[4] Pendek(atan)

72 15 26
                                    

Aadhira mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum mematikan alarm di nakas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aadhira mengerjapkan matanya berkali-kali sebelum mematikan alarm di nakas. Dia duduk di tepi ranjang, sebelum akhirnya masuk ke kamar mandi dengan handuk di pundak. Saat dia berkaca di cermin wastafel, mukanya benar-benar berantakan. Rambut acak-acakkan, kantung mata menghitam, muka kucel, dan matanya sayu. Wajar, Aadhira baru bisa tidur jam satu dini hari. Tanpa banyak iklan lagi, dia memulai ritual mandinya.

"Pagi, Tari sayang." Nadira menyapa Aadhira yang baru saja turun dari kamarnya, lengkap dengan seragam dan juga tasnya. "Kamu mau rotinya pake apa hari ini?"

"Keju boleh deh, Ma," Aadhira menjawab, lalu duduk di antara Caraka dan Hansa.

"Pagi, sayang," Rifki keluar dari kamar dengan setelan kantornya, lalu menghampiri Nadira yang sedang membuat sarapan. Dia mengecup puncak kepala istrinya lembut, di hadiahi cubitan kecil di pinggang. "anak-anak ngeliatin." Nadira berbicara penuh penekanan.

Rifki terkekeh. "Apa? Coba ulagi, aku ngga denger."

"Pa, anak-anak ngeliatin! Mending kamu duduk deh,"

Rifki yang pura-pura tidak mendengar, malah mencium pipi Nadira. "Mereka udah gede kok, bentar lagi juga, Aadhira sama Caraka jadi penduduk legal Indonesia."

Aadhira, Caraka dan Hansa yang sudah duduk di sana hanya pura-pura tidak lihat apa yang sedang orang tua mereka lakukan. Aadhira meneguk susu, Caraka bermain ponsel, dan Hansa membaca Koran. Papa mereka memang tidak tau malu. Atau mungkin ..., hanya iseng? Rifki suka sekali menggoda Nadira di depan anak-anak mereka sendiri. Nadira yang kelewat malu biasanya akan mendorong Rifki dan membiarkan Rifki memasang senyum jail lalu memeluk Nadira lagi. Begitu seterusnya, sampai Nadira ngambek dan Rifki akan membujuk istrinya untuk pergi keluar berdua saat akhir pekan, atau malam hari setelah Rifki pulang dari kantor. Dan kalau kedua orang tua mereka pergi, maka Hansa, Caraka dan Aadhira senang, karena bisa menelepon restoran cepat saji favorit mereka. Lalu mengundang teman masing-masing untuk menginap di rumah mereka, karena Rifki dan Nadira akan pulang esok paginya.

"Sayang, rotinya gosong." Nadira mendorong Rifki jauh-jauh agar ia bisa melanjutkan pekerjaanya.

"Bodo amat sama roti, yang penting aku cinta sama kamu."

Hansa bangkit, lalu mengambil roti yang agak kehitaman di toaster. "Pa, Ma, go get a room."

"Kalian berdua belajar yang rajin ya, nanti, kalau udah pulang kakak jemput."

Caraka dan Aadhira mengangguk bersamaan. "jangan petakilan di sekolah,"

"Iya ..."

"Kakak balik dulu ya."

"Iya ..."

"Jangan mikirin gebetan mulu!"

What You Need Are Just A Cup Of TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang