Selamat tinggal bukan sampai jumpa

107 10 0
                                    

"Maafkan aku, maafkan aku ...."

"Maafkan aku, maafkan aku ...."

"Maafkan aku, maafkan aku ...."

"Maafkan aku, maafkan aku ... Kaka."

Terdengar lagi dari mulut Malika kata maaf. Aku bukannya bosan mendengar, hanya saja aku takut. Semakin sering dia meminta maaf akan semakin ingin aku memberinya maaf.

"Maaf untuk semua yang pernah aku lakukan." Tangannya masih melingkari tubuhku, sementara aku masih diam dan mendengarkan apa pun yang ia katakan.

"Saat itu ...."

"Kumohon ... berhentilah," pintaku yang tidak mengubah posisi. Suara rendah yang terdengar kini bukan karena aku kehabisan tenaga tapi karena aku sudah tidak tahu bagaimana cara menunjukkan rasa benciku terhadap Malika.

"Saat itu ...."

"Malika, kumohon jangan jelaskan apa pun," tolakku lagi.

"Bisakah kau mendengarkan aku sekali saja?" ucap Malika yang melepas pelukannya. Posisiku tetap membelakanginya.

"Azka, seandainya kau mau mendengar penjelasanku mungkin kau akan mengerti rasa sakit yang aku rasakan."

Lagi lagi aku membuatnya meneteskan air mata. Apa aku melukai perasaannya?
Malika tidak akan pernah tahu, setiap hari aku selalu dihantui oleh perasaan yang tidak pernah bisa kujelaskan pada siapa pun termasuk dirinya. Aku mendengar isak tangis Malika, dia mendengkus kemudian melangkah menjauh dari tempat aku berdiri.

"Malika ...." seruku.

Setelah mendengar aku menyebut namanya, Malika berbalik memperlihatkan tatapan sendu, si bening itu masih menghiasi pipinya.

"Mari saling melupakan," ucapku sambil tersenyum.

"Azka ...."

"Ini terakhir kalinya untuk kita saling menyapa, dekapanmu membuat rasa benciku hilang," jelasku dari jauh. Aku membagi senyum yang paling tulus dan memberanikan diri berbicara tenang di hadapan Malika.

"Kau sudah tidak membenciku?"

"Iya."

"Lalu?" tanya Malika heran.

"Ya, aku sudah tidak membencimu tapi aku tidak ingin kita saling menyapa lagi. Ini kedua kalinya kita mengucapkan perpisahan. Semoga ini akan jadi yang terakhir kalinya."

"Azka ...."

"Aku pamit."

Meninggalkan seseorang yang kita cintai dengan kebencian bukanlah hal baik sebab itulah aku meninggalkannya tanpa benci, pun bukan karena benci karena aku tidak ingin orang yang aku cintai menyakitiku lagi. Aku tidak ingin membenci untuk yang kedua kalinya.

"Dia hanya anak haram yang tinggal dengan keluarga yang berantakan."

Kalimat itu masih menghantui. Sering kali membuatku terbakar seolah tersambar petir berkali-kali.

"Aku tidak mencintainya, sama sekali tidak."

"Dia hanya anak haram yang tinggal dengan keluarga yang berantakan."

"Aku tidak mencintainya, sama sekali tidak."

Kalimat-kalimat itu masih setia bertebaran menemani perjalanan hidupku. Mungkin ingatan itu tidak akan hilang untuk seumur hidupku.

Wanita yang aku cintai, wanita yang aku percaya adalah wanita yang bahagia di atas semua kurangku. Ya, dialah Malika wanita yang menumbuhkan semua kalimat-kalimat kotor itu dalam ingatanku hingga berbuah kebencian. Namun, hari ini benci itu telah berusaha kulenyapkan.

Aku tidak akan membenci Malika lagi karena aku tidak akan pernah melihatnya meskipun dia berada tepat di depan mataku.

Jika masih ada hari esok, aku ingin pergi sejauh-jauhnya.

Jika hari ini aku pergi, apa aku akan bertemu mereka? Jika tidak, maka hari ini aku akan pergi. Ya, pergi.

BERSAMBUNG ....

Ada AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang