Langit Emas

141 10 0
                                    

Suhu mendekati nol derajat celsius merangkul tenda-tenda para pendaki Gunung Semeru di tepi Danau Ranu Kumbolo. Menjelang dinihari, gerakan-gerakan merapatkan pintu tenda hampir dilakukan bersamaan oleh mereka, menimbulkan suara gesekan rerumputan. Air danau Ranu Kumbolo seperti menyemburkan kabut tebal. Kabut itu bertiup ke arah camping ground di muka danau, membuat rumput basah seperti diguyur air es. Beginilah suasana di awal musim pendakian Gunung Semeru.
05.58, orang-orang di dalam tenda mulai melungsuti pembungkus badan dan beranjak ke tepi danau. Debit air danau pada pagi hari sedikit surut sehingga para pendaki bisa mendekat ke muka Ranu Kumbolo untuk memotret momentum yang ditunggu-tunggu itu.
Dan Fathan masih menggangguku agar mau dipotret seperti keinginannya. "Ayolah Nis, teman-teman yang lain pasti sudah antusias jika dekat dengan kamera masa kamu takut?". Fathan memang lelaki yang ceria, dan apa adanya. Perempuan mana yang tidak mudah terpikat padanya. Tapi aku harus menjauhkan diri dari Fathan. Karenanya aku telah memiliki ratusan haters yang tak lepas dari teror dan caci maki untukku. Tapi mana Fathan peduli, dia bersikap seperti ini pada semua perempuan dan menurutnya sikapnya masih dalam batas wajar.

Ferrum. Nama samaran yang kuberikan padanya. Berasal dari awalan namanya F yaitu Fathan. Aku tak suka banyak orang yang tahu kalo aku ternyata, menaruh hati padanya. Dan kenapa Ferrum, ya karena aku anak Kimia haha suka suka yang kasih nama kan.

"Kamu lo kok seneng banget ngelamun, ngelamunin apa sih, aku kah?", ah dia lagi menggangguku lagi, menjahiliku mungkin rutinitasnya tapi itulah pertemanan kami dan aku harus mempertahankan itu.

"Kalo ada apa apa itu cerita, gimana gimana sini aku lagi nganggur nih", sambung Fathan.

Cerita padanya? Tentang kekhawatiranku? Pada pertemanan kami? Yang benar saja, aku terlalu takut dia mengetahui semuanya karena aku tak pernah melupakan satu hal yang pernah dia katakan padaku.

Flashback on

Hari itu aku pergi dengan Fathan. Dan aku merasa sedikit aneh dengannya.

" Aku mau cerita nih", katanya sambil mengendarai motor.

"Apa, Bang. Bilang aja kali sok sok an gitu", jawabku padanya.

"Ada cewek yang suka sama aku, tapi dari awal aku udah bilang dia kayak adekku sendiri, tapi nyatanya dia nggak terima dan nangis karena kamu tau kan. Aku harap kita bisa temenan tapi nggak sampe berantem kayak gitu. Aku takut, Nis. Takut nyakitin orang. Kamu paham kan?", jelasnya sedikit terbata bata.

Fathan, meski tanpa dia berceritapun aku juga sudah memutuskan untuk berteman denganmu seperti ini. Aku juga takut kita akan berubah hanya karena masalah hati. Aku janji kok, aku bakal tepatin itu. Insyaallah.

Flashback off.

Lelaki SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang