10

117 17 0
                                    

Ya Nabi Salam 'Alayka

Ya Rasul Salam 'Alayka

Ya Habib Salam 'Alayka

Sholawaatullah 'Alayka

-::-





PAGI ini, Hamas dan Saad tengah berada di depan hotel. Jam delapan ini rencananya mereka akan mengunjungi satu tempat lagi, sebelum siang nanti meninggalkan Madinah sebab sudah terjadwal untuk berangkat ke Mekah.

Kemarin, setelah dari Masjid Qiblatain, Saad memutuskan agar mereka kembali ke hotel saja, begitu selesai salat Asar nanti. Dan selama menunggu waktu Asar, Hamas tertidur di pilar, di samping Saad.

Mereka pulang ke hotel dengan menggunakan layanan taksi.

Hamas sendiri merasa heran, kenapa mendadak Saad meminta mereka kembali ke hotel saja Padahal ada destinasi Masjid Khandaq atau lokasi Perang Parit yang biasa dikenal dengan Perang Khandaq.

Tapi Saad bilang, bahwa dia capek dan butuh istirahat. Dan alasan itu diterima Hamas dengan anggukan. Toh Hamas juga merasa penat luar biasa. Dia kurang tidur, kurang istirahat karena terus-terusan diforsir untuk tur keliling Madinah dan Masjid Nabawi, pun beribadah tak kenal waktu.

Saad memang luar biasa dalam urusan ini.

Sepanjang perjalanan kembali ke hotel, Hamas tidur di dalam taksi, sedangkan Saad melanjutkan tilawahnya sambil sesekali mengobrol dengan sopir taksi yang bisa sedikit berbahasa Indonesia dan Saad yang sedikit bisa berbahasa Arab.

Kemarin, mereka tiba sekitar jam lima sore. Bersih-bersih di hotel dan lekas kembali ke masjid. Lepas salat Magrib, keduanya memutuskan untuk jajan kebab lagi. Begitu usai salat Isya, mereka kembali ke hotel. Mampir ke minimarket, membeli beberapa roti untuk di perjalanan menuju Mekah nanti. Mereka makan malam seperti biasa.

Hamas melakukan video call dengan Mami, dan Saad melakukan hal yang sama dengan keluarganya di Bandung.

Sekitar jam sembilan malam, keduanya kembali ke kamar untuk sekadar meluruskan punggung.

Saad bersuara paling keras ketika punggungnya menempel di kasur super empuk yang disediakan pihak hotel.

"Hanjir, pegel banget, sumpah..."

"Tapi tetep wae nikmat, Mas..."

"Ya iya sik. Lagian, mumpung di Madinah."

"Nah itu dia..."

"Ya kan emang kata elu."

"Aaah... MasyaaAllah..."

Saad memejamkan matanya, membiarkan punggung-nya tetap menempel di kasur. Di dekat kasur mereka, terbuka dua koper yang isinya mulai tidak beraturan.

Koper milik Hamas yang paling berantakan sebab pemuda itu jika mengambil pakaian di sana, tarikannya ngga kira-kira. Sedangkan koper Saad masih lebih manusiawi dibanding koper Hamas.

"Gue rasanya mau pijet refleksi."

Tawa Saad terdengar. "Di masjid aja atuh refleksinya."

"Itu mah lau."

"Ya antum jug—aduh, astaghfirullaah..."

Hamas menoleh, mendapati Saad agak meringis kesakitan dengan tangan kanan memegangi pinggang.

"Halah, aki-aki aja sok kuat luh!" ledek Hamas. Kendati punggungnya rasanya rontok satu per satu.

"Ya ini sih bukan apa-apa, Mas. Anggap aja kayak Ramadhan."

[✓] HAMASSAAD SAFARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang