Ervandika

77 7 21
                                    

"Selamat datang, kak Ervan!" Ujar Claudia, si ratu sekolah dengan bucket bunga di tangannya begitu seorang laki-laki bertubuh setinggi 187 cm berjalan memasuki halaman sekolah, langkahnya seketika terhenti karena belasan cewek menggerombol ke arahnya.
Laki-laki itu menjawab dengan senyuman "thanks kalian udah dukung tim kami." Kata Ervan dengan ramah.

"Sama-sama kak, kami yang harusnya berterimakasih karena kakak dan tim kakak udah bawa nama baik sekolah kita." Ujar Claudia lagi seolah mewakili segerombolan itu.

Ervan tersenyum lagi namun kali ini ia tak menjawabnya dengan ucapan.

Karina yang saat itu baru saja datang langsung cemberut begitu melihat pemandangan itu, pagi-pagi sudah dibikin nyesek sama gerombolan cewek-cewek gaje itu.

Ia pun melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti di belakang gerombolan itu. Daripada melihat pemandangan yang tak enak lebih baik ia pergi ke kelas.

Tanpa Karina sadari, Ervan melihat keberadaannya dan ia sangat senang bisa melihat Karina lagi setelah dua minggu tak bertemu, ia sangat merindukan sosok Karina yang ceria.

"Yaudah kalau gitu gue mau ke kelas dulu." Alibinya supaya bisa kabur dari gerombolan itu dan segera menyusul Karina yang sudah ada di tangga dengan langkah cepat.

"Oh, ceritanya ngga kangen nih sama gue?" Sapa Ervan yang sebenarnya tak terdengar seperti sapaan.

Ervan mengusap rambut Karina sehingga rambut Karina jadi berantakan.
Karina tak menjawab sapaan Ervan, ia justru mengalihkan pandangannya dari Ervan. Bukan karena marah, namun ia sedang berusaha mengontrol detak jantungnya yang makin lama makin cepat. Ia bisa menebak bahwa sekarang wajahnya sudah seperti kepiting rebus.

"Ngga tuh, ngapain gue kangen." Karina yang masih mengalihkan pandangannya.

"Tapi sayangnya gue kangen." Kata Ervan dengan nada santai, ia tak menyadari bahwa perkataannya berhasil membuat wajah Karina terasa panas.

"Selamat ya kak atas kemenangan tim kakak." Karina mengulurkan tangannya ke hadapan Ervan, memberi ucapan selamat seperti yang dilakukan gerombolan cewek cewek tadi.

Ervan menatap tangan Karina agak lama, setelahnya ia merangkul Karina dengan tiba-tiba membuat Karina seketika membulatkan mata.

"Thanks, lo emang adek kelas gue yang paling baik." Ervan mengusap rambut Karina lagi.

Mendengar kata 'adek kelas' dari mulut Ervan membuat hati Karina terasa tertusuk, sakit tapi tidak berdarah. Selama ini Ervan hanya menganggapnya sebagai adik kelas, padahal selama ini ia sudah berharap lebih. Namun jika orang lain melihat kedekatan mereka, mereka juga akan beranggapan sama dengan Ervan, hubungan mereka sudah seperti kakak dan adik.

"Gimana kalo pulang sekolah nanti kita makan es krim?" Ujar Ervan membuat Karina seketika menoleh ke arahnya namun kembali mengalihkan pandangannya

"Ngga deh, kak." Tolak Karina.

"Udah, gue traktir, hitung-hitung buat ngerayain kemenangan tim gue." Kata Ervan lagi.

"Seriusan, kak?" Karina mendadak semangat.

"Yee denger kata traktir aja langsung semangat banget." Kata Ervan seraya menahan tawa.

Karina nyengir.

"Gue ajak Clara juga, ya." Kata Ervan yang membuat senyum Karina perlahan memudar, namun Karina berusaha mengembalikan senyumnya lagi agar tak terlihat oleh Ervan.

"Oke." Kata Karina dengan senyum palsu.

"Yaudah, kalo gitu gue ke kelas dulu ya, jangan lupa nanti." Kata Ervan ketika mereka sudah berada di lantai dua, mereka pun berpisah di tangga.

Tanpa AlasanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang