11

679 61 6
                                    

Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

( QS. Luqman : 14-15 )

-::-

MEREKA tiba di Museum Sikkah Hadid Al Hijaz sekitar pukul Sembilan. Di lantai dua museum itu lah tersimpan peninggalan sejarah Islam, Busur Panah milik Saad Bin Abi Waqqash.

Terpajang dengan baik, disimpan dalam etalase kaca yang cukup tebal, agar awet berada di sana dan juga aman. Hamas dan Saad berdiri bersisian, memandangi busur panah itu dengan tatapan takjub.

Hamas pernah main panah yang terbuat dari kayu. Tarikannya 50Lbs dan itu membuatnya pusing setengah mati begitu menarik string menggunakan ibu jarinya. Lantas, busur ini...

Kelihatannya lebih tangguh daripada busur panah yang pernah Hamas gunakan.

Tampak terlihat busur yang begitu kokoh. Terbuat dari kayu pilihan yang melengkung setengah lingkaran. Di bagian tengah bawah terlihat sudah sedikit retak. Di ikat dengan lilitan tali besi. Sedangkan di sisi-sisi yang lain tampak beberapa goresan benda tajam dan sedikit gombal akibat benturan dengan benda tumpul.

Saad memandangnya nyaris tak berkedip.. Rasanya dia ingin sekali memegang busur panah itu dengan tangannya sendiri, menggunakannya untuk melesatkan anak panah.

"Sayyidina Saad Bin Abi Waqqash," kata Saad dengan pelan. Nada suaranya begitu menghormati pemilik busur panah yang terpampang angkuh di hadapannya. "Panahnya ngga pernah meleset, begitu juga doanya."

Hamas menebak lagi, panah itu pasti berat dibanding panah yang pernah dia gunakan beberapa waktu lalu.

"Yang bisa panah, dia doang, Ad?"

Hamas bertanya sembari mengagumi busur panah yang ada di depannya. Bentuknya bagus dan tidak umum. Dahulu, pasti Saad selalu memegangnya untuk melindungi Nabi. Hamas membayangkan betapa cepatnya Saad Bin Abi Waqqash mengambil anak panah, meletakkannya di busur panah, menariknya tanpa merasakan berat atau sakit sama sekali pada ibu jarinya.

Terlebih dari itu, Saad Bin Abi Waqqash pasti keren sekali melesatkan anak panah dari atas kuda.

Sesuatu hal yang belum pernah Hamas coba dan dia ingin sekali suatu hari berlatih berkuda bersama Saad sekaligus belajar memanahnya juga.

"Ngga lah," sahut Saad. "Selain beliau, ada Abu Thalhah, Uqbah Bin Amir, Qotadah Bin An Nu'man, Abdullah Bin Abbas, Utbah Bin Abdullah, sama Zubayr Bin Al Awwam..." jelas Saad, kepalanya berputar memerhatikan sekitar.

"Panahannya pake beginian semua ya. Ckckck, berat banget pasti nih" Hamas mencondongkan wajahnya, meneliti busur panah itu sekali lagi. "Eh, eh, Ad, potoin dah."

Selanjutnya mereka berfoto beberapa kali di dekat etalase kaca tebal tersebut. Saad kemudian mengajak Hamas untuk duduk di kursi di lantai bawah museum. Tujuannya ke sini memang untuk melihat peninggalan asli busur panah milik Saad Bin Abi Waqqash. Bukan tiruan atau replikanya.

[✓] HAMASSAAD SAFARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang