Dua Puluh Satu

1.2K 70 1
                                    

03 Juni 2018

Akhirnya tugas dari sekolah bisa kuselesaikan jam dua malam, eh, pagi. Entahlah, yang pasti aku sudah mengerjakannya. Untung saja hari ini adalah hari minggu, jadi aku bisa beristirahat dengan tenang. Aku menatap langit-langit kamar, masih jam enam pagi dan aku sudah terbangun. Biasanya, jika hari minggu Mama akan membangunkanku sekitar jam tujuh pagi. Mungkin Kak Ardo dan Kak Ardi juga ada kelas hari ini, sepertinya aku akan menikmati cokelat di rumah sendirian, walaupun terkadang Mama ikut menghabiskan cokelatku.

Ah, lebih baik aku tidur lagi.

Aku mengganti posisi tidur menjadi menyamping ke kanan, mencoba memejamkan mata lagi. Tapi tidak bisa. Aku mempererat pelukan dengan gulingku, kemudian mengganti posisi menyamping ke kiri. Tapi tetap tidak terasa nyaman. Kepalaku jadi terasa pusing jika sudah seperti ini.

Suara ketukan pintu membuatku terduduk. Mama memanggil namaku sebentar, lalu membuka pintunya. Aku mengusap wajah sebentar, lalu menghembuskan napas perlahan ketika Mama duduk di kursi belajarku.

"Ada yang nungguin tuh di luar," kata Mama.

Aku menaikkan kedua alis, "Siapa?" tanyaku dengan suara serak khas bangun tidur.

"Ya, kamu cuci muka sama gosok gigi dulu lah. Masak tamu spesial kamu nyambutnya dengan penampilan kayak gini?"

Aku menggaruk keningku, lalu menyibak selimut dan langsung beranjak untuk pergi ke kamar mandi. Sebenarnya aku masih mengantuk, tapi mataku sulit terpejam. Kepalaku juga pusing, mungkin akibat kurang tidur tadi. Dengan masih menggunakan piyama, aku mengikuti Mama dari belakang untuk menuruni tangga. Siapa yang bertamu sepagi ini?

Kesadaranku tidak penuh, aku masih mencoba menyeimbangkan tubuhku agar tidak terjatuh untuk menahan kantuk dan rasa pusing ini. Aku masih menunduk ketika sudah sampai di ruang tamu dengan Mama yang duduk di sebelahku.

"Kamu mau ngajak Lely kemana?" tanya Mama pada tamu tersebut.

"Jogging, Tan."

Aku langsung mengangkat kepala, menatap cowok tersebut dengan mata melebar. Dia datang sepagi ini untuk mengajakku jogging?!

"Eh, gak mau!" sahutku langsung.

Galih hanya tersenyum kikuk, "Kita kan udah janjian, Lel."

Hah? Sejak kapan dia mengatakan janji akan mengajakku jogging hari ini?

Mama menyentuh bahuku, "Kamu tuh kok bisa lupa sih?" Mama menoleh pada Galih, "Kamu tunggu sebentar ya? Lely ganti baju dulu."

Aku ingin mengeluarkan protesku, tapi tidak jadi ketika Mama memberi tatapan peringatan seperti ini, "Panggil Ma-ma, Gal."

"Eh, iya, Ma." kata Galih mengoreksi.

Dengan berat hati aku berjalan menaiki tangga dan segera mengganti pakaianku.

"Ngapain sih ngajak-ngajak jogging segala!?" gerutuku sambil merapikan rambut sebentar.

Setelah selesai bersiap, aku segera turun dan memakai sepatu. Galih menunggu di depan dengan Mama. Saat aku hendak keluar, tiba-tiba Papa menghadang jalanku sambil membawa secangkir kopi di tangannya.

"Hayo... Makin deket aja nih!" katanya menggoda.

Aku menggembungkan pipi, "Pa, Lely udah ditungguin tuh!" kataku beralasan.

Papa hanya tersenyum, lalu mengacak rambutku sebentar sebelum akhirnya menarik tanganku untuk keluar juga. Mama dan Galih berdiri ketika aku dan Papa keluar, senyuman lebar Mama membuatku jengah. Bukan maksudju tidak menyukai Mama tersenyum,melainkan ada alasan tersendiri bagiku. Karena ini termasuk senyuman menggoda yang ditujukan padaku dan Galih.

"Udah, sana! Nanti keburu siang," kata Mama mengelus rambutku dan Galih.

Aku mengangguk pasrah, lalu berpamitan pada Maman dan Papa. Galih tampak biasa saja berjalan di sampingku dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku. Sepertinya ini juga bukan keinginannya untuk mengajakku jogging. Aku meneguk ludah, memberanikan membuka suara pertama kali untuk mengatasi keheningan ini.

"Ada apa?"

Galih menunduk sebentar, kemudian mengangkat wajahnya, "Kita jogging di alun-alun deket sini ya? Banyak yang kesitu soalnya."

Aku tau Galih masih belum siap menceritakan hal yang membuatnya diam seperti ini. Lebih baik aku mengikuti kemaunnya dulu agar dia merasa ada teman yang bisa mendengarkan keluh kesahnya. Galih berlari kecil, diikuti juga aku yang berada di sampingnya.

Kami berdua terus berlari kecil sambil sesekali melompat-lompat. Galih lebih memilih berlari di sekitar air mancur, sedangkan aku merenggangkan otot sambil melihat anak kecil yang berlarian dengan tawa kencangnya. Sebelumnya aku tidak pernah berolahraga pagi dengan siapapun, tapi Galih menjadi yang pertama.

"Lely?"

Aku menoleh ke samping, mataku melebar seketika saat melihat cowok bertubuh jangkung dengan handuk kecil yang menggantung di lehernya.

"Eeeh! Tumben kesini, Bar?" tanyaku mencoba seceria mungkin.

Bara tampak bingung sebentar, tapi dia juga ikut tersenyum lebar sambil menggaruk lehernya.

"Gue lagi olahraga. Baru nyampe sih," jawabnya.

Aku menganggukkan kepala, "Sama nih. Sendiri?"

Bara terdiam sebentar. Membuatku bingung dan mengerutkan dahi karena Bara masih diam dan malah terkekeh.

"Gue sama Kara. Dia lagi beli minum."

Aku menipiskan bibir, ikut tersenyum meskipun hatiku panasa seketika saat mendengar nama itu tersebut dari mulut Bara.

"Lo sama siapa? Twin brothers?"

Aku menggeleng pelan, mencoba setenang mungkin saat menjawab, "Gue sama Galih."

Ekspresi Bara berubah datar. Saat aku hendak bertanya lagi, tiba-tiba Kara datang sambil membawa sebotol air mineral dan disodorkan kepada Bara. Aku tersenyum, lalu pamit untuk pergi. Kara sempat melirikku dengan tatapan sinis, tapi aku sudah kebal dengannya sekarang. Aku berjalan menjauh sambil menundukkan kepala karena tiba-tiba terasa pening.

Kalau saja, Kara tadi tidak datang, aku pasti akan menikmati obrolan dengan Bara.

Kalau saja, Bara tadi tidak menanyakan aku datang dengan siapa, pasti suasana tidak akan berubah canggung.

Kalau saja, perasaan ini tidak tumbuh pada sahabatku sendiri, mungkin tidak akan serumit ini.

















Happy Sundaaayyy!!! Huhu, kalau saja... Kamu lebih peka. Eak. Dih.

Okeyy, jangan lupa vote yeee! Gracias.

Broken {Completed}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang