14

81 19 4
                                    

Labbaykallaahumma labbayk,

labbayka laa syariyka lakalabbayk.

Innalhamda wanni'mata laka walmulk laa syariyka laka.

Aku sambut panggilanMu, Yaa Allah, aku sambut panggilanMu. Sesungguhnya segala puji dan segala kenikmatan hanya milikMu dan tidak ada sekutu bagiMu.

-::-





KALIMAT talbiyah terdengar dari lisan-lisan para jamaah. Usai salat di lantai dua hotel, mereka bersama-sama menuju Masjidil Haram.

Saad menggenggam erat tangan kiri Hamas sepanjang kaki mereka melangkah. Dengan pundak kanan terbuka, senyum tak lepas dari wajah keduanya. Diselimuti haru, dan rasa syukur pada Allah Azza wa Jalla.

Gerbang Masjidil Haram sudah terlihat begitu mereka keluar dari area hotel yang letaknya memang persis berada di depan masjid megah tersebut.

Di dalam sana ada bangunan hitam besar yang dinamai Ka'bah, tempat yang menjadi kiblat setiap kali mereka mendirikan salat.

Hamas memandangi gerbang hijau megah yang menakjubkan itu lekat-lekat. Dia belum lama ini mengenal apa itu Islam, dan berada di sini, rasanya...

Sungguh, dia sungguh merasa Allah begitu baik padanya.

Pak Ahmad mengarahkan jamaah untuk masuk dari pintu gerbang King Abdul Aziz, pintu paling dekat dengan hotel mereka. Dan keramaian di sekitar Masjidil Haram masih terlihat kendati waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam.

Pun demikian, para jamaah tak gentar untuk meneruskan prosesi ibadah umrah mereka meski sudah nyaris tengah malam.

Masjidil Haram begitu terang dengan banyaknya lampu. Tempat ini tidak jauh berbeda saat siang atau pun malam. Tetap hidup karena banyaknya jamaah yang berminat untuk mendapatkan ratusan ribu pahala hanya dengan beribadah di dalamnya.

"Doanya jangan lupa ya, Bapak dan Ibu," kata Pak Ahmad ketika sudah dekat ke pintu masuk.

Beberapa jamaah tampak khusuk berdoa.

Beberapa di antara mereka ada yang melihat layar ponsel, ada juga yang memerhatikan lembaran petunjuk di tangan mereka, seperti yang Hamas lakukan kini.

Saad sendiri sudah menghafalnya. "Allahummaf-tahlii abwaaba rohmatik," bacaan doa masuk masjid seperti biasa dengan tambahan, "Allaahumma antas salam, wa minkassalam, fahayyinaa rabbanaa bissalaam."

Yaa Allah, Engkau sumber segala keselamatan dan dari Engkau lah datangnya segala keselamatan, maka hidupkanlah kami ya Allah dengan keselamatan.

Rombongan melanjutkan langkah mereka. Kaki-kaki mereka menapaki lantai marmer berwarna putih yang terasa dingin.

Merasakan debaran di dadanya kian kencang, Saad mengeratkan genggamannya pada tangan kiri Hamas, menyatakan ketidaksabarannya untuk segera berada di depan Ka'bah. Pak Ahmad berbelok, diikuti jamaah di belakangnya. Ketika itulah...

"Allahumma zid haadzal baita tasyriifan wata'dziiman watakriiman wamahaabatan wazid man syarroffahu wa karramahu mimman hajjahu awi'tamarahu tasyriifan wata'dzhiiman watakriiman wabirran," Saad melafalkan doa yang diucapkan ketika melihat Ka'bah.

Hamas juga mengucapkannya, dengan melihat lembaran di tangan kanannya.

Mereka menuruni tangga. Ka'bah kian jelas terlihat.

Bangunan hitam itu berdiri dengan jamaah yang berjalan memutar di sekelilingnya, berlawanan arah jarum jam.

Dada Hamas bertalu-talu. Kepalanya terus ia dongakkan agar pandangannya tak lepas dari bangunan berbentuk kotak tersebut. Bangunan yang biasanya ia lihat di laya ponsel milik Saad.

[✓] HAMASSAAD SAFARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang