"Kau hanya anak yang tidak pernah aku inginkan. Setelah berkali-kali aku coba untuk membunuhmu selalu saja gagal. Napasmu adalah kutukan untuk keluarga ini. Untuk apa kau hidup tanpa ada seorang pun yang menginginkanmu?!"
"Ibu ... bisakah kau memelukku? Aku kedinginan, aku menggigil, Bu."
"Deritamu adalah kelegaan untuk keluarga ini, semakin kau menderita semakin Aku, Ibu dan Kiara merasa lega."
"Ayah, genggam tanganku. Berikan aku kekuatan. Tubuhku sakit Ayah."
"Kekuatan yang kau miliki tidak akan membuatmu bertahan lebih dari semenit, lebih baik kau pergi dan tidak pernah kembali karena di antara aku, Ibu dan Ayah pasti akan ada yang berhasil membunuhmu!"
"Kakak, aku ingin memakan bubur buatanmu. Jangan bunuh aku, jangan."
"Matilah kau ... akan kubunuh kau hari ini."
Aku terangkat. Keringat mulai membasahi seluruh tubuhku, sangat gelap.
Namun, syukur semua itu hanyalah mimpi.
Aku didatangi oleh mimpi buruk lagi. Aku melihat diriku saat kecil dulu, aku melihat penderitaan di wajah kecil pucat yang dipenuhi keringat dingin. Dosa apa yang telah si kecil dalam mimpi itu perbuat hingga rasa sakit selalu mengalir di sekujur tubuhnya?
Aku belum ingat betul kenangan-kenangan saat aku kecil dulu. Aku mengidap Amnesia Disosiatif, aku tidak tahu sejak kapan dan kenapa aku bisa bertemu dengan penyakit aneh semacam itu.
Mimpi-mimpi di masa kecil sering kali hadir menghiasi tidurku. Sangat jarang bagiku merasakan tidur nyenyak apalagi mimpi indah.
Siang dan malam hampir tidak ada bedanya, mereka sama terlihat gelap tanpa cahaya. Siapa sebenarnya aku? Dan kenapa aku berada di antara penderitaan yang aku sendiri tidak mengerti apa?"Azka?"
Itu suara Kiara. Setiap kali aku mimpi buruk dia selalu berdiri dan memanggil dari depan pintu kamar. Aku tidak yakin dia melakukan itu karena khawatir padaku, dia melakukan itu hanya karena ia ingin memastikan apa mimpi buruk berhasil mengganggu lagi malam ini.
Aku kembali merebahkan diri tanpa memperdulikan Kiara yang terus memanggil.
"Kau sudah tidur? Syukurlah. Tidur yang nyenyak jangan mimpi buruk lagi," ucap Kiara yang pasti sekarang tengah bertingkah bodoh tidur di depan pintu kamarku.
Aku takut. Aku selalu takut bertemu malam. Tidur dengan mimpi-mimpi buruk dan bertemu dengan diriku yang sama sekali tidak dapat kuingat. Kuharap Kiara akan masuk ke dalam kamar lalu menusuk perutku dengan pisau yang amat tajam. Aku ingin berakhir, tapi ada hal yang menahanku.
"Aku ingin mengakhiri ini, apa aku harus pergi menjadi orang baru dengan kehidupan baru? Atau berhenti di sini sebagai Azka yang tidak tahu jati diri? Aku butuh jawaban. Siapa pun, jawab aku di sini," gumamku di malam yang gelap. Dinginnya membuat tulangku menjerit. Inikah kedinginan? Tapi, jiwaku mati rasa.
Haruskah aku pergi? Atau tinggal di sini untuk seribu tahun lagi dengan segenap pahit yang menghujam hatiku?
Aku ingin pergi ...."Azka? Kau tidak apa-apa?"
"Kau ingin air?"
"Azka jawab aku, kau sungguh tidak apa-apa?"
Dia selalu saja bersikap seperti itu.
"Bawakan aku minuman," perintahku pada Kiara.
"Sungguh? Akan aku ambilkan," jawabnya yang terdengar begitu senang.
"Kau senang?"
"Iya, aku senang kau mau menerima bantuanku," jawabnya lagi dari balik pintu kamar.
"Jelas kau senang, karena aku memberimu kesempatan untuk meracuniku. Beri aku air lalu tuangkan racun ke dalamnya maka malam ini aku akan hilang untuk selama-lamanya."
BERSAMBUNG ....
Readers yang baik hati dan tidak sombong, kalo suka vote ya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Aku
Teen FictionSeberapa jauh kau akan berlari aku akan terus mengejar. Tidak perduli betapa sulit dan sakitnya itu akan tetap kulakukan. Kau bukan satu-satunya kebahagiaan yang aku punya tapi kau akan jadi satu-satunya di hatiku. Tetaplah di sini, memberiku senyum...