18 - Dark Changbin

3.6K 698 27
                                    

Dua orang pemuda itu berjalan menyusuri koridor menuju kantin sekolah yang tak kenal sepi itu.

Seo Changbin nama yang paling tua. Ia memasukkan tangannya kedalam saku sweater hitamnya, mata elangnya melirik kesana kemari bak mencari mangsa.

Padahal mencari meja dan kursi kosong setelah ia sampai di ambang pintu kantin.

Sedangkan di belakangnya, si kecil Hwang Jeongin yang biasanya tersenyum lebar menggemaskan dengan kawat gigi yang menghiasi giginya, lesung pipit di pipinya, sedang tertunduk takut.

Takut apa yang Changbin akan lakukan padanya setelah ini.

"Rame banget sialan, gua 3 tahun sekolah di smaga perasaan kantin gak pernah sepi, muridnya pada rakus makan mulu," Ceritanya pada pemuda dibelakangnya yang hanya tertawa canggung.

Bingung harus merespon Seo Changbin kakak kelas 2 tahun diatasnya ini seperti apa.

"Join meja orang aja yak? Gak papa kan? Daripada makan sambil berdiri cuy, gak sehat," Tanyanya, kepada Jeongin lagi yang hanya mengangguk lemah.

"Heh, gak usah takut sama gua napa!" Seru Changbin yang kini beralih menepuki pundak Jeongin sambil tertawa.

Ia jelas tahu kalau Jeongin ketakutan seperti akan ia bully habis-habisan, padahal dirinya hanya ingin mengajak pemuda ini makan siang saja.

Mmm, mungkin.

Jeongin pun hanya balas tertawa canggung, mengangkat sedikit kepalanya menghadap Changbin.

"Lo biasa makan apaan cuk? Pesen aja, gua bayarin nih,"

Jeongin menggeleng, rasa laparnya menguap begitu saja sejak berhadapan dengan Changbin. "Gua gak laper kok,"

"Rugi nih, Seo Changbin jarang-jarang loh neraktir orang!"

Jeongin hanya tersenyum canggung, sekali lagi menggeleng karena benar-benar tidak nafsu makan.

"Ya udah ya udah, lo duduk aja dulu noh disono, gua pesen makan dulu yak!" Seru Changbin, menepuk pundak Jeongin sekali lagi setelah menunjuk dengan dagunya ke meja kursi yang kebetulan baru saja kosong.

Jeongin pun melangkah ragu menuju meja itu. Ia ingin kabur saja rasanya, tapi ia kan sedang berusaha mengambil hati Changbin agar tidak lagi dilarang untuk dekat-dekat dengan adiknya, Seo Ara.

Tak lama pun setelah Jeongin duduk dan memainkan kuku jarinya, Changbin datang membawa nampan berisi sepiring nasi uduk dan dua es jeruk.

Ia menyimpan nampannya di meja dan memindah segelas es jeruk lainnya didepan Jeongin.

"Minum biar gak bengong," Katanya ramah. "Gua makan yakk, kalo mau pesen aja juga,"

Jeongin mengangguk setelah mengamati nasi apa yang Changbin pesan.

Samar-samar ia tersenyum, Seo bersaudara ini ternyata sama saja. Sama-sama menyukai nasi uduk lauk ayam bakar dan es jeruk sebagai minumannya.

Sama-sama makan sambil mengobrol asik.

Bedanya Ara tidak memiliki sisi sifat gelap alami seperti kakaknya. Sifat Ara begitu ceria dan supel, ceroboh, tidak tahu malu dan sering tersenyum yang membuat orang lain gemas ingin tersenyum pula.

"Lo ikut ekskul apaan cuy? Mulai tar sore kan udah mulai aktif latihan tuh," Kata Changbin membuka percakapan.

Jeongin yang habis menyedot sedikit es jeruknya itu pun mengusap bibirnya sebelum berucap, "Futsal... Bang..? Itu aja sih sama pramuka," Jawabnya.

Ia bingung harus memanggil Changbin dengan sebutan Abang atau Kakak. Yah, yang penting bukan sayang.

"Pramuka mah kan wajib, kudanil. Gak usah disebut yang itu," Jawab Changbin sewot, menggigit kerupuknya dan terus mengunyah.

Jeongin hanya terkekeh, masih sedikit canggung walaupun Changbin sudah berusaha mengajaknya mengobrol santai.

"Kakak lu kan kapten basket, gak ngikut basket juga?" Tanya Changbin yang membuat Jeongin malah menelan ludah.

Apa.. Changbin tahu kalau Ara juga dekat dengan kakaknya?

Changbin kan teman Hyunjin, apakah pemuda ini akan menyuruh Ara dengan Hyunjin saja?

"Ng-nggak,"

"Trus Ara ikut apa ya? Gua lupa nanya nih,"

"K-katanya mau ikut cheers, penyiar radio, sama jurnalis tuh b-bang?" Jawab Jeongin, keluar begitu saja dari bibirnya.

"Buset, Ara sejak kapan suka gitu-gituan. Btw kok lu tau banget sih?"

Mata Jeongin yang tadinya tak bisa beralih dari gelas didepannya tak sengaja bertemu dengan mata tajam milik Changbin.

Ia refleks menelan ludahnya kembali. Begitu gugup seperti habis tertangkap basah mencuri barang milik pemuda didepannya.

"A-ara kan temen sekelas," Jawab Jeongin gugup sambil mengalihkan pandangannya.

"Yakin temen doang?" Tanya Changbin. Gotcha! Umpannya tergigit!

Diam-diam ia menghela nafas merasa bersalah, namun inilah yang Ara inginkan.

"Jeong, adek gua punya trauma serius. Dia gampang ketakutan kalo terlalu deket sama cowok, bentakan dan kekerasan. Titik parahnya hari ini, Ara sampe pingsan."

Pemuda itu menyedot es jeruknya hingga seperempat, meloloskan nasi yang tersangkut di tenggorokannya.

Sedangkan didepannya, Jeongin sudah dapat menangkap obrolan ini. Changbin benar-benar ingin Jeongin menjaga jarak dengan Ara.

"Yang gua denger, dia tadi di labrak gegara deket sama cowok yang gua gak tau sapa." Lanjut Changbin setelah minum.

Ia kembali meraih sendoknya, memotong daging ayamnya dengan sendok hingga membuat dentingan keras, peraduan antara sendoknya dengan piring.

"Dan setau gua Ara kan deket sama lo." Ucap Changbin seakan menembak tepat terkena jantung Jeongin.

Jeongin benar-benar kalah telak, ia tak tahu harus merespon bagaimana.

Ia ingin mengelak pada Changbin kalau sebenarnya ini semua salah kakaknya, salah Hyunjin yang sebenarnya juga dekat dengan Ara. Yang juga dekat dengan gadis aneh yang tak ia tahu asal-usulnya. Yang membuat Ara akhirnya di labrak, bentak, bahkan di tampar.

Tetapi Jeongin tidak berani.

"Andai lo masuk SMA sejak setahun yang lalu, pasti lo bakal tahu."

Sekali lagi Changbin membuat bunyi dentingannya yang begitu terdengar menyeramkan dan menusuk. Pemuda itu tersenyum miring.

Dark Changbin is back.

"Kalo gua pernah mukulin cowok yang berani bikin dia takut sampe nangis gak karuan. Gak peduli walaupun dia kakak kelas ataupun adik kelas sekalipun.

"Dan gua harap lo paham apa yang gua maksud, Hwang Jeongin." Tutup Changbin dengan nada suara yang begitu mencekam.

Changbin langsung beranjak dari kursinya. Nasi di piringnya masih setengah lagi, namun ia sudah tidak berniat untuk menghabiskannya.

"Gua udah bayar semuanya, jeong. Makasih ya udah ditemenin makan," Katanya ceria, memasukkan kedua tangannya kedalam saku sweaternya.

Begitu ceria seakan tidak habis membuat seorang pemuda duduk dengan tegang di kursinya. Penuh dengan keringat mengucur di pelipisnya.

Changbin tersenyum lebar, berpamitan pada Jeongin, lalu melenggang begitu saja dengan santainya.

Oke, ini demi Ara.

"Kak Changbin, bantu aku jauhin Jeongin, tolong."

Grow Up • Hyunjin, I.N✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang