#jof_kemal
“Jani, anter aku beli sesuatu yuk.”
“Beli apa?”
“Hadiah buat sepupu aku yang kecil, dia ulang tahun minggu ini.”
“Oooh. Ayok ayok. Mau beli di mana?”
“Ciwalk aja deh yang deket ya.”
Saat itu, Janee dan Kemal masih berpacaran seumur jagung, terhitung baru satu bulan. Masih terasa sedikit awkwardness diantara mereka, karena bisa dibilang Janee dan Kemal hanya menjalani masa pendekatan beberapa minggu saja. Kemal merasa sudah nyaman dengan Janee, sehingga masa pendekatan mereka sangat singkat dan ajaibnya bisa langsung meyakinkan seorang Kamidia Ajanee untuk menerimanya sebagai seorang kekasih. Tapi masih saja ada perasaan canggung saat dengan Janee. Jadi strategi Kemal untuk menghilangkan kecanggungan itu adalah mengajak Janee ke suatu tempat. Ditambah memang mereka tidak sering bertemu karena kesibukan masing-masing. They need spending time together. Jadilah Kemal membonceng Janee dengan scoopy kesayangannya menuju mal di daerah Cihampelas itu.
Janee dan Kemal berjalan-jalan menyusuri mal sambil melihat-lihat outlet di kiri-kanan mereka. Di depan mereka terlihat seorang pasangan kekasih sedang memilih outlet yang akan mereka masuki, sama seperti Janee dan Kemal. Pasangan itu terlihat berpegangan tangan, saling mengunci tangan satu sama lain by intertwined their fingers. Kemal hanya tersenyum membayangkan dirinya dan Jani berpegangan tangan, like every couples do. Mereka belum melakukan skinship sejak mereka berpacaran. Selain karena mereka jarang bertemu, saat bertemu pun mereka masih malu-malu untuk melakukannya.
“Mal, coba ke dalem situ yuk?” Janee menyikut Kemal, lalu menunjuk ke arah outlet yang Janee maksud. Seketika Janee membuyarkan lamunan pacarnya itu.
“Oh, boleh boleh. Yok.”
Mereka memasuki outlet yang menjual barang-barang seperti mainan, gelas-gelasan couple, dan barang-barang lain yang cocok dijadikan hadiah. Insting seorang perempuan mulai muncul pada diri Janee. Janee memilih benda-benda yang lucu dan cocok untuk dijadikan hadiah ulang tahun sepupunya Kemal. Sementara Kemal yang ada di sebelahnya bukannya membantu memilih, ia malah sibuk memperhatikan pujaannya itu. Tidak menyesal rasanya Kemal memilih Janee untuk menjadi kekasihnya.“Mal, bantuin siiiiih pilihiiiin. Liatin apa sih kamu?”
“Liatin kamu, Jani.” Janee hanya tersipu malu dengan wajahnya yang mulai kemerahan seperti tomat matang.
“Apaan sih gombal. Buruan piliiih. Laper nih,”
Janee meninggalkan Kemal yang masih saja terpaku di tempatnya tadi. Meninggalkan Kemal karena malu dengan gombalannya tadi, juga karena ia ingin segera memilihkan barang yang tepat mengingat perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi.
“Mal, liat deh ini. Crayonnya udah satu set gini sama pensil warna, ada pencil grip juga. Sepupu kamu masih belajar nulis gitu kan? Cocok nih kayaknya, Mal. Nanti si jarinya dimasukin ke bolong ini. Jadi bisa sekalian ngelatih cara pegang pensil yang bener.” Janee memperlihatkan satu set crayon, pensil warna serta sebuah pencil grip yang berbahan karet yang dapat memudahkan anak yang sedang belajar menulis.
“Kok kamu ngerti banget sih, Jan, yang kayak beginian?”
“Soalnya sodara aku juga belajar nulis pake yang kayak gini, Mal. Kita gak usah beli mainan lah, mending ini aja deh yang berguna, ya?”
Kemal semakin mengagumi sosok kekasih yang ada di hadapannya itu. Sifat keibuannya membuat Kemal semakin jatuh hati. Akhirnya Kemal memutuskan untuk membeli hadiah pilihan Janee. Tidak salah ternyata mengajak Janee untuk membeli hadiah ulang tahun untuk sepupu kecilnya. Hadiah dapat, pacaran pun terpenuhi. Hanya satu yang belum terpenuhi bagi Kemal. A skinship.
Janee sudah tidak dapat berkompromi dengan perutnya yang minta diisi, sehingga mereka melanjutkan ke sebuah tempat makan cepat saji di mal itu. Sepanjang jalan, tangan Kemal gatal ingin meraih tangan Janee yang tergantung bebas dekat dengan tangannya. Kenapa sulit sekali rasanya meraih tangan yang hanya berjarak mungkin beberapa sentimeter saja dari tangannya.
Jari tangan Kemal mulai bergerak ingin meraih jari-jemari Janee, tapi ia urungkan niatnya. Tidak cukup berani ternyata Kemal ini. Tapi Kemal tetap menjawab setiap pertanyaaan Janee, tetap menanggapi setiap yang dibicarakan Janee, meskipun jari-jemari Kemal di bawah sana sedang sibuk memberanikan diri meraih jari tangan yang menjadi perhatiannya. Kemal ragu, karena merasa takut Janee tidak suka kalau ia memegang tangannya. Tapi tidak mungkin tidak suka, status mereka kini kan berpacaran, pikir Kemal.
Akhrinya Kemal memberanikan diri meraih dan memegang tangan Janee. Aksi Kemal tadi membuat Janee melirik ke arah Kemal sambil terus berjalan menyusuri mal.
“Gak apa-apa kan? Atau.. kamu gak suka?”
Kalau boleh jujur, Kemal merasa jantungnya dipacu begitu cepat. Pembuluh darahnya seakan tersumbat, membuat peredaran darahnya tidak mengalir dengan semestinya.
Yang dipegang tangannya hanya tersenyum dan menggelengkan kepala, ”Gak apa-apa kok.”
Iya, kamu gak apa-apa. Akunya apa-apa nih Jani. Batin Kemal dalam hati. Tapi Kemal tidak berhenti tersenyum, gemas sendiri karena tangan Janee kini ada di genggamannya. Hanya untuknya.
Janee dan Kemal sampai di tempat makan cepat saji yang tadi mereka pilih. Kemal meminta Janee untuk duduk saja, biar Kemal yang memesan makan untuk mereka. Tapi setelah Kemal memesan makanan dan membawa nampan berisi dua porsi paket ayam dan minumannya, Kemal melihat Janee tertawa lepas bersama seorang laki-laki di hadapannya. Ditambah lagi, laki-laki itu terlihat akrab dengan Janee. Bahkan Janee sesekali memukul dan mencubit lengan laki-laki di hadapannya tanpa ragu.
Tapi Kemal sepertinya mengenal laki-laki itu. Sampai jarak Kemal sudah semakin dekat dengan meja Janee, Kemal mulai menyadari siapa laki-laki di hadapan perempuan yang baru dipacarinya itu.
“Azam????? Sejak kapan Azam kenal Jani?? Perasaan gue belom pernah kenalin Jani ke Azam.”
