FWB - 4

7.9K 481 60
                                    

Chapter Four : No one own me, I own myself

Ini sudah seminggu lebih sejak malam pesta itu, dan selama itu pula Sehun absen dari kelas. Tak ada satupun teman sekelasku yang tahu kemana pria itu, bahkan Mrs. Seo adalah satu-satunya dosen yang mengajar di kelasku yang menanyakan tentang alasan absennya Sehun. Selebihnya nampak tidak peduli. Atau mungkin saja, mereka sudah terbiasa dengan absennya Sehun dari kelas.

Ini sebenarnya bukan urusanku. Seharusnya aku tidak perlu memikirkan hal ini. Tapi aku sama sekali tidak bisa mengenyahkan kata-kata Sehun malam itu dari otakku. Itu benar-benar membangkitkan rasa penasaranku. Tapi seperti sebelum-sebelumnya, aku kembali kehilangan keberanian untuk bertanya.

Aku tahu kalau aku ingin mengetahui keberadaan Sehun atau alasan dibalik absennya pemuda itu, aku bisa bertanya pada Chanyeol atau Baekhyun ataupun Jongin. Tapi masalahnya, aku bahkan tidak benar-benar mengenal mereka. Aku hanya mengetahui nama mereka dari Luna. Dan aku yakin kalau mereka juga tidak mengenalku ataupun mengetahui namaku. Jadi, rasanya pasti akan aneh kalau tiba-tiba aku menghampiri mereka dan menanyakan keberadaan Sehun. Lagipula, aku tidak benar-benar memiliki kepentingan dengan Sehun saat ini.

Aku biasanya benar-benar baik dalam tidak mencampuri urusan orang lain. Tapi kali ini berbeda. Seperti ketika menyelesaikan sebuah teka-teki; kau tak akan puas sebelum memecahkannya. Aku merasa tak akan bisa mengenyahkan ini dari pikiranku sebelum mendapatkan jawabannya.

Aku menghela napas dan segera memakai tasku setelah kelas dibubarkan. Jadwalku hari ini sudah selesai, namun aku tak akan kembali ke asrama. Aku akan pergi ke restoran yang berjarak dua blok dari kampus ini untuk memulai shiftku. Ya, aku memang sudah mendapat pekerjaan saat ini. Aku bekerja paruh waktu sebagai pelayan di sebuah restoran. Dan itu semua berkat Luna.

Seminggu lebih tinggal di Seoul, aku sadar kalau pengeluaranku lebih besar dari yang kuperkirakan. Aku mulai berencana untuk bekerja paruh waktu dan Luna menawariku untuk pekerjaan di restoran milik orangtuanya. Aku tak bisa menolak karena aku memang membutuhkannya. Lagipula, ini tidak seperti aku menerima uang secara cuma-cuma dari Luna. Aku juga harus menggunakan tenagaku untuk mendapatkan uang itu.

Perlu waktu sekitar sepuluh menit untukku bisa sampai di sana. Itupun aku harus setengah berlari. Aku mulai berpikir untuk membeli mobil bekas kalau uang tabunganku sudah terkumpul nanti. Aku bisa lebih menghemat uang, waktu dan tenaga dengan begitu.

Sesampainya di sana, aku langsung mengganti pakaianku dengan seragam pelayan khusus restoran itu. Aku memulai pekerjaanku dengan membersihkan sebuah meja yang baru saja selesai digunakan oleh pelanggan, kemudian membawa beberapa peralatan makan yang kotor dari meja itu ke dapur.

Setelah kembali meninggalkan dapur, seorang wanita yang kini duduk di meja yang baru saja kubersihkan memanggil. Aku segera menghampirinya dengan buku menu dan memo kecil serta pulpen untuk menulis pesanannya.

"Ada yang bisa kubantu, nona?" kataku seformal dan sesopan mungkin. Aku harus memberikan kesan sebaik mungkin pada setiap pelanggan.

Wanita itu segera menyebutkan pesanannya. Aku suka nada suaranya yang ramah karena sedikit sekali pelanggan wanita di sini yang mau repot-repot beramah tamah pada pelayan sepertiku. Apalagi pelanggan wanita ini nampaknya bukan orang biasa; dia mungkin seorang model dengan wajah wajah cantik dan postur tubuhnya yang bagus itu, gayanya yang elegan juga memperkuat dugaanku itu.

Aku kembali ke dapur untuk memberikan daftar pesanan wanita itu pada koki yang ada. Sambil menunggu pesanan itu siap, aku memilih menatapi sekeliling restaoran dari depan pintu dapur.

Friends With BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang