Bagian 1: My name is Mohammed Alif

424 23 1
                                    

Desember 2004,
Jalur Gaza-Palestina
____________________

"ISLAM IS NOT A TERRORIST!" teriak Alif dengan amat sangat menggelegar, "ALLAHU AKBAR!"

Dor.

Alif gemetar, pipinya sudah berlumuran air mata. Bocah lelaki yang baru berusia 7 tahun itu menjerit sembari menutup telinga bersamaan dengan suara tembakan yang begitu menggema di udara.

Lelaki tadi baru saja merebut pistol dari tangan Alif, ia mengambil alih dan langsung menadahkan pada pria dibelakang Alif, dengan sedikit gerakan jarinya, peluru itu melesat begitu cepat mengenai pria tadi.

Bersamaan dengan ia yang menangkap tubuh mungil Alif, kemudian berguling sedikit menghindari peluru yang baru saja diarahkan kepada bocah lelaki itu oleh pria tadi.

Lelaki itu berteriak, masih dengan mendekap erat Alif. "ALLAHUAKBAR!" teriaknya yang membuat siapapun yang mendengar langsung merinding.

Diiringi suara gemuruh yang tiba-tiba hadir mendampingi takbir dari lelaki yang memakai pakaian serba hitam ini.

Alif tak peduli lagi pada suasana siang kala itu. Di mana matahari sedang terik-teriknya, darah bercucuran, asap mengepul, dan tangisan anak kecil serta perempuan yang menjadi iring-iringan.

Yang bocah lelaki itu fokuskan sekarang adalah, lelaki asing yang tak dikenalnya itu baru saja menyelamatkannya. Lelaki yang menjadi pelaku teroris dan hendak dibunuh oleh Alif, baru saja melontarkan takbir di tengah-tengah peperangan.

"What's your name?" tanya lelaki itu yang masih mendekap Alif.

"My name is Mohammed Alif." jawab si bocah lelaki.

**

10 Tahun kemudian...
Juni 2014, Aceh-Indonesia
____________________

Kicauan burung kenari menyambut lelaki berwajah tampan di pagi hari. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali kemudiam mengucek untuk menghilangkan kotoran yang mengusik penglihatan.

Tubuhnya beranjak ke posisi duduk, kedua tangan ia tadahkan ke atas sembari bibirnya bergerak membaca doa. Kemudian ia mengusap kedua tangannya tadi ke wajah dengan hidung mancung dan bola mata yang begitu indah.

Di luar kamar, tepatnya meja makan. Umar sedang menyiapkan sarapan untuk dirinya dan anak lelaki satu-satunya.

"Bi, masak apa hari ini?" tanya Alif sembari memperhatikan meja makan.

Umar tidak langsung menjawab, "Kamu mandi saja dulu, baru kita sarapan." jawab Umar kemudian.

Alif yang kini sudah tumbuh dewasa pun lantas berbalik dan masuk ke kamarnya untuk mandi. Setelah mandi, ia hapal betul pasti sang Abi sudah menunggunya sejak tadi.

Tak ingin berlama-lama, Alif yang sudah fresh dengan rambut basah dan wajah seolah bercahaya, berjalan menuju meja makan.

Benar saja, Umar sudah duduk di sana sembari menundukkan kepalanya. Ia mendongak kala mendengar decitan kursi yang ditarik oleh Alif.

"Ayo makan." kata Umar mempersilakan.

Keduanya pun sama-sama baca doa di dalam hati mereka, seperti Alif yang sembari memejamkan matanya. Setelah itu, keduanya makan bersama dalam diam.

Tak ada pembicaraan ataupun suara sendok dan piring yang beradu mengisi keheningan. Sampai akhirnya Umar meletakkan sendoknya terbalik di atas piring, kemudian mengambil tisu di dekatnya dan mengelap sekitaran bibirnya.

Selang beberapa saat, Alif pun melakukan hal yang sama. Namun tidak hanya sampai di situ, Alif mengambil piring bekas makan Umar kemudian menumpuknya dan pergi menuju tempat cuci piring.

Tangan Alif memutar keran yang seolah menghasilkan air seketika. Dengan lihai, lelaki itu mencuci piring sehabis ia dan Umar sarapan.

Suara nyaring yang biasanya dihasilkan dari kedua piring yang beradu, tak terdengar sama sekali. Saking lembut dan hati-hatinya seorang Alif.

Setelah selesai mencuci piring, ia meletakkannya di rak. Tak lupa mengelap tangannya yang sebelumnya masih basah.

"Kamu tidak berkeinginan taaruf, Lif?" tanya Umar dengan ciri khasnya yang tegas ketika berbicara.

Alif yang sudah duduk di dekat Umar pun hanya menunduk, "Belum kepikiran, Bi." jawab Alif.

"Lagian Alif baru SMA." sambungnya.

"Justru karena kamu sudah mulai SMA, itu artinya kamu akan mulai beranjak dari remaja ke dewasa." ujar Umar langsung, "Abi khawatir melihat pergaulan anak jaman sekarang, apalagi perempuannya banyak yang agresif macam singa kelaparan." ucapnya lagi.

Alif menatap kedua mata Umar, "Abi percaya kan pada Alif?" tanya Alif terdengar dingin.

Umar yang mengerti watak keras dan prinsip yang kuat dari anaknya ini pun langsung menghela napas.

"Bagaimana, kalo Abi yang carikan Umi untuk kamu." celetuk Umar yang cukup mengejutkan Alif.

Kedua alis Alif saling menaut, "Abi mau cari istri?" tanya Alif memastikan dan hanya dijawab dengan anggukan kepala.

"Kita pindah ke ibu kota." kata Umar dengan menaik-turunkan kedua alisnya.

**

Vote and comment ❤
Semoga kalian suka 🙏
Maaf typo ya😅

AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang