Backsound: singelillah by Abay Aditya
Senyum itu tercetak tipis. Aku gamang. Kutelusuri jalan yang terdapat beberapa genangan air. Rintik juga masih terasa namun niatku tak juga surut.
Berjalan di malam hari, sendiri. Itulah kebiasaanku menghilangkan penat. Dan seperti malam malam sebelumnya aku akan begitu terhanyut dalam dialog dengan Tuhanku.Fathan, ya aku belum bisa menetralkan rasa kecewaku padanya. Adakah rasa rindu yang sama. Pertanyaan bodoh itu muncul dalam benakku. Langkahku terus berlanjut hingga mungkin orang melihatku dan berpikir dia kayaknya udah gila, ngapain jalan sejauh itu.
Ingatanku mengulang kisah yang sama persis dengan yang kualami sekarang. Apa untuk kesekian kalinya aku harus merelakan seorang teman? Seberapa egois aku yang hanya mampu bersyukur jika memiliki teman yg bisa memahamiku, hingga orang lain masih ingin merenggangkan hubungan kami? Tahukah Fathan jika aku ingin berteriak memakinya yg sampai hati mencurigaiku? Tahukah ia adalah salah satu seseorang yg sama dengan masa laluku? Apa memang menjauh adalah satu solusi akhir yg benar benar tepat? Tahukah Fathan aku begitu bersyukur bisa diberi kesempatan mengenalnya sebagai seorang teman, abang, dan partner dalam belajar banyak hal?
Air mataku mengalir tak tertahankan. Inilah kenapa malam menjadi pilihan aku menyembunyikan rasa. Aku memang bukan siapa siapa. Meski orang akan tau aku berkecukupan namun bukan itu kebahagiaan yg kucari. Kesendirian bukan juga pilihan. Hanya Allah tempatku meminta segalanya. Bukan materi, bukan fisik, hanya seseorang yg mampu mengerti aku yg penuh kelemahan ini.
Flashback on
Menjadi mahasiswa di tahun ajaran pertama membuatku masih bersemangat mencari kegiatan yg sekiranya bermanfaat dan bisa mengisi waktu luangku. Waktu itu Nikmah menawariku untuk bergabung dengan komunitas pengajar anak jalanan.
Nikmah adalah teman satu SMA denganku. Menurutku kami terbilang cukup dekat. Namun dia diterima di Fakultas Hukum universitas tetangga.
Sore itu kami sudah berada di salah satu mushola kecil. Aku datang bersama Nikmah. Ada salah satu laki laki yg menurutku dia cukup tua jika dilihat dari wajahnya yg dewasa dan berwibawa."Ayo adek adek, bilangin kalo Kak Ridho sama kakak kakak yg lain sudah dateng nih. Kumpul di mushola ya. Ayok cepet yok", komandonya yg kuketahui laki laki itu bernama Ridho.
" Wih udah ganteng keren ya, Nis", celetuk Nikmah tiba tiba.
"Eee mata kalo liat cogan suka jelalatan ya", haha memang begitu dia. Suka banget sama laki laki tampan.
"Loh Nikmah ikut juga kesini?", sapa perempuan yg berperawakan sedikit kecil, dengan logat khas orang Jawa Barat
" Kamu juga disini? Aku ngajakin temenku kenalin ini Nisa, Nis, kenalin ini Ayu. Temenku satu jurusan ", dan aku menjabat tangannya sambil tersenyum.
" Halo, Nisa. Iya kan kemarin diajak Kak Ridho buat ikut kesini. Kamu tau yg pake kaos hitam tadi kan? Dia sepupu aku. Fakultas hukum juga kok, tapi angkatan 2014", terang Ayu.
"Iya? Kok kayak udah tua?"
"Iya dia dulu dipondokin di Banten. Setelah itu pengabdian setahun. Dia ngelanjutin kerja sekitar 2 tahun tapi uminya pengen dia sekolah Hukum kayak abinya.."
"Assalamualaikum, yuk temen temen dibagi ya adek adek nya udah dateng. Nikmah sama temennya satu jurusan di kelas 5 6. Bayu, Rahma 3+4, Imma sama Ella kelas 1&2, kamu siapa namanya .."
"Nisa, Kak", jawabku sedikit .. Gugup.
" Nah kamu sama aku ya di kelasnya adek adek kecil. Hari ini kita kurang personil. Wahyu lagi beli susu sama roti bareng Beni", jelas Kak Ridho panjang.
"Kamu anak pendidikan? Udah pernah ngajar kah di daerah sebelumnya?", tanyanya sambil sedikit berbisik.
" Belum, Kak. Tenang aja, kalo adek adek playgrup nggak terlalu banyak kan materinya"
Hari itu sangat menyenangkan. Aku yg memang menyukai anak kecil langsung akrab dengan mereka. Seperti mendapat mainan baru. Kami tertawa, bermain, bercerita. Bahkan ketika pulang ada beberapa anak kecil yg tidak ingin kutinggal dan menahanku cukup lama.
Pukul 8 malam kami bersiap untuk pulang.
"Deket sini ada masjid nggak ya. Di mushola sini nggak ada mukena. Sekalian sholat isya", tanyaku pada yg lain. Bukan maksudku sok alim, tapi aku lebih suka sholat terlebih dahulu daripada tertidur nantinya.
" Nisa, barengan Kak Ridho aja yuk. Ayu, kamu boncengin Nikmah ya", sahut Kak Ridho yg membuatku tidak enak pada yg lain.
Sejak hari itu aku dan Kak Ridho bertukar kontak. Tapi kami hanya bertemu ketika mengajar. Aku tidak pernah menyukai nya lebih dari seorang kakak. Pun karena aku tau Nikmah menyukai kakak tingkat nya itu. Hubungan ku dengan Nikmah, Ayu masih tetap baik, meski kami berbeda kampus. Ayu juga semakin dekat denganku daripada dengan Nikmah. Dan aku juga merasa begitu dengan Kak Ridho. Hingga suatu ketika ..
Ayu
Nis, aku udah tau semuanya. Aku tau Nikmah itu kyk gmn. Dia itu iri sama km. Aku tau km udah temenan lama sama dia, tapi itu g jamin dia g bohongin kamu.Aku
Maksud kamu gmn, Yu. Aku ngerasa g ada mslh kok sama Nikmah. Kita kmrn bljr bareng jugaAyu
Hello, sadar Nisaaa. Km itu udah cantik, lbh pinter, lbh supel, lbh ramah, baik trs sama orang. Km nolongin dia trs jg, tp dia g suka kamu sama Kak Ridho tauAku
Astaghfirullah. Gaboleh suudzon, ah. Aku hmm emang agak gmn gt sama Kak Ridho, g nyaman dan g enak sama Nikmah. Tp aku janji kok aku g gmn" ke Kak RidhoAyu
Hadeh aku geregetan hrs gmn ngmg sama kamuYa, diam diam Nikmah yg memang teman dekatku, teman yg kupercayai, iri padaku. Allah, tak ada yg pantas untuk membuat dia iri terhadap manusia yg nggak ada apa apanya seperti aku. Dia cantik kok, bahkan dia banyak mengikuti kompetisi kecantikan, duta politik, banyak prestasinya.
Semakin lama aku juga merasakan perubahan sifat Nikmah padaku. Setiap nada bicara yg selalu menyindir. Tidak ada kata ramah meski aku bersikap baik baik saja.
Nikmah sudah banyak mengatakan hal buruk tentangku pada semua orang. Aku sudah tidak perduli. Aku menganggap Kak Ridho sebagai abang sendiri. Meski dia akhirnya mengungkapkan rasa sukanya padaku. Aku hanya berusaha menghargai pertemananku dengan Nikmah. Tapi Nikmah tak sadar dan berhasil membuat Kak Ridho menganggapku buruk.
Flashback off
Langit tak lagi mengeluarkan rintik. Butiran air yg cukup membuatku basah meski tidak terlalu deras. Seakan tau pikiranku mengenang masa menyedihkan. Apa aku harus menjauhi Fathan seperti dulu aku menjauhi Kak Ridho? Bagiku tak penting jika manusia lain membenciku, tapi jangan buat satu satunya orang yg dekat denganku meninggalkanku. Lagi.
Singelillah. Satu kata yg membahagiakan. Tapi apakah dengan begitu aku benar benar sendiri? Aku tak menuntut apapun pada orang lain, termasuk Fathan. Aku tau arah dan apa tujuanku. Cukup lewat Allah aku mengikhtiarkannya. Aku tak ingin egois hanya untuk memenuhi kebahagiaan duniawi yg sesaat. Dengan ridhomu aku meminta, lindungi mereka semua, maafkan kami jika belum menjadi manusia yg sebaik baiknya. Allah, jagakan orang orang yg kusayang, keluargaku, teman temanku, Bang Fathan, juga Kak Ridho. Insyaallah takdirmu tetap yg terbaik bagi kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lelaki Subuh
Teen FictionFathan bukan lelaki sempurna, hanya seseorang yang menjadi impian Nisa. Sederhana dan bagus agamanya. Bersahabat sejak lama, dan dengan sadar menaruh rasa. Nisa paham rasa itu tidak pantas disampaikan, dengan diam ia berharap Fathan mengerti dan men...