4

346 16 4
                                    







"Laper ih ga ada makanan dirumah,"

"Bohong."

Anya mengerucutkan bibirnya tanda kesal, si Al nih ga peka banget sih. Kan dia mau ngajakin cowok itu makan diluar.

"Ga mungkin banget dirumah kamu ga ada makanan. Sana makan nanti sakit, mati lho."

"HEH MULUTNYA!"

Terdengar tawa terbahak Al diujung sana.

"Pizza kayaknya enak sih," Anya mencoba lagi.

Sebenarnya dia bisa aja kan langsung bilang apa maksudnya, tapi gadis ini terlalu gengsi.

Entah hubungan macam apa yang sedang mereka jalani, chat aja jarang apalagi telponan. Jalan berdua bisa diitung pake jari, itu pun cuma sekedar makan siang berdua sepulang sekolah.

Jangan harap Al bakal ngajakin dia malam mingguan atau ngedate hari minggu.

Ga pernah sama sekali.

Yang rutin dilakuin sama cowok itu cuma ngantar-jemput dia sekolah, itu pun alo tuh cowok ga bolos dari pagi.

Tapi, malam minggu ini, entah kenapa Anya pengen banget keluar. Sumpek dirumah.

Sepi.

Biasanya Mbak Laras yang bawel bakal nemenin dia mengobrol sambil nonton sinetron di TV, tapi kemarin Mbak Laras pulang kampung menengok Ibunya yang sakit.

"Jangan kebanyakan makan junk food ga baik."

"Di rumah cuma ada nugget, junk food juga. Ga baik." tukas Anya sebal.

"Ya udah goreng telur sana, jangan manja."

Al emang biasanya jadi keras, kalo Anya mulai manja. Kebiasaan yang susah hilang dari gadis cantik ini. Sebab, ia adalah anak tunggal dan sangat disayang oleh kedua orang tuanya yang sibuk dan hampir jarang ada dirumah.

"Kamu dimana sih? Ga bisa apa kesini dulu ngajak aku makan diluar?!" tanya Anya, akhirnya tak tahan juga.

Bodo amat sama gengsi.

"Aku sibuk Anya, makanya ini aku nelpon. Mau bilang kalo hape aku bakal ga aktif sampai besok. Ga usah nyariin."

"Mau kemana? Kok sampe ga aktif sih?"

"Adalah pokoknya. Udah dulu ya. See you senin."

Dan telpon itu ditutup begitu aja.

Hal itu membuat Anya kesal, ya udah kalo Al bisa seenaknya gini, emangnya Anya ga bisa?

"Halo? Devano kamu dimana?"














*















Al menatap gadis yang berada disamping ranjang dimana Ibunya terlelap itu. Tangan gadis itu menggenggam tangan ibunya erat.

"Makasih udah jagain Mama." ucap Al pelan.

Keira mendongak, "Kamu darimana?"

"Tadi ada masalah sama anak Garuda."

"Al," suara Keira tercekat, tampak amarah di matanya, "Kapan sih kamu mau berhenti tawuran?"

Al hanya membalas tatapan Keira dengan pandangan kosong.

"Mama kamu butuh kamu, beliau ga bakal seneng kalo ngeliat anak semata wayangnya jadi berandalan."

Ucapan tersebut membuat Al tersentak. Ia memandangi Mamanya dengan pandangan sendu.

"Udah malem, kamu pulang aja. Kasihan Aldo nungguin diluar." ucap cowok itu.

Keira bangkit dari duduknya, "Kalo perlu apa-apa, hubungin aja aku. Tapi kamu harus ingat, yang paling Mama kamu butuhin itu kamu ada disampingnya dalam keadaan sehat," Keira mengusap luka yang masih basah di pelipis Al, "Bukannya bonyok kayak gini."

"Jangan terlalu perhatian sama aku Kei." Al menepis tangan Keira, "Pacar kamu nunggu diluar." tegas cowok itu lagi.

Keira tersenyum pahit, "Aku tinggal ya, salam buat tante kalau beliau bangun."

Aldo menatap punggung Keira yang berlalu meninggalkannya.

"Sorry udah ganggu malam minggu kamu Keira."














*














Al terbangun ketika merasakan usapan lembut dirambutnya. Cowok itu segera membuka mata, hatinya menghangat melihat Mamanya sudah sadar dan sedang tersenyum kepadanya.

"Selamat pagi Ma," Al mengecup dahi Mamanya lembut.

Tangan lemah itu mengusap pelipis Al yang sudah diplester, "Berantem lagi Mahesa?" tanya Mamanya.

Al tidak menjawab, ia malah bangkit dan meregangkan badannya yang kaku karena tertidur dalam posisi duduk semalaman.

"Ma, Mama kok ga bilang ke Al kalo kambuh? Malah nelpon Keira terus." protes cowok itu, mengabaikan pertanyaan Mamanya tadi.

Mamanya tersenyum, "Mama ga mau ganggu acara kamu."

"Tapi Mama jadi ganggu acaranya Keira." desah Al pelan, tapi segera sadar hal itu akan membuat Mamanya merasa tidak enak pada gadis manis tetangganya itu.

"Mama ga tau kalo Keira sedang diluar tadi malam. Yang Mama ingat hanya Keira," ucap Mamanya pelan.

Al mengusap tangan mamanya lembut, "Ma udah ya, kalo ada apa-apa langsung telpon Al aja. Apapun itu bakal Al tinggalin demi Mama."

Wanita paruh baya itu menggenggam tangan anaknya erat, dan mengangguk pelan.

"Lagian, Al sama Keira kan udah ga ada apa-apa Ma," ucapnya lirih.















*
















"Mbak Anya tadi ada kiriman dari gojek buat Mbak Anya," lapor Bi Asri, padahal Anya udah ngantuk berat karena baru nyampe rumah jam sebelas empat lima.

"Kiriman apa Bi?" tanya gadis itu bingung, ia tidak merasa memesan sesuatu.

Langkahnya terhenti ketika melihat sekotak pizza diatas meja makan.

Anya menggigit bibirnya dengan mata memanas, tiba-tiba perasaan bersalah menyelubungi hatinya.













*













Malam ini, Al balik kerumah atas desakan Mamanya. Alasannya besok Al sekolah, jadi ga boleh lagi nginap di Rumah Sakit. Sebagai gantinya, Bi Sity yang bakal nemenin Mama disana.

Al menghempaskan tubuhnya diatas ranjang. Ia merogoh handphonenya yang sejak kemarin tidak ia charge.

Puluhan notifications masuk ke hapenya, ia menyernyitkan dahinya. 36 missed call dari Anya. Kenapa? Padahal cowok itu sudah dengan jelas mengatakan jangan menghubungi dirinya.

Al mengabaikan hal tersebut dan membuka line-nya yang udah ratusan. Kebanyakan dari grup, tapi tangannya refleks membuka chat dari Farhan temannya.

Farhan Sultan boss ini cewek lu bukan?

Farhan Sultan sent you a photo

Rahang Al mengeras melihat foto tersebut, ia mengepalkan tangannya marah. Dengan cepat ia meraih kunci motor yang tergeletak diatas meja.















*

[5] ALWAYS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang