[17] Kejutan!

45 9 14
                                    

Aadhira sudah selesai makan malam sejak satu jam yang lalu. Saat ini dia sedang duduk di sofa di ruang tengah, tempat dimana dia biasa menonton televisi. Kebetulan, orangtuanya sedang pergi ke luar untuk sekedar mengenang masa muda. Di sebelah Aadhira ada Nadia yang sedang mengunyah keripik kentang rasa rumput laut.

Apa ini saatnya aku buat ajak kak Nadia ngobrol? "Hmmm," tanpa sadar Aadhira menggumam. Nadia mendengar, tentu saja. Apalagi Aadhira menggumam keras sekali. Tidak mungkin Nadia tidak dengar.

"Kenapa Dhira?"

"I, itu.., anu..,"

"Lah gagap."

"Aku cuma takut kakak marah karena aku pacaran sama Al."

"Lah?" Nadia tertawa. Aadhira terkejut. "Gue kira apaan, Dhira!"

"Emang kakak ngga marah?"

"Buat apa sih, gue marah?" tanya Nadia jenaka. "Dia sekarang suka sama lo, kan? Lagipula dulu gue cuma naksir doang sama dia."

"Dia.., tapi Al juga suka sama kakak!"

"Dulu kan? Sekarang, gue tau kalau dia sukanya sama lo," Nadia tersenyum. "Gue tau kalau dia suka sama gue. Dan lo tau nggak, kenapa dulu gue kelihatannya sedih banget pas tau gue harus pindah ke Bontang, sampe-sampe minta tukeran kelas sama lo biar gue jauh sama Al?"

"Kenapa?"

"Karena gue cuma takut lo kenapa-kenapa waktu nggak ada gue, dan gue ngga bisa jalanin rencana gue."

"Maksudnya?"

"Gini ya, Aadhira Gantari, waktu gue mau pindah kan, lo belum terlalu lama di Indonesia. Gue aja sampe kaget waktu lo salam pake cara ngebungkuk persis kaya orang Jepang. Lo kelamaan disana, sendirian. Dan sebagai sepupu lo, gue khawatir."

"Rencananya sebelah mana?"

"Ah gue jadi males, kan ceritanya!" Nadia menghempaskan diri sambil merentangkan tangan ke sanderan sofa. "Intinya gue mau jadi mak comblang elo. Gue mau lo sama Al."

Aadhira mengernyit. "Apa?"

"Jadi kamu udah baikan sama Nadia?"

Aadhira berbaring di ranjang miliknya. Nadia mungkin akan menyusul sebentar lagi. Pas sekali, saat Aadhira selesai shalat isya dan mencuci wajahnya, Al meneleponnya. Jadi Aadhira tidak perlu meneleponnya duluan.

"Bisa di bilang baikan ngga ya, yang kaya gitu?"

"Emangnya gimana?"

"Daripada baikan, aku malah kaya dapet fakta baru."

"Cerita."

"Sebentar ini juga mau cerita. Kok kamu kaya cewek sih? Kepo banget."

Aadhira menjelaskan garis besarnya saja.

"Ima, ore mo kare ni kansha shitai," suara Al terdengar kaku. Aadhira geli sendiri. Al memaksakan dirinya agar bisa berbicara bahasa asing tempat Aadhira tinggal dulu dengan benar. Al bilang, dia ingin berterima kasih. Ah, Aadhira juga jadi ingin melakukan hal yang sama.

"Naze?"

"Kenapa ya, rasanya aku seneng aja." Al terkekeh. "Gimana tadi cara ngomong aku? Bagus nggak?"

"Kaku banget," Aadhira tertawa. "Tapi bagus kok, hontou."

"Aku dipilih jadi tokoh utama drama bahasa Jepang di sekolah, buat persiapan pensi selanjutnya, katanya."

What You Need Are Just A Cup Of TeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang