Bab 9 - Tamu Istimewa

4.7K 233 46
                                    


Tidak ada lagi kasih sayang untuk Ciara. Kini Dievo sudah membekukan hatinya terhadap wanita itu. Di balik perasaan bersalahnya terhadap Vanya, Dievo juga merasa sudah salah mengambil keputusan. Karena dia dengan mudahnya menerima Ciara masuk ke dalam rumah miliknya dan menghambur-hamburkan uang tanpa merasa bersalah.

Kini yang tersisa hanya sebuah kebencian. Namun Dievo memilih untuk menahan diri selama beberapa waktu. Dia hanya memikirkan tentang kondisi kesehatan Ciara. Walau bagaimanapun, Ciara masih resmi menjadi istrinya. Dia hanya tidak ingin salah mengambil keputusan untuk yang kedua kalinya.

Namun sesampainya di rumah. Mereka bahkan bertengkar. Mereka bagaikan pasangan yang kehilangan akal. Mereka saling menyalahkan atas apa yang sudah terjadi. Hal itu semakin membuat Dievo gelap mata. Hingga dia nyaris melukai Ciara yang masih membutuhkan banyak istirahat.

Akan tetapi, di antara pertengkaran Dievo dengan Ciara yang semakin memanas nampak beberapa orang yang kini mulai memasuki pintu rumah Dievo tanpa permisi. Hal itu berhasil membuat Dievo dan Ciara terkejut.

"Halo Dievo," ucap mama Amora.

Dievo tidak menjawab. Dia hanya tertegun melihat sosok yang kini berada di depan matanya.

"Kenapa diam saja? Apa kamu tidak suka papa dan mama datang berkunjung?" Tanya papa Fabian.

"Maaf papa. Bukan begitu maksud aku. Aku hanya...," jawab Dievo dengan gugup.

"Apa kamu terkejut?" Tanya papa Fabian.

"I..., iya," jawab Dievo dengan terbata-bata.

"Maaf kami datang tanpa memberitahu," ucap mama Amora.

"It's ok ma," ucap Dievo.

"Apa kita hanya akan berdiri seperti ini? Apa kamu tidak mempersilahkan kami untuk duduk Dievo?" Tanya papa Fabian.

"Maaf pa. Ayo ma, pa, silahkan duduk," jawab Dievo. Dia terlihat sangat gelisah.

Kini mereka semua sudah terduduk di ruangan keluarga. Namun suasana terasa begitu mendebarkan. Bahkan Dievo tidak berani membuka percakapan. Karena dia menyadari semua perbuatan yang telah dia perbuat. Maka kini Dievo hanya bisa pasrah menerima kemarahan dari papa Fabian.

"Dimana Vanya?" Tanya papa Fabian.

"Vanya...," jawab Dievo. Dia terlihat sangat gugup. Dia tidak tahu harus menjawab apa. Namun belum usai kegelisahan itu, kini pertanyaan berikutnya semakin membuat Dievo tidak berdaya

"Dan siapa wanita ini?" Tanya mama Amora.

"Dia...," jawab Dievo. Dia semakin kehilangan kata-katanya. Bahkan dia seolah telah kehilangan keberaniannya.

Namun tiba-tiba saja Ciara mengeluarkan suaranya. "Saya Ciara. Senang bisa bertemu dengan mama dan papa," ucap Ciara.

"Tolong jaga sikapmu. Berani-beraninya kamu memanggil kami dengan sebutan itu. Kamu pikir kamu berhak melakukannya?" ucap mama Amora seraya menatap tajam ke arah Ciara.

"Maaf mama. Ciara ini...," ucap Dievo. Namun kata-katanya terputus oleh pandangan tajam dari papa Fabian.

"DI MANA VANYA?" Tanya papa Fabian seraya berteriak.

"Maaf papa. Vanya sudah tidak tinggal bersama dengan ku," jawab Dievo seraya menundukkan kepalanya.

"Dasar anak bodoh!" ucap papa Fabian. Dia terlihat begitu terbawa emosi.

"Papa harus tenang. Biarkan Dievo menjelaskan," ucap mama Amora seraya menenangkan emosi papa Fabian.

"Sulit untuk papa melakukan itu ma. Lihat saja anak ini. Dia sudah dengan bodoh melepaskan Vanya," ucap papa Fabian.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang