#jof_kemal
Banyak hal yang dapat membuat seseorang cemas sendiri dalam menghadapi suatu hal. Misalnya kecemasan seorang suami saat menunggu kabar dari istrinya yang tengah dalam proses persalinan. Atau kecemasan detik-detik seorang calon suami yang akan segera mempersunting sang calon istri. Tingkat kecemasannya relatif, memiliki tingkat kecemasan yang berbeda.
Begitu pula yang dirasakan seorang Kamidia Ajanee hari ini. Hari di mana ia harus membereskan segala kebutuhan administrasi dan persyaratan untuk mengikuti sidang akhirnya. Meskipun Janee sudah menyiapkan segalanya, menyiapkan persyaratan dari a hingga z, tetap saja kecemasan tidak bisa ia hindari. Muncul rasa takut persyaratan yang kurang lengkap, isi skripsi yang tidak sesuai, hingga perasaan takut tidak dapat menjawab pertanyaan saat sidang.
Hal-hal seperti itu memang wajar terjadi. Apalagi hal ini menyangkut hidup dan matinya seorang mahasiswa. Menyangkut masa depan mahasiswa itu sendiri. Jelas, bagaimana tidak? Perjuangan menjalani kehidupan kuliah selama empat tahun, membuat nyawa seseorang seperti dipertaruhkan dalam waktu satu jam saja. Atau bahkan ada yang tidak mencapai waktu satu jam, misalnya dua puluh menit saja. Kesalahan sedikit saja, mungkin dapat mempengaruhi hasil akhir. Dan mempengaruhi keputusan lulus atau tidak lulusnya seorang mahasiswa.
Beruntung Janee memiliki Kemal, yang selalu setia berada di sampingnya, di saat susah sekalipun. Demi Janee, Kemal rela ikut berpusing ria menyusun isi skripsi Janee hingga lampiran demi lampiran tak luput ia susun rapi. Ia ingin membantu Janee, setidaknya dapat mengurangi kecemasannya, dan juga pekerjaannya.
"Yang, ini lampiran fotonya belum deh, yang, buat skripsi yang ini." Janee cukup kesulitan karena harus mengumpulkan tiga copy skripsi saat pemberkasan.
"Oh iya, ini ini. Terus apalagi yang kurang, yang?"
"Udah kok, yang, beres semua. Bentar aku cek dulu semuanya." Kemal melihat catatan yang telah dibuat oleh Janee. Susunan isi skripsinya mulai dari kata pengantar hingga lampiran. Setidaknya Kemal masih ingat bagaimana susunan isi sebuah skripsi. Sehingga ia tidak harus menanyakan detilnya pada Janee yang tengah serius menyusun berkas persyaratan sidangnya.
"Yang, ini udah lengkap semua. Persyaratan gimana? Udah beres?"
"Udah, yang. Insyaa Allah lengkap deh ini."
"Sini aku cek. Mana catetannya."
Biasanya perempuan lah yang akan tertib mengurus hal-hal seperti ini bukan? Ya, tapi ini Kemal. Laki-laki yang senang akan kerapihan, tertib, disiplin, melebihi seorang perempuan. Bahkan Janee saja kalah rapi dan tertib dibandingkan dengan Kemal. Tidak jarang Janee sedikit minder dan malu, karena sebagai seorang perempuan ia merasa gagal. Merasa posisinya justru diambil alih Kemal. Harusnya seperti inilah yang Janee lakukan saat Kemal sibuk mengurus pemberkasannya beberapa waktu yang lalu. Bukan malah Kemal yang sangat sangat membantunya mengurus segala hal. Pikir Janee.
Setelah segala persyaratan telah selesai disusun, Kemal mengantar Janee ke kampus dengan membawa tiga copy skripsinya. Sesampainya di kampus, giliran Janee sekarang yang sibuk bekerja, Kemal hanya duduk dan membantu jika Janee terlihat membutuhkan bantuan. Janee berlari ke sana dan ke mari. Menyampaikan berkas dari ruang satu ke ruang lainnya.
Meskipun segala berkas Janee telah selesai dikumpulkan, Janee tidak serta merta bersantai ria duduk bersama kekasihnya yang tengah menunggunya sejak tadi. Janee membantu teman-temannya yang lain, yang juga tengah kewalahan mengurus segala pemberkasan mereka. Kemal merasa tersentuh, karena di saat seperti ini, di saat orang bisa saja tidak memikirkan orang lain dan hanya memikirkan diri mereka sendiri, Janee dan teman-temannya saling membantu satu sama lain. Sehingga mereka akan beristirahat dalam waktu yang sama. Sehingga tidak ada pemandangan seseorang duduk manis dan tenang di saat temannya sibuk sendiri mengurus pemberkasan.
Janee menarik napas panjang seraya duduk di samping Kemal, kekasih yang setia mengantarnya dan menunggunya.
"Nih, minum dulu. Kamu juga belum makan kan tadi?" Kemal menyodorkan satu botol air mineral dan roti bungkus yang ia beli tadi saat Janee sedang sibuk membantu teman-temannya. Janee memang belum sarapan sejak pagi. Saat sedang cemas seperti itu lapar pun memang kadang tidak terasa. Meskipun Kemal sudah mengingatkan, tapi si keras kepala Janee tidak akan mau mendengarkan.
Janee melihat ke arah kekasihnya itu, melihat dengan tatapan sedih. Tentu hal itu membuat Kemal bertanya-tanya, kenapa kekasihnya memasang raut wajah yang sedih seperti itu.
"Kok cemberut gitu? Kenapa, yang? Capek ya?" Janee menundukkan kepalanya masih dengan wajah yang sedih.
"Yang?" Kemal melihat wajah Janee dari arah bawah, karena Janee betul-betul menundukkan kepalanya membuat Kemal sulit melihat wajahnya.
"Kamidia Ajanee. Coba sini lihat aku, Jan." Kemal memegang bahu Janee, mengarahkannya untuk menghadap dirinya. Kemal menangkup wajah Janee dengan kedua tangan hangatnya.
"Kamu kenapa?" Wajah Janee memerah. Sangat terlihat menahan tangis yang suatu saat akan pecah.
Janee kembali menarik napas panjang. "Aku malu, Mal."
Kemal bingung dengan ucapan Janee. "Loh, malu kenapa?"
"Kamu udah bantuin aku banyak banget dari kemarin kemarin, udah bantuin aku nyusun lampiran sampe persyaratan," Tak sadar, Janee menjatuhkan air matanya. Satu tetes, dua tetes. Membuat tangan Kemal sigap menghapusnya dari pipinya. "Harusnya aku yang kayak gitu, pas kamu ngurusin sidang waktu itu. Aku gak guna banget, yang, jadi ceweknya kamu. Aku ngerasa gagal banget jadi cewek kamu. Aku gak pantes jadi pacar buat orang sebaik kamu, yang."
"Ssshhh. Gak usah ngomong gitu ah. Kamu juga banyak bantuin aku kok. Waktu itu yang urus baju aku siapa? Yang urus konsumsi buat sidang jurusan aku siapa? Kan kamu semua, yang. Sendirian. Itu tuh banyak loh, yang. Kamu urus sendirian. Sama aja, yang, kayak aku sekarang. Kita saling bantu dalam hal yang bisa kita lakuin kan? Kamu bisa bantu aku siapin baju, urus konsumsi dosen sama temen-temen aku, karena emang kamu pinter ngurus dalam hal itu kan?
Aku juga sama. Aku bantuin kamu siapin berkas, karena aku bisa bantu kamu nyusun semuanya, jadi kamu bisa ngerjain kerjaan kamu yang lain. Bukan berarti kamu gak bisa apa-apa dan gak bisa diandelin, yang. Semua orang itu punya kelebihan masing-masing. Dan kelebihan kita masing-masing itu justru ngebantu banget kita. Jadi saling melengkapi kurangnya kita."
Kemal menarik kekasihnya itu dalam pelukannya. Seketika tangis Janee pecah saat itu juga. Membuat hati Kemal sedikit teriris, tidak tega ia melihat Janee menangis seperti itu. Ditambah fisik dan mental Janee memang sedang lelah karena mempersiapkan sidangnya. Kemal mengusap-usap kepala Janee. Comforting his girlfriend with his touch. His warm touch, and warm hug.
Janee melepas pelukannya, lalu menangkup wajahnya dengan kedua tangannya sendiri. Malu karena penampilannya kini pasti sudah tidak karuan. Basah, memerah, hingga matanya yang sembab. Kemal menarik kedua tangan Janee, agar ia dapat melihat wajah Janee dengan jelas.
"Udah ya, jangan nangis lagi. Aku kayak gini karena aku mau bantu kamu, yang. Aku sayang sama kamu. Jadi jangan mikir yang enggak-enggak. Mikirnya yang iya-iya aja. Hehehe." Ucapannya itu berbalaskan sebuah pukulan kecil dari Janee, yang sudah dapat tertawa karena candaannya tadi.
"Nah, gitu dong ketawa." Kemal mengusap wajah Janee dengan tissue yang ia ambil dari tas Janee. Membersihkan sisa-sisa air mata di wajah Janee. Terlalu sayang jika wajah cantik Janee harus ditutupi sisa-sisa air mata tadi.
"Makasih banyak ya, yang. Love youuu." Janee mengusap tangan Kemal, sambil mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan padanya, lewat malaikat berwujud manusia di hadapannya.
"Love youuuuu more, darl." Kemal membalas dengan mengacak rambut Janee, yang akhirnya dibalas lagi dengan cubitan Janee di lengan Kemal. Yang dicubit hanya tertawa bahagia. Bahagia saat dirinya masih bisa menjahili Janee. Bahagia saat dirinya masih bisa melihat tawa bahagia kekasih tersayangnya itu.
Happiness is a simple thing. When you're always beside me. When you're always around me.
And in the case like this, there're thousand good reasons, I want you to stay.
