Malika ....
Mencintaimu adalah keharusan yang tidak boleh aku tinggalkan setiap hari.
Hari ini, aku telah benar-benar kembali dengan Malika. Menggenggam tangannya lagi adalah suatu kebahagiaan bagiku. Sudah lama, bahkan telah terlalu lama aku tidak merasakan genggaman hangatnya.
"Kaka, aku senang kau kembali."
"Sebenarnya aku tidak pernah pergi, aku selalu merindukanmu."
"Lalu kenapa kau berpura-pura dan selalu bersikap dingin?"
"Karena aku takut," jawabku sambil mengayunkan tangan yang tengah saling menggenggam dengan tangan manis Malika.
"Takut aku akan menyakitimu lagi?"
"Iya, sangat takut."
"Lalu, sekarang kau sudah tidak takut jika suatu saat aku akan menyakitimu lagi?"
"Aku lebih takut kehilang daripada sakit hati. Kehilangan itu ternyata lebih menakutkan."
"Kaka ... aku ingin menceritakan sesuatu padamu, agar aku tidak lagi hidup sebagai pembohong di sisimu," ucap Malika sambil menarikku duduk di salah satu bangku panjang yang ada di sekolah.
"Kaka ... sekarang dengar aku baik-baik, ya?" pinta wanita yang begitu aku cintai. Apa pun yang akan dia katakan, apa pun yang akan dia sampaikan, aku akan setia mendengar. Aku ingin menebus waktu yang telah begitu banyak hilang dan terbuang begitu saja. Malika adalah gadis yang banyak bicara, dan aku suka itu. Sepanjang apa pun dia bicara, tatapan dan pendengaranku selalu diam untuknya. Dia istimewa, selalu.
"Aku tidak mencintainya, sama sekali tidak. Dia hanya anak haram yang tinggal bersama keluarga yang berantakan," ucap Malika mengulang kalimat yang setahun lalu pernah dia ucapkan, aku sedikit sesak dan terbayang namun, aku berusaha untuk tidak tegang di hadapan Malika. Aku memperlihatkan mimik santai, seolah baik-baik saja atas kalimat yang dia ucapkan tadi.
"Kau tahu alasan aku mengatakan itu?" tanya Malika.
"Tidak, aku tidak pernah tahu."
"Lalu, kenapa saat itu kau tidak bertanya?"
"Untuk apa aku bertanya, yang kau katakan itu benar. Semuanya benar."
"Kaka, kau tahu? Kau itu sangat bodoh!" tegas Malika sambil menggeser tubuhnya agar berada lebih dekat denganku. Wanita ini selalu berhasil mencuri hatiku dengan segala tingkahnya. Entah itu tingkah konyol, gila, bahkan tingkah yang biasa pun aku telah kehilangan hati karena dicuri olehnya saat itu juga.
"Aku memang bodoh. Aku bodoh dalam segala hal." Tanpa sedikit pun membantah, aku langsung membenarkan apa yang dikatakan Malika. Benar, memang benar aku ini adalah pria bodoh yang sangat bodoh.
"Tapi, kau pandai dalam hal mencintai. Mencintaiku, dan mencintai semua orang." Jawaban Malika sedikit membuat terkejut.
"Mencintai semua orang? Malika, aku hanya mencintaimu. Selain dari itu tidak ada lagi," bantahku.
"Kau mencintai semua orang yang mencintaimu, kau menyayangi semua orang yang menyayangimu hanya saja perasaanmu kadang terlalu egois untuk mengakui itu." Aku terkekeh. Malika benar-benar seperti gadis kecil yang polos. Memandang semua hal baik. Memandang semua orang baik dan tidak pernah membayangkan sesuatu yang buruk juga sisi kejam seseorang. Aku ini sosok yang kejam, buruk, hampir tidak ada sesuatu yang baik dalam diriku.
"Malika, dengarkan aku baik-baik." Sambil menggenggam kedua tangan Malika dan menghadap ke arahnya. Binar matanya tak kuasa kutatap, namun hasratku untuk terus menatap terlalu besar. Inilah wanita yang telah menyakitiku, dia kembali sebagai orang yang kucintai dan aku berharap dia tidak akan kembali sebagi sosok yang akan menyakitiku lagi.
"Aku hanya mencintaimu. Aku tidak mencintai siapa pun selain dirimu. Ya, tidak. Bahkan, aku tidak mencintai diriku sendiri. Aku hanya mencintaimu, Malika. Hanya kau," sambungku lagi.
"Kaka, saat kau mendengar aku mengatakan kau anak haram, apa yang kau rasakan?"
"Sakit."
"Itulah yang aku rasakan. Karena aku ada dalam dirimu. Dan, jiwamu juga ikut bersamaku."
"Maksudmu?" tanyaku pada Malika. Aku bingung dengan apa yang dia katakan. Aku masih belum mengerti.
"Iya, aku sakit saat mengucapkan itu. Aku juga sakit saat mendengar itu meskipun kalimat itu keluar dari mulutku sendiri."
"Lalu kenapa kau mengucapkan itu?"
"Karena, jika aku tidak mengucapkan itu maka kau akan semakin sakit dan aku juga akan kehilangan dirimu."
"Bukannya saat itu juga kau telah kehilangan?"
"Masih dapat melihatmu bukan kehilangan bagiku, aku takut kau akan pergi dan tidak pernah kembali."
"Malika, aku belum mengerti dengan apa yang kau katakan sejak tadi. Apa yang tengah berusaha kau sampaikan?"
"Ayahmu dan aku ...."
"Ayahku dan kau?"
"Saat itu ...."
BERSAMBUNG ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Aku
Teen FictionSeberapa jauh kau akan berlari aku akan terus mengejar. Tidak perduli betapa sulit dan sakitnya itu akan tetap kulakukan. Kau bukan satu-satunya kebahagiaan yang aku punya tapi kau akan jadi satu-satunya di hatiku. Tetaplah di sini, memberiku senyum...