16

71 18 0
                                    

TAHALLUL secara harfiah artinya dihalalkan, dalam haji dan umrah maksudnya adalah diperbolehkannya jamaah haji dari larangan atau pantangan ihram. Tahallul disimbolkan dengan mencukur minimal 3 helai rambut.

Untuk pria, disunnahkan untuk memendekkan atau mencukurnya. Sedangkan bagi wanita diperintahkan untuk memendekkan rambut kepala dengan mengambil rambut sepanjang satu ruas jari.

Bagi wanita, pemotongan rambut tersebut dilakukan di tempat tertutup bukan di hadapan banyak laki-laki seperti yang dilakukan wanita berumrah di tempat sa'i.

Mereka tahallul bergantian. Dan dikarenakan Saad bilang bahwa mereka akan melaksanakan umrah ke dua dengan mengambil miqot di Ji'ronah, maka keduanya hanya memendekkan rambut saja, belum mencukurnya seperti jamaah lain.

Hamas mengacak rambutnya yang bentuknya tak karuan. Saad bilang nanti mereka akan merapikannya di salon khusus pria yang ada di dekat masjid atau hotel tempat mereka menginap.

"Udah, masih kasep kok, Mas," kata Saad ketika dilihatnya Hamas masih mengacak rambutnya dengan tidak nyaman.

"Kalau ganteng, gue mah selalu. Tapi ini rambut kalau jatoh ke badan, bikin gatel, Ad."

Pak Ahmad mempersilakan bagi jamaah yang hendak kembali ke hotel untuk santap malam kemudian beristirahat. Tapi juga tidak melarang jamaah yang ingin untuk tetap berada di masjid sampai Subuh, sebab besok setelah sarapan memang tidak ada jadwal tur ke mana pun. Rombongan mereka akan berfokus untuk beribadah di Masjidil Haram terlebih dahulu, barulah lusa tur keliling kota Mekah akan diadakan.

"Saya sama Hamas insyaaAllah tetap di sini, Pak."

Saad menginformasikan rencananya pada Pak Ahmad.

"Oh, iya, monggo, Mas Saad. Memang kalau sedang di sini, perbanyak ibadah. Tapi tetap jaga kesehatan yo, Mas. Walau masih muda, kalau terlalu diforsir, khawatir tumbang juga," balas Pak Ahmad dengan begitu ramah.

"Khayran insyaaAllah, Pak," sahut Saad.

"Kalau gitu, saya dan yang lain kembali ke hotel. Nanti jangan lupa ya, Mas Saad dan Mas Hamas, sarapan jam enam sampai jam sembilan pagi, tersedia di restoran hotel tempat kita nginap. Masih ingat kan?"

Saad mengangguk.

"Oh iya, nanti kalau bakda Subuh Mas-mas ini mau ke kamar, mohon hubungi saya. Nomor hape saya ada toh? Nah, nanti kuncinya ada di saya, insyaaAllah. Soalnya saya juga belum tahu pembagian kamarnya. Koper sudah di sana, insyaaAllah."

"Thayyib, Pak. Jazakallaah khayran..."

"Waiyyakum," balas Pak Ahmad lagi. "Matur nuwun, Mas. Assalamu'alaykum..."

"Wa'alaykumussalam warahmatullaah," respons Saad dan Hamas beriringan.

Hamas mengelus perutnya, menatap punggung Pak Ahmad yang perlahan menjauh. Lapar menerjangnya meskipun tadi usai salat berjamaah dia menghabiskan dua bungkus roti.

Punggungnya Hamas ditepuk oleh Saad.

"Kuy, Mas, kita cari lapak."

HAMAS mengerjapkan matanya, berusaha mencari kekuatan setelah salat Subuh berjamaah, dilanjutkan dengan salat jenazah juga berjamaah. Azan Subuh yang pertama, dia tertidur sekejapan, hingga kemudian Saad membangunkannya sebelum azan Subuh ke dua berkumandang.

Matanya panas, punggungnya panas, pantatnya panas, lehernya penat, tangannya kaku, kakinya seolah mau copot dari tempatnya.

Tapi Saad masih saja segar bugar!

"Ad—hoah—kuy—ahm—balik ke hotel, hoahm..."

Hamas bicara dengan kantuk yang menyerang sungguh tega. Pun cacing-caing di perutnya meminta asupan dengan segera.

Saad membereskan mushaf dan sajadahnya ke dalam tas. "Kuy," katanya singkat.

Mereka berdua beranjak dari lahan yang mereka diami kurang lebih enam jam sejak malam tadi. Posisi di depan multazam, di bawah langit malam yang penuh bintang, dengan mata yang senantiasa menatap ke arah Ka'bah. Saad bilang, ketika salat di depan Ka'bah, pandangan lurus ke arah Ka'bah ketika bersedekap. Dan itu menakjubkan.

Lebih menakjubkan daripada menonton pertandingan sepakbola Piala Eropa secara langsung di negara yang menyelenggarakan.

Mereka juga salat Subuh di sana. Saad menangis ketika azan Subuh yang pertama dikumandangkan. Jadi Hamas sibuk menepuk-nepuk punggung sahabatnya selagi dia live di instagram dengan suara azan Subuh sebagai latarnya.

Hamas ingat betul, ketika dia tidur sekitar jam satu malam tadi, Saad masih saja terjaga. Berdiri dan salat entah seberapa banyak semalam tadi. Dan kendati Hamas bersusah payah untuk mengikuti apa yang Saad lakukan, toh akhirnya dia roboh juga. Hanya dapat empat salat tahajud sebelum akhirnya dia tepar, mengatupkan rahang, memejamkan mata, dan mendengkur halus di atas sajadah yang dia bawa dari Indonesia.

Hamas bangun lagi sekitar jam empat, dan Saad masih saja salat.

Berhubung kantuknya sudah lumayan lenyap (meski masih menggelayuti matanya) maka Hamas mengambil wudu di keran air zamzam. Dia meminum air zamzam nyaris setengah botol sebelum memulai salat malamnya lagi dan ditutup dengan salat witir tiga rakaat. Selanjutnya, Hamas membaca surat-surat pendek yang ada di halaman belakang mushaf yang dia dapatkan di satu dari sekian rak yang ada di sekeliling area Masjidil Haram.

Jelang jam setengah enam pagi, azan Subuh pertama berkumandang. Hamas menayangkannya dan membaginya kepada para pengikut setianya di instagram lewat Live IG.

Hamas sudah bukan lagi sekadar AGJ alias Anak Gahol Jegardah. Tapi statusnya berubah menjadi; Nax Hitz Jaman Neaaaw.

Apa-apa upload. Apa-apa Live IG, Live FB, share, cekrek, status, posted!

Dan sekarang, di jam setengah tujuh pagi, keduanya berjalan menuju Raffles Makkah Palace.

Saad menghubungi Pak Ahmad selagi dalam perjalanan kembali. Sementara Hamas, dia berjalan dengan mata terpejam.[]

[✓] HAMASSAAD SAFARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang