Angin dan terik matahari siang itu mengempaskan debu, meluruhkan setiap keringat. Namun tak mengurangi niat hati untuk melaksanakan puasa Daud. Aku masih berdiam di serambi Masjid kampus dan belum bertemu dengan Fathan. Meski baginya kami baik-baik saja aku tak bisa membaca guratan gelisah yang sempat membuatnya mendiamkanku hari itu.
Sekilas bayangan perkataan Mawar di telepon tadi terngiang lagi.
"Nisa hanya baik di depanmu saja, Kak. Lihatlah obsesinya dan jauhi dia"
Astaghfirullah aku gamang. Apa ini cara-Nya memberikan jawaban atas pertanyaanku tentang perubahan sikap Fathan kala itu. Lantas aku harus apa, menjelaskan padanya bahwa aku tidak seperti yang dikatakan Mawar? Bukankah itu sia-sia. Mungkin alam yang akan bersaksi dan Allah sendiri yang akan menyampaikan pada Fathan bagaimana aku yang sebenarnya.
"Khoirunnisa!", teriakan itu yang menyadarkanku dari lamunan.
"Kamu tau tidak, Mawar melamar Kak Fathan lo di Lapangan Futsal tadi sehabis anak-anak UKM berlatih. Makanya aku mencarimu takut kalau kamu bakal nangis hehe", candaan Aisyah tak membuatku bergeming. Kak Fathan dilamar Mawar? Ya Allah, jika memang penantianku bukan berakhir bersama Kak Fathan, maka jauhkan kami melalui caramu." Hei, malah ngelamun, kamu gpp kan?", tanya Aisyah
"Nggak kok, kenapa juga nangis. Fathan itu cuma temen aku. Nggak masalah mau dia sama siapa aja, kamu jangan khawatirin yang nggak jelas deh"
Hadeh, apa apaan. Kenapa ada saja sesuatu yang tidak ingin kudengar. Tapi aku tidak boleh marah, pasti Tuhan punya sesuatu yang aku belum paham maksudnya. Wallahu alam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Subuh
Fiksi RemajaFathan bukan lelaki sempurna, hanya seseorang yang menjadi impian Nisa. Sederhana dan bagus agamanya. Bersahabat sejak lama, dan dengan sadar menaruh rasa. Nisa paham rasa itu tidak pantas disampaikan, dengan diam ia berharap Fathan mengerti dan men...