Terlambat

81 6 7
                                    

Pagi itu, Karina kesiangan. Pukul 07.10 pagi ia baru sampai di sekolah sedangkan bel masuk sudah berbunyi 10 menit yang lalu. Kini untuk yang pertama kalinya Karina terkunci di depan gerbang, ia berulang kali mondar-mandir di depan gerbang karena bingung, sebelumnya ia tak pernah datang sampai seterlambat ini.

Tak lama setelahnya, seseorang datang, orang itu mendengus kesal begitu melihat gerbang sudah dikunci. Orang itu adalah Dirga dan kini mereka berdua terkunci di depan gerbang, apalagi satpam sekolah juga galak, ia mana mungkin mau membukakan gerbang untuk keduanya, yang ada mereka malah dimarahin.

Karina menggigit bawah bibirnya dengan panik, kalau bukan gara-gara semalam ia nekat makan nasi goreng pedas dan membuatnya sakit perut pagi ini, ia tak mungkin bisa datang terlambat.

Sedangkan Dirga, ia diam-diam menarik kedua ujung bibirnya, ia merasa beruntung karena bisa datang terlambat bareng Karina. Ia harus berterimakasih pada dirinya sendiri yang lupa menyalakan alarm di hpnya.

Di tengah rasa paniknya, Karina tiba-tiba teringat akan sesuatu, ia menoleh ke arah Dirga "gimana kalau kita lewat jalan rahasia?"

"Jalan rahasia?" Dirga bertanya-tanya.

Mereka pun memutuskan untuk lewat di 'jalan rahasia' yang dimaksud oleh Karina. Karina tahu bahwa jalan itu sebenarnya jalan terlarang, namun ia tak punya pilihan lain, daripada mereka harus dihukum karena datang terlambat.

Jalan rahasia yang dimaksud adalah gerbang belakang sekolah. Tempat itu jarang dilewati oleh para guru, sehingga limapuluh persen mereka bisa berhasil menerobos masuk, sedangkan limapuluh persen lainnya Karina tak yakin.

"Yahh dikunci lagi." halangan kembali datang begitu Karina menyadari bahwa gerbang belakang juga dikunci, ia menoleh ke arah Dirga dengan panik "gimana nih?"

Dirga berpikir, ia menatap ke arah tembok sekolah yang lumayan tinggi lalu menoleh ke kanan kiri dan pandangannya terhenti ketika melihat sebuah pohon yang tertanam di dekat tembok.

"Gimana kalau kita manjat pohon itu?" Dirga menunjuk ke arah pohon mangga yang berdiri kokoh di dekat tembok.

Karina menatap ke arah pohon itu dan beralih menatap ke arah Dirga lagi, ia mengangguk sebagai jawaban atas pendapat Dirga.

Sebelum memanjat pohon, Dirga melempar tasnya ke balik tembok, lalu ia memanjat pohon dengan gesitnya. Terdengar suara hentakan kaki dari luar tembok ketika Dirga menapakkan kaki ke tanah.

Kini giliran Karina yang manjat, sebelum manjat Karina melempar tasnya ke balik tembok seperti yang Dirga lakukan tadi. Namun setelahnya ia bingung karena ia pakai rok. Tapi ia tak punya pilihan lagi, mau tak mau ia harus tetap manjat. Beruntung waktu kecil Karina suka manjat pohon, jadi ia tak merasa kesulitan saat memanjat pohon. Begitu sampai di puncak tembok, ia menatap ke arah bawah dan merasa ketakutan karena ternyata tembok sekolah lebih tinggi dari yang ia duga.

"Butuh bantuan?" Dirga mengulurkan tangannya ke arah Karina, Karina menatap tangan Dirga beberapa saat sebelum akhirnya ia menerima uluran tangan itu dan melompat dari puncak tembok dengan lancar.

"Thanks." Karina tersenyum ke arah Dirga begitu kakinya sudah menapaki tanah, ia kemudian mengambil tasnya dan menggendongnya.

Mereka kemudian berjalan menuju ke dalam sekolah. Namun baru beberapa langkah, langkah mereka terhenti begitu mereka melihat seorang guru berjilbab dan berkacamata berkacak pinggang di hadapan mereka.

"Eh Bu Sari." Karina nyengir begitu melihat Bu Sari, guru matematika kelas sepuluh yang terkenal galak.

***

Dan disinilah mereka sekarang, di lapangan basket. Setelah mendapat ceramahan panjang dari Bu Sari, mereka akhirnya diberi hukuman untuk berlari mengelilingi lapangan sampai bel istirahat berbunyi. Baru dua putaran, Karina sudah merasa capek, keringat menetes di wajah dan lehernya, napasnya pun tersenggal-senggal karena ia tak terbiasa berlari.

Tanpa AlasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang