#jof_kemal
Seperti biasa, siang ini Kemal menemui Janee di gedung fakultasnya. Kemal melangkahkan kakinya di fakultas Janee dan mencari Janee di LaBoga, tempat Janee dan teman-temannya biasa bersantai sambil menunggu kantin kecil di dalamnya. "Punten," Kemal mengetuk pintu LaBoga. "Mel, ada Jani gak?" Tanya Kemal pada teman Janee yang ada di dalam LaBoga.
"Eh, Mal, Jani barusan keluar tuh mau nelfon dosen dulu katanya."
"Oh gitu,"
"Bang Kemal! Cari teh Jani ya? Tadi mah di sini sih sekarang gak tahu ke mana." Naya muncul dari suatu ruangan di LaBoga.
"Eh, Nay. Iya nih cari Jani. Udah kok, Nay, katanya lagi keluar buat nelfon dosen dulu." Naya hanya mengangguk2 sambil ber-oh ria. "Mel, makasih ya! Nay, duluan ya!"
"Iya, bang, hati-hati."
Saat Kemal baru saja membalikkan badannya setelah berpamitan tadi, terlihat Janee berjalan setengah berlari ke arahnya dengan ponsel yang masih menyala.
"Mal! Pas banget sih kamu uuuu my boy indeed." Janee mencubit pipi Kemal. Jika seperti ini, Janee pasti menginginkan sesuatu.
"Kenapa sih kamu? Pasti ada apa-apa deh."
"Hehe tau aja. You know me really well." Benar saja tebakan Kemal, karena jarang-jarang Janee seperti ini. Janee akan bertingkah seperti tadi kalau ada sesuatu yang terjadi.
"Aku mau minta tanda tangan buat skripsi aku ke pembimbing. Nah aku nungguin kan dari tadi, taunya si bapak udah pulang, Maaaal. Terus aku disuruh ke rumahnya gitu katanya. Dan rumahnya di Cibiru. Aku kan gak bawa motor, tadi dijemput kamu. Jadi--" Penjelasan Janee yang panjang dan tiada henti itu dipotong oleh Kemal.
"Jadi kamu minta aku anterin kamu?" Pertanyaan Kemal ini dibalas cengiran khas kekasihnya.
Kali ini Kemal yang mencubit pipi Janee. "Iya iya aku anterin. Yok mau pergi kapan?"
"Sekarang!" Janee menjawab Kemal tanpa berpikir panjang.
Panasnya Bandung siang ini tak membuat sepasang kekasih ini mengeluh. Demi skripsinya, Janee rela melakukan apa saja. Meski harus bertumpah darah, semua akan dilalui, ucapnya. Dan demi Janee, apalagi demi sesuatu yang sangat berarti bagi masa depannya, Kemal pun rela melakukan apa saja. Untuk orang yang sangat ia cintai.
Tanda tangan dosen pembimbing sudah Janee dapatkan. Hanya kurang dari 10 menit untuk mendapatkannya. Tapi harus menempuh 1 jam lamanya, ditambah panasnya cuaca Bandung hari ini, juga kemacetan Bandung yang membuat keduanya merasa lelah hanya demi sebuah tanda tangan.
Janee dan Kemal memutuskan untuk langsung pulang karena takut terjebak macetnya Bandung yang kadang tidak terduga.
Di tengah-tengah perjalanan mereka, Kemal tiba-tiba menepi dan menghentikan motornya di pinggir jalan raya.
"Yang, kok tiba-tiba berhenti??" Tanya Janee pada Kemal yang sudah membalikkan badannya terlihat akan mengucapkan sesuatu.
"Tukeran lah, yang, nyetirnya. Aku capek nih, ngantuk."
"Ih, aku gak bawa sim."
"Mana ada kamu gak bawa sim." Kemal tahu betul Janee hanya membuat alasan. Karena Janee adalah anak yang rapi dan tidak pernah ada satu pun barangnya yang tertinggal. Kecuali hati Janee, selalu tertinggal bersama hati Kemal.
"Aku gak bisa bawa matic."
"Bohong banget orang motor kamu beat. Aku gak bego, Jan." Memang terlalu tidak masuk akal alasan Janee yang terakhir itu. Kemal merasa Janee memang benar-benar tidak mau bertukar posisi. "Ya udah kita naik angkot aja, ya. Aku ngantuk banget nih serius."
"Hah? Terus ini motor gimana? Mau dimasukkin ke dalem angkot gitu???"
"Paketin aja lah. Ya? Plis banget ini mah dari pada kita masuk rumah sakit terdekat."
"Mending naik grabcar lah, dodol."
"Gak mau ah. Nanti aku jatuh, Jan." Kemal memang benar-benar mengantuk sepertinya. Ia susah payah menahan matanya untuk tidak menutup.
"Jatuh gimana sih?? Kan duduk kamunya."
"Ya kan nanti aku duduk, pake helm. Terus aku ini lagi ngantuk kan, pasti nanti oleng ke kanan atau ke kiri atau ke belakang, Jan. Nanti aku jatuh. Kamu tega?"
"Mal, kan pakai mobil. Aku bilangnya grabcar, Mal. Car kan artinya mobil. Yang kamu takutin itu kan kalau pakai motor." Sedang dalam situasi seperti ini saja, mereka masih bisa berdebat. Di bawah teriknya matahari Bandung, dan lalu pintas yang cukup padat.
"Oh, iya ya. Grabcar kan mobil."
"Ya udah sini gantian aku yang nyetir. Lagian kamu ngaco aja motor mau dipaketin dari Cibiru ke Gunung Batu."
Kemal hanya memberikan cengiran yang membuat gigi gingsulnya terlihat. Janee gemas sendiri melihatnya. Maybe she's a big fan of gigi gingsulnya Kemal. Dan ia juga tidak tega melihat Kemal yang betul-betul terlihat mengantuk. Maklum saja Kemal sudah lelah mengajar dari pagi, siang harinya langsung diminta untuk mengantar Janee ke Cibiru dari Setiabudhi.
Sepanjang jalan, Janee hanya tertawa kecil sendiri. Menertawakan betapa lucunya hubungannya dengan Kemal. Janee memutar kembali memorinya selama menjalani hubungan bersama Kemal dalam kurun waktu dua tahun tiga bulan ini. Berdebat mengenai hal yang tidak penting seperti mendebatkan grabcar dan motor Kemal tadi, melakukan hal yang kadang di luar dugaan seperti pertukaran tugas nyetir ini, sampai menggantikan Janee di kelas karena Janee sakit dan tidak dapat menghadiri kelas sedangkan ia sangat membutuhkan materi pertemuan hari itu.
Hal ini membuat Kemal menjadi sangat berharga bagi Janee. Karena selama ia menjalani hubungan dengan lelaki sebelum Kemal, Janee tidak pernah mengalami hal-hal yang ia alami saat ini, saat menjalani hubungan bersama Kemal.
'You know that nothing is impossible, as long as we hold on, we'll be unbreakble.'