12

312 17 0
                                    






Anya turun dari kamar dengan mata sembab, ia menatap benci pada cowok yang berdiri di teras rumahnya malam ini.

Berani-beraninya cowok ini muncul dihadapannya. Dan mengancam tak akan pulang sebelum Anya keluar.

"Ngapain?" tanya Anya ketus.

"Anya mata kamu bengkak," Al meraih pipi Anya, namun langsung ditepis gadis itu dengan kasar.

"Kamu lihat pigura itu?" desah Al, tampak perasaan bersalah dimatanya.

Tentu saja ia tahu, pigura itu dan beberapa barangnya berserakan di lantai. Bi Siti mengatakan kalau gadis itu tadi sempat menunggunya di kamar, sebelum akhirnya berlari pulang tanpa pamit.

"Kamu bilang aku lebih cantik, cih. Udah ke berapa cewek kamu bilang gitu? Dan tetap aja bagi kamu Keira kan yang paling cantik?" kata Anya ketus.

"Anya, Keira masa lalu," Al menghela nafas berat, "Lagi pula enggak pernah ada apa-apa diantara kami." cowok itu berusaha meraih tangan Anya, tapi gadis itu sudah antipati dengan mundur beberapa langkah.

"Mulut bisa bohong, tapi foto itu enggak Al. Apalagi hati kamu. Kalo aku bisa terima cuma jadi pelampiasan karena kamu ga bisa dapetin dia, kamu salah besar. Aku mau putus!" seru gadis itu dengan mata berair.

Dadanya seakan mau meledak. Baru beberapa hari yang lalu ia merasa diatas angin ketika mendengar kata-kata manis cowok itu.

Tapi semesta berkata lain, Anya tidak cukup pantas untuk merasakan kebahagiaan seperti kemarin. Dengan cepat, semesta merenggut semuanya dari Anya.

Dan Anya capek dipermainkan.

"Good bye Al," bisiknya lirih sebelum lari masuk kerumah.

Meninggalkan cowok yang tampak hampa karena ditinggalkan tanpa sempat menjelaskan.

































*






















Anya datang ke sekolah dengan mata yang bengkak, tapi ia tak peduli. Semalaman ia kembali menangis saat Al pulang.

Hatinya hancur.
Harusnya ia belajar dari pengalamannya bersama Fahri.

Tapi semalam ia malah menangis jauh lebih keras dan lebih lama daripada saat diputuskan oleh Fahri. Alasannya ia tahu benar, ia sangat mencintai cowok brengsek itu.

Anya menyeka matanya yang berair.

Bodoh Anya, kamu ga boleh nangis di sekolah!

Ia menelungkupkan mukanya ke meja, berusaha meredam emosi di dada. Ia tidak boleh terus menangis karena Al. Ia harus kuat!




















*














Tanpa sadar Anya terus melirik ke bangku belakang tempat cowok itu biasa duduk. Kosong, tanpa keterangan.

Bel baru saja berbunyi, dan Nindah sudah duduk didepan Anya.

"Anya ko matanya bengkak? Kamu habis nangis ya? Kenapa? Berantem sama Al?" tanya gadis itu kepo.

Anya melengos, kenapa sih gadis ini selalu ingin tahu urusan orang?

"Gapapa, aku capek Nin. Mau ke UKS, bilangin Andy ya." kata Anya sambil bangkit menuju keluar. Andy, ketua kelas btw.

Sebelum menuju UKS, Anya melirik sebentar kearah Danu dan Farhan yang asyik mengobrol dengan cowok-cowok lainnya. Kenapa mereka ga penasaran kemana Al pergi?

























*














"Good job Anya, like always." puji Mas Bayu, fotografer hari ini.

Anya tersenyum tipis, ya iyalah temanya mellow gitu cocok sama suasana hatinya saat ini.

Ya, walaupun sudah lewat seminggu sejak putusnya ia dan Al. Gadis itu masih saja sedih.

Belum lagi sejak saat itu Al tidak pernah masuk sekolah. Membuat Anya sungguh khawatir. Hampir saja ia tidak bisa menahan diri untuk mendatangi rumah cowok itu, tapi Anya masih punya harga diri.

Karena pemotretan telah usai, gadis itu membereskan barang-barangnya dan menelpon Pak Iwan. Saat menunggu didepan, Angga menghampiri.

"Ga pulang sama cowok kamu?" sapa cowok itu.

"Enggak," jawabnya pendek.

"Mau sekalian bareng ga Nya?" tawar Angga, dan dijawab gelengan oleh Anya.

"Silahkan duluan Ngga." tolaknya halus.

"Ya udah duluan ya Nya," ia pamit, "Eh hape kamu bunyi tuh."

Saking sibuknya dengan pikiran sendiri, ia sampai tak sadar hapenya berbunyi.

"Halo, Iffa. Kenapa?"

Hape Anya hampir terjatuh karena seluruh tubuhnya mendadak lemas. Tangannya berusaha mencengkram tiang disampingnya untuk menopang diri.

"Lho Nya kamu kenapa?" tanya Angga panik, ya cowok itu masih disana.

"Angga," suara gadis itu tercekat, "Tolong anterin aku ke rumah sakit," pintanya lirih.




















*   

[5] ALWAYS ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang