Harapan

120 8 0
                                    

Ini part terpanjang sih wkwk jangan lupa habis baca tuh d vote :) makasih

Kalo kamu tidak diperjuangan oleh seseorang yang kamu harapkan, kamu akan diperjuangkan oleh seseorang yang mengharapkanmu.
Tak perlu menangisi seseorang yang tidak perduli padamu karena hidupmu terlalu berharga, waktumu jangan sampai tersita. Seseorang yang menolakmu belum tentu dia lebih baik darimu.
Bisa jadi menurut Allah kamu adalah pribadi yang lebih baik sehingga Allah menginginkanmu bertemu dengan seseorang yang lebih baik daripada dia.
Kosongkan hatimu untuk cinta-Nya.
Agar Dia hadirkan seseorang yang bisa mencintaimu sepenuh hatinya

Khoirunnisa

Aku sedang bersama Bang Fathan sekarang. Ya aku menutup mata tentang apa yang terjadi akhir akhir ini. Tak ada satupun pertanyaan yg kulontarkan padanya, meski hatiku ingin sekali mendengar penjelasannya tanpa harus meminta.

"..nggak nyangka aja kok dia ngelakuin itu buat apa. Nanti kalo ada kabar lain langsung kasih tau aku ya.."

Kalimat itu rasanya aku tak pernah menyangka bakal keluar dari mulut temanku sendiri. Allah jangan sekarang, berikan aku fokus untuk membantu pekerjaan Fathan terlebih dahulu. Jangan sampai aku malah menangis di depannya yg sedang .. mengikis kepercayaanku.

"Weh rajin amat kemari", celetuk Riyan yang muncul dari kamarnya.

Ya sekarang aku sedang berada di rumah sewa mereka untuk membantu proposal skripsi Bang Fathan. Ada Riyan, Tama, juga Ino. Aku memang mudah akrab pada siapa saja, jadi tidak sulit pula untuk dekat dengan teman teman yang lain.

" Nis, aku sambil main ya hehe", ucap Fathan yg sedang menemaniku mencari refrensi yg belum kami temukan.

"Iya, Bang maen aja".

Jujur pikiran ku kenapa sulit fokus kali ini. Aku kesal. Aku tidak tahan rasanya. Aku harus mencari cara sebelum pikiran ku semakin kacau.

" Belum ketemu ya?", tanya Fathan.

"Belum, Bang. Gantian kamu yg nyari ya aku mo ngomong sama Riyan bentaran"

"Ayo, Yan keluar bentar", sambungku sambil menarik kaos yg dipakainya.

Aku langsung terduduk di teras rumah. Kutelungkupkan kedua tangan di depan wajah agar suara tangisku tak terdengar.

" Nis, jangan nangis kayak gini ntar malah ketahuan Fathan lo. Kamu masih kepikiran omongan Mawar ke Fathan? ", tanya Riyan. Ya, dia tau. Dia tau apa yg membuatku begitu kecewa pada Fathan.

" Bang, aku selama ini nggak pernah minta apapun ke Fathan. Kamu juga tau aku berusaha biar kita bisa temenan sampe sekarang. Aku bantuin dia kalo dia butuh aku. Apa dia jangan jangan sekarang berpikir aku hanya perempuan bermuka banyak yang cuma sekedar tebar pesona dan cari perhatiannya saja? Sebegitu menyedihkannya aku kah? Atau sebegitu berambisinya aku dipikirannya Fathan?", jelasku sambil sesenggukan.

"Nisa, aku gatau apa yg dipikirin Bang Fathan seriusan. Tapi aku yakin kok dia nggak mikir gitu ke kamu. Kamu juga bantuin dia nggak pernah telat, bantuin aku, bantuin temen temen lainnya. Aku tau kamu bolak balik pulang malem tapi kamu nggak pernah ngeluh. Fathan bakal tau kamu seperti apa.."

"Terus bukti apa yg pengen dia tau, Yan. Kalo dia percaya sama aku dia nggak curiga kayak gitu. Kalo ada yg perlu dia tau tanya sama aku. Aku juga selalu terbuka sama dia kok", potongku.

" Udah sekarang dihapus nangisnya, aku tau yg kamu pikirin. Kamu nggak perlu penjelasan atau menjelaskan apapun. Cukup kayak biasanya, bego kalo Fathan nilai kamu sepicik itu, Nis"

"Iya", jawabku sambil menghapus air mataku dan menenangkan hatiku.

" Yuk masuk. Kalo lama ntar dia keburu keluar lo", ajak Riyan.

Aku yakin Fathan sadar aku habis menangis, tapi aku pura pura acuh. Apa sebenarnya yang kamu ingin tau dariku. Allah kenapa hatiku tak pernah bisa kecewa meski sebentar padanya. Aku hanya bisa bertahan dalam kepenatan dan keraguan dalam hatiku. Bagaimana mungkin dalam kecewa aku masih menyebutnya dalam doaku selepas melaksanakan sholat.

Aku menyimpanmu dalam salah satu harapanku pada Allah. Naif, itu yg orang katakan. Namun aku percaya kekuatan doa. Aku percaya Ali dan Fatimah bisa bersatu dalam kesederhanaannya. Bukan paras yg kuagungkan untuk syarat calon imamku. Tapi karena Allah aku mengikhtiarkanmu. Aku masih ingat betul bagaimana aku tersenyum melihatmu hari itu.

Flashback on

Malam terasa tenang. Aku baru saja sampai di masjid kampus. Hari ini ada acara khataman di masjid untuk memperingati hari besar Islam.
Kamera sudah di tanganku. Divisi dokumentasi sudah seperti divisi yg wajib kuikuti. Dan sekali lagi aku terhenyak sesaat mendengar seorang yg melsntunkan ayat suci Al Quran. Ayat demi ayat membuatku tertunduk tak ingin berpindah hanya untuk menyimak bacaannya.

Cekrek
Beberapa kali aku mengambil gambarnya. Jika menurutmu dia tampan haha tidak juga. Pria berbehel itu kutemukan lagi. Sedang khusyuk dengan mushafnya. Berbaju ungu lengan pendek.

Ternyata dia bukan laki laki sekedarnya. Feelingku tak pernah keliru. Senyumku kembali tersungging. Damai rasanya. Jika aku nanti tak mendapat suami rupawan, tak mengapa, karena cukuplah yg seperti ini yg aku mau. Beri aku kesempatan mengenalnya ya Allah jika dia memang baik untukku. Jika buruk maka jauhkan dari sekarang. Doaku untuk mengenal si laki laki berbehel itu.

Flashback off.

Lelaki SubuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang