Bab 18 - Menerima Kenyataan

4.1K 182 37
                                    


Kini Dievo sudah berada dekat dengan orang yang dia rindukan dan kasihi. Namun tidak banyak yang dapat dia lakukan selain berusaha menekan kuat-kuat perasaannya dan mengendalikan diri.

Beberapa menit berlalu, namun sebuah langkah kaki terdengar mendekati ruang tamu. Dengan tanpa sengaja Dievo mengedarkan pandangannya untuk mencari tahu siapa sosok yang akan datang.

Namun hal itu memberikan tamparan hebat bagi dirinya, ketika menyadari sosok yang sedang melangkah itu adalah orang yang sudah dia kenal sebelumnya.

"ADRIAN?" Tanya Dievo dengan suaranya yang nyaris berteriak karena terkejut.

"Kendalikan dirimu Dievo. Kamu akan membuat Arashy terbangun," ucap mama Amora seraya menenangkan.

"Tetapi, apa yang dia lakukan di rumah ini?" Tanya Dievo dengan raut wajah yang tidak percaya.

"Adrian adalah suamiku, Dievo," jawab Vanya.

"APA? ITU TIDAK BENAR KAN?" Tanya Dievo dengan terkejut. Raut wajahnya nampak menyimpan sejuta kebencian.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, mama Amora segera merebut Arashy dari pelukan hangat Dievo. Dia hanya tidak ingin Dievo melakukan hal yang akan disesalinya di kemudian hari.

"Jaga sikapmu, atau ini akan menjadi kesempatan terakhir untuk mu bertemu dengan Arashy!" ucap Vanya seraya berdiri tepat di depan tubuh Dievo.

"Va..., Vanya..., ja..., jangan lakukan itu," ucap Dievo dengan terbata.

"Aku tidak keberatan jika dia ingin aku menghadapinya sebagai seorang pria," ucap Adrian dengan tenang namun mampu menyulut amarah Dievo dengan cepat

"Hentikan Adrian, jangan lakukan hal itu," ucap Vanya seraya menatap suaminya dengan tatapan penuh cinta yang begitu menyakiti perasaan Dievo.

"Kamu juga Dievo. Berhentilah bersikap seperti itu, jika kamu masih ingin bertemu dengan Arashy," ucap Vanya dengan tegas.

"Ma..., maafkan aku," ucap Dievo.

Nampak Vanya berjalan menjauhi Dievo dan mendekati posisi Adrian. "Bolehkan aku bicara dengannya berdua di taman sayang?" Tanya Vanya dengan suaranya yang lembut.

"Baiklah. Kamu boleh bicara dengan Dievo. Tetapi jika dia menyakitimu, jangan halangi aku untuk melakukan hal yang sepatutnya," ucap Adrian seraya mengusap lembut rambut Vanya yang tergerai indah.

"Oke sayang. Kamu tidak perlu khawatir. Aku akan segera memanggilmu jika dia mulai bertingkah," ucap Vanya.

"Tetaplah jaga jarak ya Vanya," ucap Adrian dengan mesra.

Vanya tidak menjawab dengan lisannya, namun dia menganggukkan kepalanya sebagai sebuah jawaban.

"Ikutlah dengan ku Dievo, ayo kita bicara di taman," ucap Vanya seraya melangkah menjauhi ruang tamu.

Dievo tidak menjawab, namun dia memilih untuk mengikuti langkah kaki Vanya yang sudah semakin menjauh.

Kini mereka sudah berada di taman yang nampak begitu indah. Hingga Dievo merasa takjub dengan pemandangan yang tersaji disana. "Indah sekali tempat ini. Dia memang melakukannya dengan baik," Dievo berbicara dalam hati.

"Waktumu tidak banyak Dievo," ucap Vanya dengan santai.

"Iya. Maaf..., tadi aku sudah bersikap tidak dewasa," ucap Dievo sebagai bentuk penyesalannya.

"Baguslah kalau kamu menyadarinya," ucap Vanya

"Aku juga ingin meminta maaf atas semua yang sudah aku lakukan di masa lalu. Kumohon maafkan aku Vanya," ucap Dievo.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang