#jof_kemal
Pagi ini, tepat tanggal 6 di bulan Januari, bulan kelahiran Kemal, Kemal terbangun seperti biasa dan terdiam, mensyukuri nikmat Tuhan yang masih bisa ia rasakan pagi ini. Kemal mengambil air wudhu dan melakukan shalat shubuh sebagai perwujudan rasa syukurnya pada Tuhan. Pagi ini cukup berbeda, Kemal cukup malas untuk beraktivitas, dan jika mengingat hari ini adalah hari terakhirnya berada di Bandung, ia seakan ingin menghentikan waktu sejenak. Tampaknya Kemal masih enggan untuk kembali ke rutinitasnya di Bali esok hari.
Ya, besok pagi Kemal harus kembali terbang ke pulau dewata memenuhi tanggung jawab atas pekerjaannya di sana. Mau tidak mau memang, karena ini merupakan konsekuensi yang telah ia sepakati dengan dirinya sendiri. Berada jauh dari keluarga tercintanya, teman, dan termasuk jauh dari si pujaan hati.
Kemal akhirnya beranjak dari tempat tidurnya, keluar dari kamarnya yang merupakan zona ternyamannya di rumah. Kemal menuruni anak tangga dan ia melihat sosok yang familiar baginya tengah sibuk sendiri di dapur rumahnya. Tapi itu bukan ibunya. Kemal menarik napasnya, mencoba mengumpulkan kembali nyawanya, lalu ia memicingkan kedua matanya ke arah sosok yang tengah berdiri di dapur agar sosok tersebut dapat terlihat dengan jelas.
"Jani?"
Perempuan itu terlihat terkejut saat Kemal menyebutkan nama Janee, lalu membalikkan badannya ke arah Kemal. Ia menghela napasnya, "Ya ampun, yang, aku kaget." Ternyata itu memang Janee.
Kemal cepat-cepat menghampiri Janee dengan wajah yang sumringah, suara derap langkahnya yang setengah berlari sangat terdengar jelas, saking bersemangatnya melihat kekasihnya sudah ada di rumahnya pagi-pagi sekali. Kemal segera memeluk Janee yang masih menggunakan apron dan memegang spatula di tangannya.
"Yang, ini untung bukan pisau deh. Kamu kenapa sih?" Tanya Janee di sela-sela pelukan keduanya.
Kemal sedikit menjauhkan badannya dari badan Janee tapi kedua lengannya masih memeluk erat kekasihnya itu, "Kamu ngapain di sini? Terus kok rumah sepi banget?"
"Kamu lupa kalau ibu sama ayah kamu pergi ke Lembang hari ini?"
Kemal baru ingat kalau kedua orang tuanya memang sudah ada rencana akan pergi ke Lembang pagi ini. "Iya, terus kamu ngapain di sini? Pake masak di dapur segala, kan aku jadi seneng." Kemal tersenyum sangat lebar sampai gingsulnya terlihat oleh Janee.
Janee tertawa kecil, lagi-lagi ia merasa gemas jika Kemal sudah seperti itu. Janee melepas pelukan Kemal, ia ingat bahwa ia tengah menggoreng sesuatu sebelum Kemal memanggilnya tadi. Kemal hanya menatap Janee dari belakang dengan wajah yang kecewa.
"Aku dikacangin," Kemal berdiri di samping Janee dengan wajah yang cemberut. Sengaja maksudnya untuk menarik perhatian Janee. Tapi Janee fokus pada masakannya. Janee hanya meminta Kemal untuk duduk manis di kursi meja makan. Kemal menuruti dan melangkah ke arah meja makan dengan langkah yang terlihat cukup malas.
Janee tertawa kecil dan melanjutkan mengolah masakannya yang belum rampung. Kemal terduduk di kursi meja makan sambil menopang dagunya di atas meja. Tersenyum sendiri melihat Janee dari belakang, melihat Janee sibuk sendiri di dapur. Kemal membatin, oh, mungkin begini rasanya menunggu sarapan dari seorang istri, mungkin ini rasanya melihat istri tersayang memasak di dapur untuk kita.
Kemal melirik kursi yang berada di seberang kursinya, Kemal mulai berimajinasi. Ia mulai membayangkan seorang anak kecil tengah terduduk, memukul-mukul meja, tidak sabar untuk segera melahap sarapannya. Berteriak-teriak kecil, meneriakkan nama ibunya untuk segera menghidangkan sarapannya.
"Buuuuuuuuu, aku lapeeeeeeeeer."
"Iya, sayang, tunggu sebentar lagi, ya." Seseorang yang tengah sibuk memasak di dapur pun sedikit berteriak menenangkan putra kecilnya, "Mal, tenangin dong anak kamunya, sarapannya bentar lagi beres." Kemal tersenyum sendiri membayangkannya, gemas, dan tidak sabar menunggu kapan masa itu akan datang.
"Heh," Lamunan Kemal buyar setelah Janee menepuk pundaknya pelan, "Senyam senyum sendiri, mikirin apa hayo?"
"Aku abis ngebayangin, aku sama anak kita lagi nunggu sarapan dari kamu, yang." Jawab Kemal dengan hehehe-nya.
"Yakin itu anak kita? Gimana kalau ternyata itu anak kamu sama orang lain, terus aku bantuin masak doang?" Janee menjawab Kemal sambil berjalan kembali menuju dapur untuk mengambil beberapa makanan yang masih ada di dapur.
"Ih, ya anak kita atuh, yang. Kamu maaaah. Emangnya gak mau??"
Janee hanya tertawa kecil sambil menata masakan di atas meja makan Kemal. "Udah, sekarang mending kamu cuci muka terus gosok gigi buruan,"
Kemal menuruti Janee, ia berjalan menuju kamar mandi dengan wajah yang sedikit kesal. Janee kembali menyiapkan segala persiapan untuk sarapan kekasihnya itu, hingga saat Kemal kembali ke ruang makan ia terkejut melihat sebuah kue beserta lilin menancap di atasnya. Kemal menghampiri meja makan sambil tersenyum, lalu duduk di samping Janee.
"Happy early birthday, Kemal Pranaja!"
Kemal tersenyum lebar, menatap lekat kekasih yang ada di sampingnya. Matanya mulai terasa panas. Janee memegang kedua tangan Kemal, "Selamat ulang tahun ya, sayang. Masih lama sih, tapi kan kamu besok berangkat lagi ke Bali, jadi aku ngelakuin ini hari ini. Sebenernya bukan ngerayain ulang tahun sih ya, mmm... mungkin lebih ke service sebelum kamu berangkat lagi. Ya sekalian aja lah gitu. Hehe."
Janee melanjutkan lagi, "Sebentar lagi jatah umur kamu berkurang, yang. Semoga kamu bisa manfaatin sisa umur kamu ini dengan hal yang positif, bermanfaat, selalu dikasih kesehatan, dilancarkan dan dimudahkan terus kerjanya, selalu dilindungi, makin soleh, makin ganteng, makin gemes, selalu jadi kesayangannya aku. Makasih udah selalu jadi yang terbaik buat aku, aku bersyukur banget bisa ketemu kamu. I love you, honey."
Kemal tertawa kecil, air matanya menetes mendengar every single words dari kekasihnya itu. "Ihhhh, kok nangis????" Janee tertawa, "Jangan nangis atuh, masih pagi, ih, Kemaaaaal." Janee tertawa kecil, lalu menarik Kemal dalam pelukannya. Menenangkan kekasihnya itu, menyerap perasaan cinta diantara keduanya, menyerap perasaan rindu yang sampai kapan pun masih tetap ada pada diri mereka. Dan tanpa sadar kedua pipi Janee pun kini mulai basah. Ia masih rindu, tidak ingin melepas kekasihnya itu pergi besok.
Kemal melepas pelukannya, tertawa kecil sambil sedikit terisak sisa dari tangisnya tadi, "Tuh, kamu juga nangis," Kemal menyeka air mata di pipi Janee, menangkup wajah Janee dengan kedua tangannya.
"Makasih banyak ya, sayang. Aku speechless banget, gak tau mau ngomong apa. Semua doa dari kamu aku doain balik buat kamu, ya. Pokoknya makasiiiiiiih, I love you too, honey." Kemal mencium kening Janee. Air mata Janee kembali menetes, tapi tiba-tiba ia menutup mulutnya lalu tertawa. Kemal menatap Janee dengan wajah yang betul-betul heran.
"Kok ketawa?" Kemal menyeka kembali pipi Janee yang basah.
"Enggak. Lucu aja aku pake apron gini, kamu masih pake piyama, terus kita nangis-nangisan masih pagi."
Keduanya tertawa. Lalu mulai menyantap masakan yang sedari tadi sudah tersaji di atas meja.
There's a reason people like you and I find each other. Maybe it's God, maybe it's fate. But, I know it's not an accident that I found you. I love you. - Unknown
