Dua Puluh Lima

1.1K 67 2
                                    

05 Juni 2018

"Alat penyadap!"

Galih langsung menoleh padaku dengan mata melebar. Saat Galih sudah membuka mulut, tiba-tiba cahaya dari senter itu hampir saja mengenai kami, beruntung kami segera menghindar dengan bersembunyi di bawah meja.

Orang tersebut berjalan menjauh dari arah kami, membuatku bergerak cepat untuk langsung memotret cowok itu dari belakang. Meskipun sedikit gelap, setidaknya masih ada penerangan dari senter yang dibawanya. Galih juga berinisiatif untuk mendekati TV yang letaknya di ujung, kami bergerak sangat cepat.

Aku mengambil kursi dengan hati-hati dan langsung mengarahkannya ke arah CCTV yang letaknya tidak terlalu tinggi. Aku menoleh pada Galih, dia berhasil menemukan alat itu di bawah TV. Astaga! Pencuri itu mengetahui keberadaan kami! Dengan gerakan cepat aku langsung meraba sekitar bawah kamera CCTV, dan benar saja, aku menemukannya.

Aku turun dan terjatuh saat Galih berlari menghampiriku dan langsung membantuku untuk berdiri. Sialan! Kakiku keseleo. Pencuri itu langsung menghampiri kami, tapi kami berdua sudah berlari menghindar dan langsung keluar dari ruang guru. Aksi kejar-kejaran pun dimulai. Galih tetap menggandeng tanganku, mencoba terus menyeimbangkan tubuhku yang mulai goyah.

Kakiku sangat sakit. Ditambah lagi dengan kepalaku yang tiba-tiba pusing. Mungkin efek terjatuh tadi. Kami berlari sekencang-kencangnya, dengan napas tersengal aku juga harus menahan rasa sakit ini dulu.

"Lo harus kuat, Lel!" ucap Galih sambil menggenggam erat tanganku.

Aku meringis kesakitan memegangi kakiku dengan tangan yang lain. Tanpa kuduga, pencuri itu sudah berada di depan kami dengan linggis yang yang mengacung ke atas. Galih menarikku agar berada di belakangnya, dan langsung saja, Galih menendang tulang kering pencuri tersebut.

Dengan kesempatan ini, aku langsung membuka ponsel dan segera membuka roomchat grup kelasku. Aku mengambil foto Galih yang sedang berkelahi dengan pencuri dan menyuruh mereka untuk mencari bantuan. Kumasukkan lagi ponselku dan segera membantu Galih. Aku menoleh kanan-kiri, mencari sesuatu yang sekiranya bisa membantu melawan pencuri tersebut.

"Gal, awas!" aku menarik jaket Galih agar terhindar dari pukulan pencuri itu.

Kami berdua tidak bisa mengenali wajahnya karena tertutup topeng yang menutupi seluruh kepalanya. Saat aku menghindari tangan Galih yang ingin memukul lelaki itu, aku tak sengaja menyenggol pot bunga disana. Tanpa pikir panjang lagi, aku mengangkat pot itu tinggi-tinggi dan langsung melemparnya ke orang itu.

Yap! Berhasil! Aku langsung menyeret Galih untuk meninggalkan pencuri yang merintih kesakitan tersebut. Napas kami sama-sama tersengal, kepalaku juga semakin pening dengan kaki yang rasanya ingin terlepas saja dari tubuhku. Benar-benar menyakitkan.

"Berhenti," ucap Galih langsung menghentikan langkahnya.

Kami cukup jauh dari pencuri itu, tapi tidak menutup kemungkinan pencuri itu bisa menangkap kami. Galih berjongkok, mengecek kakiku yang keseleo tadi.

"Lebam. Jangan lari lagi!" katanya dengan tatapan tajam ke arahku.

"Trus gimana–Eh!"

Tiba-tiba saja Galih langsung menggendongku di punggungnya. Aku terpekik kaget, langsung melingkarkan tangan ke lehernya. Dia berlari sambil mengapit kedua kakiku di pinggangnya.

"Gal, gue berat lho!" kataku mencoba membujuk.

Tapi Galih memang keras kepala. Dia tetap berlari sekuat tenaga untuk menghindari pencuri itu. Aku menoleh ke belakang, mendapati pencuri tersebut sudah hampir dekat dengan kami. Refleks, aku menepuk-nepuk bahu Galih agar berlari lebih cepat lagi. Maafkan aku, Gal. Pasti capek ya?

Setibanya kami di pos satpam, aku langsung turun dari punggung Galih. Dia mengatur napasnya sebentar, sedangkan aku berjalan tertatih-tatih untuk mencari duplikat kunci gerbang ini. Ponselku juga terus berbunyi, tapi aku mengabaikannya. Suasana sedang tidak mendukung untuk mengangkat telepon.

"Nggak ada?" tanya Galih.

Aku menggeleng, "Gal, tuh orang kemana? Kok nggak keliatan?"

Galih menoleh kanan-kiri, mencari pencuri tersebut. Aku juga melakukan hal yang sama, tapi hanya sebentar. Karena aku menemukan batu yang cukup besar dan pas di genggaman tangan. Aku mengambil batu tersebut, dan mencoba berjalan cepat menuju gerbang walaupun rasa sakit sudah menyerang seluruh tubuhku, termasuk kepala dan hatiku.

Kugenggam batu tersebut dengan erat, lalu memukulkan ke gembok untuk membuka gerbang sekolah. Baru beberapa pukulan, kudengar Galih berteriak kesakitan. Aku langsung menoleh, sangat terkejut ketika tangan kanan Galih mengeluarkan darah.

Mataku memanas, rasanya ingin sekali melawan pencuri itu, tapi tenagaku tidak cukup kuat. Apalagi, saat aku melihat pencuri itu membawa pisau di tangan kanannya dan linggis di tangan kirinya. Sudah mirip psikopat!

"Galih!" aku langsung menghampiri Galih dengan keringat yang sudah membasahi tubuhku.

Galih berjongkok, kemudian aku mengambil sapu tangan di saku celananya dan langsung mengikat tangannya yang terluka itu. Aku berdiri, melemparkan batu di tanganku ke arah wajah pencuri tersebut. Lelaki itu mengaduh kesakitan, dan langsung saja aku merebut pisau serta linggisnya.

"Jangan nekat, Lel!" bentak Galih sambil menarik tanganku.

Tidak, aku kali ini tidak akan mendengar perintahnya. Galih sudah terluka, dan pencuri itu harus tau apa akibatnya.

"HEH! MUMPUNG GUE BELUM LAPORIN POLISI, BUKA TOPENG LO!" teriakku sambil mengacungkan pisau ke arahnya.

Tapi, dugaanku salah. Yang kukira dia akan mencoba merebut linggis atau pisau ke arahku, ternyata dia malah membalikkan tubuhku dan langsung menginjak punggungku. Aku menjerit, merasakan sakit yang luar biasa apalagi saat tanganku tergores pisau yang kubawa.

Galih mengumpat keras, langsung bangkit dan memberi bogem mentah ke perut cowok itu.

"Brengsek lo! BERANI-BERANINYA LO NYAKITIN CEWEK GUE!"

Aku sempat terdiam sebentar ketika Galih mengatakan itu dengan penuh amarah. 'Cewek gue'?

Aku berusaha menyingkirkan kaki besar pencuri ini dari punggungku. Kulayangkan linggis untuk memukul kaki itu, dan berhasil! Aku memegangi kepalaku yang terasa lebih sakit, kemudian berdiri sambil mengacungkan pisau lagi ke arahnya.

"BERHENTI!" ucapku lantang.

Lelaki itu mendengus, langsung menyambar pisau yang ada di tanganku. Aku membelalak seketika saat pisau itu mengarah pada Galih. Dengan cepat, aku langsung memeluk dan membalikkan tubuh Galih.

"LELY!"

Hanya itu suara yang terakhir kudengar.























IH, itu udah kayak adegan film action aja. Yasudah, biar kalian tau keadaan Lely gimana, tolong vote dan komennya ya! Xie xie.

Broken {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang