Chapter Thirty Six : Dare
Sulit dipercaya memang, tapi Sehun tak melakukan apapun selain mencium dan membawaku ke apartemennya. Dia juga tidak menyentuhku setelah sampai di tempat tinggalnya itu. Dia hanya mengambil sebotol bir dari kulkas, mengeluarkan sekotak rokok dari sakunya, lalu berdiam diri di balkon kamar sambil menegak dan menyesap kedua benda yang diambilnya itu secara bergantian. Sekarang, aku tak punya alasan untuk mengganggu waktu menyendirinya karena aku percaya dia tak akan melakukan hal-hal diluar batas setidaknya untuk saat ini.
Aku mungkin tidak ada hubungannya dengan masalah Sehun, tapi aku merasa ikut pusing karena itu. Disatu sisi, aku paham kalau Sehun merasa sakit hati dengan orangtuanya walau aku juga tak membenarkan tingkahnya tadi. Disisi lain, aku merasa kasihan pada orangtuanya juga. Terlebih pada ayah kandungnya yang kini mengidap penyakit yang sama yang diderita oleh fisikawan terkenal Stephen Hawking. Aku pernah menonton film yang mengisahkan tentang perjalanan hidup Stephen Hawking dalam melawan penyakit itu, dan aku tak bisa membayangkan kalau ayah Sehun akan melewati kepahitan yang sama. Dan yang membuat semuanya lebih buruk lagi adalah pria itu tidak lagi memiliki istri ataupun anak yang masih berada di sisinya seperti yang dimiliki Stephen Hawking. Walaupun dia terdengar begitu kejam berdasarkan cerita yang kudengar, aku tetap merasa simpati padanya.
Aku juga sebenarnya menyetujui kata-kata Junmyun tentang Sehun yang harus memaafkan ataupun berdamai dengan masa lalunya. Pada dasarnya, kebenciaan atau kemarahan memang akan selalu membawa kita pada hal buruk. Sehun tak akan pernah hidup tenang kalau dia terus memiliki kebencian dalam hatinya. Tapi aku juga tahu pasti tak semudah itu untuk Sehun memaafkan kedua orangtuanya.
Aku benar-benar berharap kalau setidaknya dia mau memberitahuku apa yang ada dipikirannya atau apa yang dia rasakan saat ini. Aku hanya bisa menduga-duga tanpa tahu kebenarannya. Itu membuatku semakin bingung harus bagaimana untuk membantunya menghadapi semua ini.
Ketika pandanganku jatuh pada kertas-kertas tumpukan puisi yang ada di meja belajarnya, aku langsung teringat kalau beberapa bulan terakhir aku menjadikan puisi sebagai sarana untuk menuangkan apa yang kurasakan. Bisa jadi, Sehun juga melakukan itu pada puisi-puisi karyanya. Mungkin dengan membaca semua puisi karyanya, aku bisa mengerti dengan apa yang selama ini dia rasakan.
Sebelumnya, aku hanya melihat-lihat sekilas puisi-puisi karyanya ini. Tidak benar-benar membacanya. Sekarang aku mencoba membacanya dari yang berada ditumpukan teratas, yang berjudul Death. Aku tahu bagaimana judulnya itu membuat terdengar, tapi aku tak akan mencoba menilainya hanya dari judul.
Time stops
And stands still
Each day
Seems like a year
I'm lost
And can't be found
In this darkness
I lay dying
Cold
Empty
And alone
It holds me down
And won't let go
There is no escaping
KAMU SEDANG MEMBACA
Friends With Benefits
Fanfiction[SEBAGIAN CHAPTER DIHAPUS DEMI KEPENTINGAN PENERBITAN] Mereka hanya teman. Ya, teman untuk berbagi sentuhan dan kenikmatan di atas ranjang. Warn(s) for sexual content, harsh, swearing, cursing, dark theme. This is a Sestal/Hunstal Story that inspire...