#18

16 3 4
                                    

#jof_kemal



Setelah Jani kembali ke Bandung, Kemal kembali merasakan kesepiannya di Bali. Ya, dia sangat merindukan keberadaan kekasihnya itu saat ini. Kalau boleh, Kemal ingin Jani terbang lagi ke Bali. Ah, bukan. Kemal yang harus pulang ke Bandung.

Di sela-sela pekerjaannya yang cukup padat di tempat kerjanya, Kemal menyempatkan untuk menelpon kekasihnya itu meskipun hanya sebentar. Lumayan untuk mengobati rasa rindu, katanya.

"Halo?"

"Waalaikumussalam, Mal." Jawab Jani dengan nada menyindir.

"Ehehe. Assalamualaikum, Jani sayang."

Jani tertawa geli mendengar kalimat kekasihnya itu, "Hahaha. Iya, waalaikumussalam, sayang. Ada apaaaa?"

"Gak ada apa-apa."

"Dih, gimana sih. Gak ada apa-apa kok nelpon aku?"

"Ya, biarin atuh. Emang kalau aku nelpon kamu harus ada apa-apa?"

"Enggak, bukan gitu. Aku kira ada yang penting gitu loh, Mal."

"Iya, ada kok yang penting."

"Apa?"

"Aku kangen..." Jawab Kemal sambil memainkan jari-jari tangannya sendiri.

Terdengar tawa Jani di seberang sana, membuat Kemal menautkan kedua alisnya. "Kok ketawa? Emang lucu?" Jawabnya merajuk.

"Enggak. Gemes aja gitu. Iyaaaaa aku juga kangeeeeen."

Keduanya saling melepas rindu, seolah sudah tidak berjumpa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Padahal baru minggu lalu Jani kembali dari Bali, selepas menyelesaikan urusan pekerjaan sambil menemui Kemal di sana.

"Lagi apa, Jan? Dicha gimana hari ini?"

"Aku lagi--" Tiba-tiba kalimat Jani terpotong oleh suara seorang laki-laki. "Yuk, Jan." Katanya. Meski samar-samar, Kemal yakin itu adalah suara laki-laki. Tapi suaranya sangat asing, tidak ia kenali. Bukan suara Azam, bukan suara Tama, atau temannya yang lain.

Tanpa jeda sedetik pun Jani menanggapi ajakan laki-laki tersebut. "Oh, iya, kang. Bentar." Senyum Kemal yang saat itu mengembang, tiba-tiba berubah sedikit demi sedikit. "Kamu mau pergi? Ke mana?"

"Eh, iya, Mal. Aku mau ke super market dulu ya, sama kang Azka. Ada yang harus dibeli nih."

Mendengar nama Azka membuat wajah Kemal completely disappointed. "Oh.." Jawabnya dengan wajah yang kecut yang juga tidak dapat dilihat oleh Jani bahwa kekasihnya itu merasa kecewa. "Hati-hati ya, Jan."

Kemal lama-lama cemburu dengan Azka ini. Karena ia lebih banyak menghabiskan waktu dengan Jani dari pada dengannya, kekasih Jani sendiri. Resiko, Mal. Hibur Kemal pada dirinya sendiri. Ya, resiko. Kemal memutuskan untuk bekerja jauh dari Jani, tentunya ada resiko dan konsekuensi yang harus Kemal terima. Waktunya dengan kekasihnya itu berkurang dan lebih memudahkan godaan datang menghampiri mereka. Ah, tidak. Kalau masalah godaan, dalam jarak dekat pun godaan itu bisa saja datang dengan semaunya. Lagipula berdasarkan deskripsi dari Jani, Kemal terlalu ciut kalau disandingkan dengan Azka itu. Sudah kalah jauh.


***

"Jan, mampir dulu, yuk, sebentar." Ajak Azka pada Jani. Azka mengajak Jani untuk mengunjungi sebuah toko tas terlebih dulu, sebelum membeli bahan-bahan di supermarket di mal yang sama. Kalau berbelanja dulu, akan terlalu berat membawa belanjaannya nanti, katanya.

Jani mengiyakan ajakan Azka, menurutnya sambil menandai beberapa tas, siapa tahu ada tas yang sesuai dengan seleranya. Mengingat Jani juga sedang mencari sebuah tas untuk dirinya sendiri.

Azka berkali-kali menanyakan tas mana yang menurut Jani bagus, dan Jani pun menawarkan beberapa pilihan yang juga cocok dengan selera Azka. Keduanya seperti tengah berkencan layaknya sepasang kekasih.

Azka menatap lekat Jani yang tengah memeriksa setiap bagian dari tas yang ia pilih. Perasaan yang aneh mulai muncul kembali dalam diri Azka, perasaan yang seharusnya memang tidak boleh ada.

"Kang," Panggilan Jani untuk Azka seketika membuyarkan lamunannya.

"Hm?" Jawab Azka. Jani cukup menyadari Azka yang terlihat salah tingkah, tapi ia tidak memperdulikan itu, dan bersikap seperti ia tidak menyadari apapun.

"Yang ini kalau menurut Jani sih bagus. Menurut akang gimana?"

"Akang mah nurut aja lah, percaya sama Jani. Hehe."

"Emang ini buat siapa, kang?" Akhirnya Jani angkat bicara. Ia sudah terlalu penasaran sejak tadi sebenarnya, dan tidak ingin merasa kegeeran juga.

"Oh.. itu. Buat ibunya akang, Jan. Hari ini beliau ulang tahun, akang pengen ngasih sesuatu. Ya, walaupun bukan ini yang ibu pengen sekarang."

"Emang pengennya apa?"

"Pengen mantu, Jan. Hehe." Keduanya tertawa. Entah kenapa Jani menanggapi jawaban Azka itu sebagai hal yang lucu, padahal bagi Azka sebaliknya. Bagi Azka jawabannya itu bukan sebuah candaan, mungkin... kode? Tapi sayang, yang diberi kode tidak menyadarinya.

Keduanya akhirnya kembali menuju Dicha setelah membeli tas untuk ibunya Azka juga tujuan utama mereka, yakni membeli stok bahan-bahan di Dicha.

"Makasih, ya, Jan. Udah bantu pilihin hadiah buat ibu. Kayaknya ibu bakal suka deh."

"Iya, kang. Sama-sama. Makasih juga udah nemenin Jani belanja hehe."

Sebagai rutinitas, pulangnya Jani malam-malam seperti ini dari Dicha adalah hal yang biasa, lelah pun sudah biasa. Tapi, entah kenapa malam ini ia merasa begitu lelah. Oh, mungkin karena tadi sudah berkeliling belanja dan mencari tas untuk ibunya Azka.

Baru saja Jani akan menelpon Kemal, tiba-tiba ponselnya berdering.

Kring.

Kang Azka? Batinnya.

"Halo, assalamualaikum. Ada apa, kang?"

"Waalaikumussalam.. Jan, hmm.... besok malem habis dari Dicha kamu ada acara?"

"Besok malem? Enggak sih kayaknya. Kenapa, kang?"




"Ibu pengen ketemu kamu katanya."

"Hah???"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kemal's StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang