[7] Penjelasan

51 9 7
                                    

‌Tiga hari setelah kejadian kantin, dan sehari sebelum pensi.

"Sound Systemnya udah di bawa ke aula belum?"

"Stop kontaknya kurang woi!"

"Yang kemaren magang di keyboard mana?"

"MC kumpul di belakang panggung!"

"Ini yang mau nari, CDnya ada yang belum ngumpulin!"

Siang yang sibuk. Semua panitia pensi berseliweran sana-sini sambil membawa barang yang di perlukan. Aadhira yang pekerjaannya mengabsen para siswa yang ikut pensi, memastikan apakah mereka hadir hari ini dan tidak akan absen besok. Beberapa siswa juga ada yang ingin melaksanakan gladi bersih di panggung yang baru selesai tadi pagi.

Aadhira tidak bisa menolak. Dia membiarkan mereka gladi bersih, asalkan tidak merusak hiasan-hiasan yang ada di atas panggung. Sementara itu, Aadhira ingin pergi ke ruang OSIS untuk mengecek ponselnya yang di charge. Tasnya juga ada di ruang OSIS karena kelasnya sedang di hias untuk lomba menghias kelas.

Jadi, Aadhira memberitahu panitia yang lain untuk menggantikan dirinya untuk sementara.

Ponselnya terisi sekitar delapan puluh persen. Aadhira memilih mencabutnya, ketimbang meninggalkannya lagi. Dia memasukkan charger miliknya ke tas, dan mengambil botol air minum. Aadhira meminumnya hingga tinggal setengah, kemudian menyimpannya kembali di tas karena takut hilang atau di akui orang. Pasalnya, Mamanya akan marah kalau dirinya ketahuan lupa membawa botol minumnya. Pernah sekali, Aadhira harus ke sekolah pada hari libur hanya karena botol minumnya tertinggal. Sebelumnya, Mamanya mengomel-ngomel terlebih dahulu, dan menyuruh Aadhira ke sekolah esok harinya

Setelah memastikan semua barangnya sudah di tas, Aadhira mengambil mukena di tasnya, dan pergi ke mushala sekolah karena waktu menunjukkan jam dua siang.

Caraka keluar dari mushala dengan ponsel di tangan kanan dan tangan lainnya dimasukkan ke saku. Sesekali, ibu jarinya menggeser layar ponsel, kemudian dia tersenyum sendiri. Karena terlalu fokus pada ponselnya, Caraka tidak sadar sedari tadi Al terus memanggilnya berkali-kali.

"Bang,"

"Bang!"

"Bang Rak!"

"Bang Rak, woi!"

"Bang Raka ganteng saudaranya Sasuke!"

"Apa?" Caraka tidak berhenti berjalan, dan tangannya tidak berhenti menggeser layar. Dia memang menjawab seruan Al, tapi konsentrasinya ada pada ponselnya. Al mempercepat langkahnya agar sejajar dengan Caraka. "Lo gimana sih, Bang! Ngejawab sih, ngejawab, tapi matanya ke hape mulu! Di panggil-panggil nyautnya pas di panggil ganteng doang! Pake harus nyebut sodaranya Sasuke pula!"

"Gua ganteng itu kenyataan Al, dan, gua kasih tau ya, bukan cuma gue yang seneng di bilang sodaraan sama si Sasuke, banyak orang yang ngaku-ngaku kaya gitu, termasuk gebetan lo sekarang, adek gua," Caraka berhenti melangkah. "Buat informasi lo aja sih, Aadhira itu wibu, coba aja lo tanya lagu-lagu Barat, pasti dia taunya yang lagi hits doang. Kerjaannya di rumah juga, nonton anime mulu."

"Terus apa faedahnya buat-"

"Lagi," Caraka menolehkan kepalanya. "Kalau lo itu mau ngedeketin adek gua, lo jangan inget-inget masa lalu, tau? Kisah romansa SMP lo ngga bakalan ada titik terangnya kalau lo diem aja tanpa nyari tau, apa yang dia rasain ke elo. Bisa aja, dia deket ke lo itu karena emang mau temenan doang, bukan karena ada hal lain. Jangan jadiin adek gua itu sebagai pelarian dari saudara perempuannya sendiri, gua ngga mau kalau misalnya nanti, dia mewek gara-gara cowok, apalagi cowoknya itu lo, ngerti?"

What You Need Are Just A Cup Of TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang