[14] Misi Baru

36 11 59
                                    

Video yang diatas aku buat sendiri loh😗
/Promosi/sori

“Makasih.”

Aadhira, mau tak mau mengernyit. Al tiba-tiba datang ke kelasnya, dan bilang terima kasih. Aadhira lupa kalau tadi pagi, dia telah membuat pacarnya itu terbawa perasaan.

Dia memberikan sebatang coklat dan sebuah catatan kecil dari sticky notes.
Karena, hari ini tiga bulan pertama mereka berpacaran.

Aadhira mencubit lengan Al. “Kamu kenapa?”

“Ha?”

“Malah, 'Ha'? Aku tanya, kamu kenapa?”

“Co-coklatnya. Makasih, Aadhira.”

“Coklat?” Aadhira berpikir sebentar. “Oh! Coklat. Iya, sama-sama, hehe.” Aadhira tersenyum.

“Terus, sekarang kamu mau aku kasih apa?”

“Ngga ngasih apa-apa juga ngga apa-apa.”

“Mana bisa gitu!” suara Al sedikit meninggi.

Sadar apa yang ia lakukan, Al menarik Aadhira agak jauh dari kelasnya. “Kamu ngerti, kan?”

“Aku ngerti, kok.”

“O-oke.” Al mengangguk pelan.
“Pulang sekolah nanti, mau ikut aku?”

“Kemana?”

“Udah, kamu lihat aja nanti, ya?” Al menepuk kepala Aadhira.

Al membiarkan Aadhira pergi, setelah bel berbunyi dua kali. Sedangkan dia sendiri, menyakukan kedua tangan di saku celana, menyusun berbagai rencana untuk Aadhira.

“Assalamualaikum,”

Nadira, yang sedang mencuci di halaman belakang seketika menoleh, menerka kira-kira siapa yang datang di waktu seperti ini. Setelah mengeringkan tangannya, Nadira cepat-cepat membuka pintu.
“Waalaikumsalam,”

“Halo, tante.”

Seorang gadis yang setahun lebih tua dari anak bungsunya itu membawa tas ransel yang cukup besar, tak lupa dengan koper disebelahnya. Gadis itu berambut pendek seleher, yang diikat membentuk kuciran dibelakang. Topi pantai, dan gaun biru muda polos sebetis membungkus tubuhnya yang tingginya hampir sama dengan anaknya.

Nadira tertegun.
“Nadia?”


“Bilang aja Aadhira, lo pacaran kan sama dia?”

Aadhira—meletakkan mangkuk berisikan bakso—lalu mengernyit. Lysia gemar sekali bertanya tentang hal yang sama berulang kali. Apalagi, kalau Aadhira belum memberitahu jawabannya. Dia akan terus bertanya tanpa henti, di setiap kesempatan.

“Gue jawab ngga ya, ngga Lys.”

“Terus jelasin kenapa Al ngelihatin ke arah sini—maksud gue, ke arah lo terus kayak gitu?”

Lysia menunjuk dengan dagu ke arah lima meja dari mereka. Di sana, Al dan Deka duduk, dengan dua gelas es teh sebagai temannya. Deka memang sedang mengajak Al mengobrol, tapi Al sering melirik ke arah Aadhira. Memperhatikan Aadhira, melempar senyum.

“Suka-suka dia aja kali.” Aadhira berusaha tidak peduli.

Tidak berniat juga membalas senyum Al yang dilemparkan padanya. Lama-kelamaan, dia terbiasa dengan Al yang seperti itu. Al yang selalu tersenyum jika Aadhira lewat didepannya. Al yang selalu berwajah dingin jika ada Arya atau Arsa berjalan bersamanya. Dan Al yang selalu mengajaknya mengobrol jika berjalan ke depan kelasnya sendirian.

What You Need Are Just A Cup Of TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang