjadi taruhannya kalau aku menuruti kemalasanku itu.
Aku mencoba membaca buku The Norton Anthology Of American Literature karya Nina Baym. Buku ini memuat karya sastra Amerika sejak tahun 1700 sampai 1820. Ini merupakan salah satu buku yang direferensikan oleh Mr. Brunner untuk mata kuliahnya yang akan diujikan setelah ini. Ini juga sudah ketiga kalinya aku membaca buku ini, tapi aku masih merasa belum yakin kalau aku akan berhasil saat ujian nanti.
Suasana kafetaria saat ini benar-benar ramai dan bising. Sepertinya, mahasiswa lain sengaja belajar dengan suara keras. Mereka mungkin berpikir kalau itu akan membuat apa yang mereka pelajari masuk ke dalam otak. Padahal sesungguhnya, itu hanya mengganggu orang lain yang sedang mencoba belajar dengan tenang. Termasuk aku.
"Sudah menyerah untuk berkonsentrasi?" tanya Sehun ketika aku membanting buku bacaanku. Salah satu sudut bibirnya terangkat, seakan dia mengejekku yang masih berusaha belajar disaat seperti ini.
Semenjak aku menyetujui tawarannya. Sehun selalu memintaku duduk di sampingnya saat di kelas, memintaku makan bersama di kafetaria kampus, memaksa untuk mengantar jemputku setiap aku pergi bekerja.
Itu jelas membuat orang-orang menyadari tentang kedekatanku dengan Sehun. Teman-teman sekelasku, Jinri, Seulgi, dan Seungwan. Bahkan Taeyong juga. Orangtua Luna bahkan sempat salah paham dan menganggap bahwa Sehun adalah kekasihku. Padahal kenyataannya tidak. Kami hanya berteman.
Jinri, Seulgi, dan Seungwan tak mengatakan apapun tentangku dengan Sehun. Walaupun begitu sikap mereka agak berubah padaku; mereka tak pernah mengajakku bicara lagi kecuali benar-benar diperlukan. Aku juga tidak tahu harus berkata apa pada mereka karena secara tidak langsung sudah tidak mendengarkan kata-kata mereka untuk tidak mendekati Sehun.
Selain Jinri, Seulgi dan Seungwan yang mendiamiku. Taeyong juga berhenti mencoba mendekatiku. Lalu teman-teman sekelasku sering menatap kami dengan tatapan yang tak bisa kujelaskan. Hanya Luna yang tampak biasa-biasa saja melihat kedekatanku dengan Sehun.
Aku tak bisa bilang kalau aku menyesal telah menerima tawaran Sehun. Bagaimanapun itu telah menjadi keputusanku. Dan lagipula, Sehun memperlakukanku dengan sangat baik. Walaupun sikap bossynya terkadang membuatku sangat kesal. Memaksa sudah seperti sebuah kebiasaan untuk pria itu.
Tiba-tiba, Sehun merebut buku di tanganku tadi dan membuatku tersadar dari lamunanku. Aku menatapnya dan dia balas menatapku tajam. "Jangan mengabaikanku," ucapnya.
"Maaf," balasku dan berusaha mengambil bukuku kembali. Tapi Sehun malah semakin menjauhkannya.
"You didn't read it anyway."
Aku tetap berusaha menggapai tangan Sehun yang memegang bukuku. "Aku akan membacanya sekarang. Aku harus belajar, Sehun."
"Tidak, kau sudah cukup belajar." Sehun menahan kedua tanganku dan berhenti menjauhkan buku itu dari jangkauanku. "Sekarang saatnya aku mengetesmu."
Aku bahkan belum melewati ujian yang sesungguhnya, tapi aku sudah merasa gugup hanya karena Sehun akan mengetesku. Aku tak ingin terlihat bodoh dihadapan Sehun karena tidak bisa menyelesaikan tesnya.
"First question." Sehun menaruh buku itu kembali di atas meja dan mulai bertanya, "What is literary device that used in the first stanza of Walt Whitman's 'A Noiseless Patient Spider'?"
Aku menarik napas dan menjawab, "Alliteration."
"To believe your own thought, to believe that what is true for you in your private heart is true forㅡ"
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefits
Fiksi Penggemar[SEBAGIAN CHAPTER DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN] Mereka hanya teman. Ya, teman untuk berbagi sentuhan dan kenikmatan di atas ranjang. Warn(s) for sexual content, harsh, swearing, cursing, dark theme. This is a Sestal/Hunstal Story that inspire...