"Assalamu'alaikum," ucap Ayra seraya membuka pintu, diikuti Alif juga.
"Wa'alaikumsalam." sambut Hilya yang muncul dari arah ruang keluarga.
Ketiganya pun berjalan beriringan menuju sofa yang berada di dekat mereka.
"Silakan duduk, Lif." Hilya mempersilakan.
Alif pun duduk di sofa.
"Kak, aku ke kamar dulu ya." ijin Ayra bermaksud pada Alif.
"Iya, eh." Hilya mengira kalau dirinya lah yang Ayra maksud.
Alif tersenyum, "Iya." jawab Alif mengalihkan sebelum Ayra meledek adik dari Mamanya itu.
Kepergian Ayra ke kamarnya, diikuti Hilya yang juga pergi ke dapur untuk menghidangkan beberapa cemilan.
Menyisakan Alif sendirian, di ruang keluarga yang luas dengan figura dan lukisan pemandangan yang tertata rapi di dinding bercat putih.
Rumah yang terasa nyaman bagi Alif, padahal bukan rumahnya sendiri.
Lelaki dengan seragam putih abu-abu yang masih dikenakan, memejamkan matanya sembari menundukkan kepala. Ia berdzikir dalam hati sambil menunggu sang tuan rumah kembali.
Itu lebih baik, dari pada melamun, berkutat dengan pikiran yang lebih baik untuk tidak dipikirkan.
"Kak Alif." sapa Ayra yang langsung memantulkan tubuhnya di sofa.
Membuat Alif sontak membuka matanya, "Astagfirullah," gumamnya pelan.
Senyum menggemaskan ditunjukkan oleh Ayra. "Kaget ya?" tanyanya jahil.
Alif tersenyum kecil, "Lagi bahagia ya?" tanya Alif.
Ayra masih mempertahankan senyumnya, "Kenapa?" tanya nya sambil memamerkan cengiran.
"Tadi kan dapat hadiah." jawab Alif, seketika raut wajah Ayra berubah membuat tawa Alif pecah, "Karena lagi di dekat saya, kan." ucap Alif lagi mengalihkan.
Tangan kekar itu hampir saja menyentuh puncak kepala Ayra, "Maaf," ucap Alif kikuk sembari menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
Tanpa Alif tahu, ada hati yang tak menentu, debaran jantung pun berpacu tanpa patokan waktu tertentu. Semburat merah merona terpancar di kedua pipi Ayra.
Gadis dengan sweater berwana putih dan jogger abu-abu yang dipadukan dengan kerudung jeblusan berlogo R di bergo. Pakaian khas anak rumahan. Simple tapi tetap menawan.
Hilya tiba sembari membawa nampan berisi tiga gelas es jeruk dan beberapa macam camilan.
"Ayo silahkan," Hilya mempersilakan dengan penuh keramahan.
Alif menggangguk sopan. Sedangkan Ayra sudah melahap kue kering yang tersedia tanpa sungkan.
"Bismillah dulu Dila, pelan-pelan." Hilya menasihati.
Ayra hanya cekikikan. Alif sudah memaklumi tingkah Ayra yang masih berusia dini.
"Oh iya, ini Kak." Alif menyodorkan belanjaan yang dipesan Hilya.
Hilya menerimanya, "Makasi.." ucapnya dengan raut bahagia.
"Bertahun-tahun jomblo, tapi dalam waktu beberapa bulan udah ada yang nge khitbah juga." sindir Ayra tanpa menatap Hilya.
"Iri aja kamu," balas Hilya mencibir.
Alif mendengarkan dengan seksama, "Jodoh itu udah ada yang ngatur, Ayra." ucap Alif menengahi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayra
RomanceKetika Ayra, gadis kelahiran Indonesia yang memutuskan untuk hijrah dari masa lalunya. Dipertemukan dengan Alif, lelaki asal Palestina yang merupakan tetangga baru Ayra. Lelaki yang mampu menjadi perantara seseorang pindah agama. Ayra, gadis belia...