Bagian 8: Dia Aisyah

91 11 1
                                    

"Ini sih udah kek emak-emak mau ke pengajian." komentar Dila sembari memandangi penampilan dirinya di cermin.

Gamis dengan model lengan kelelawar berwarna merah cerah, ditambah beberapa pernak-pernik di bagian pergelangan tangan dan lehernya. Berpadu dengan kerudung square berwarna senada yang dibentuk segitiga kemudian diikat ke belakang.

Dila mencebikkan bibirnya dengan tampang melas. Hilya tetap tidak mau menuruti kemauan Dila. Matanya melotot, dengan kedua tangan berkacak pinggang.

"Ish," Dila berdesis tak suka, kemudian memutar bola matanya.

Selanjutnya, gadis itu mengerucutkan bibirnya kesal.

"Udah sih ga usah banyak protes." cibir Hilya sembari merapikan penampilan Dila lagi.

Dila menghela napas jengah, "Astaga Kak, aku baru SMP." keluhnya.

"Tapi udah jadi penggemar Om-om kan," celetuk Hilya tanpa menatap Dila, ia asyik memasangkan bros untuk menghiasi kerudung keponakannya, "Udah ah nurut aja." perintahnya.

"No!" bantah Dila keras kepala.

Dila menghentak-hentakkan kakinya beberapa kali. Ia nampak frustasi.

***

"Kita jadi kan?" tanya Alif yang sudah menunggu Dila sejak tadi di ruang tamu rumah keluarga Dila.

Dila menghampiri Alif dengan pakaian yang ditentukan oleh Hilya. Namun ia rubah sedikit. Kerudung yang ia kenakan, ia copot jarum yang mengaitkan kedua sisinya. Hanya ciput dengan kerudung square yang disampirkan asal ke belakang. Masih memperlihatkan sedikit lehernya. Dan juga pernak-pernik yang menghiasi bagian leher gamis, begitu terpampang jelas di sana.

"Iya, emang kenapa?" tanya Ayra khawatir.
Alif terdiam, ia tidak langsung menjawab.

"Saya kira kamu ada jadwal pengajian." ucap Alif kelewat jujur.

Dari kejauhan, Hilya mengintip dan tertawa cekikikan. Kali-kali ngerjain kamu, ga masalah. - batin Hilya.

Awas lo, Kak. - gerutu Dila dalam hati. Tanpa sadar, tangannya pun mengepal.

"Ayo," ajak Alif, menjemput Dila kembali ke alam sadarnya.

Dila mengangguk, gadis itu pun berjalan mengekori Alif. Sebelum mereka pergi, Alif sudah meminta ijin terlebih dahulu untuk mengajak Dila pergi. Dan akan kembali sebelum langit berganti warna.

"Lho, ada Kak Hasna dan Kak Aisyah juga?" tanya Dila.

"Iya," jawab Hasna. "Dari pada berduaan lagi kan," cibirnya.

Dila menghendikkan kedua bahunya, "Gue sih ga masalah, dari pada ada yang suudzon lagi kan, dosa." ujar Dila tanpa sadar menyindir seseorang yang berada di sana juga.

Di sisi lain, Aisyah meneguk salivanya.

Sampai tiba-tiba Dila menyadari kedua kakak kelasnya yang menatap ia secara terang-terangan. Sorot mata itu menyapu penampilan Dila.

Sebuah senyuman tercipta di bibir Hasna, "Lo mau ke pengajian?" tanya Hasna sambil terkekeh pelan.

Alif mengantupkan bibirnya rapat, begitu juga dengan Aisyah yang bingung harus bagaimana.

Helaan napas kasar terdengar dari Dila, gadis itu hanya mencebikkan bibirnya tanpa mau membalas perkataan Hasna.

"Kita mau kemana?" tanya Aisyah mengalihkan pembicaraan.

"Hasna?" tanya Alif, karena memang Hasna yang memiliki rencana untuk pergi sebentar sore hari.

Walau hanya sekedar jalan-jalan di taman. Padahal saat pagi harinya, mereka sudah bertemu. Namun sepertinya gadis itu ingin lebih tahu tentang Alif dan gadis SMP itu.

"Ke restaurant favorit gue aja." usulnya.

***

Diam-diam, Dila memperhatikan penampilan kedua kakak kelasnya ini. Hasna dengan hijab styles, dan Aisyah dengan hijab syar'i.

Apa yang membedakan Dila dan Aisyah sekarang? Mereka sama-sama mengenakan gamis.

Namun gamis yang Aisyah kenakan berwarna baby pink, dipadukan dengan khimar yang menutupi sebagian tubuhnya. Terkesan simple memang.

Sekitar setengah jam lamanya berada di dalam mobil, kini mereka sudah tiba di restoran yang Hasna maksud.

Mereka makan bersama. Dan seperti biasa, Alif selalu makan dalam diam tanpa percakapan. Sementara Dila sering kali terlibat perdebatan kecil dengan Hasna. Sedangkan Aisyah, hanya berbicara seperlunya.

Tidak berlangsung lama, hanya kurang dari satu jam mereka sudah keluar dari restaurant. Dila dan Hasna jalan beriringan di depan. Di belakang mereka ada Alif dan Aisyah.

"Tadinya aku kira, kamu alergi terhadap kaum hawa." ucap Aisyah jujur.

Sebelumnya Aisyah belum mengenal siapa Alif. Hasna yang memperkenalkannya. Memperkenalkan suatu perasaan yang baru Aisyah temukan.

"Kalau itu terjadi, sungguh itu bagai kutukan karna alergi terhadap kaum yang paling mulia." kata Alif tanpa menatap Aisyah.

Aisyah tersenyum, "Tapi mendominasi neraka-Nya." ujar Aisyah yang memang benar adanya.

Sekejap, Alif terkesima dengan gadis di sebelahnya.

Gadis yang tanpa Alif tahu, telah terpikat dengannya saat pertama kali bertemu di taman tadi pagi.

Aisyah diam-diam mencintai Alif.

Alif menoleh, menatap wajah Aisyah kemudian tersenyum simpul. Aisyah balik menatapnya, tak lama ia menunduk malu dan tersenyum canggung.

Senja akan segera tiba, langit jingga mulai terlukis di atas sana. Mereka berempat segera pulang ke rumah masing-masing.

"Makasi, Kak." ucap Dila setelah diantar Alif sampai depan pintu rumahnya.

Alif mengangguk seperti biasa, "Saya permisi, assalamu'alaikum." pamitnya dengan senyum singkat, kemudian berbalik dan menyebrangi jalanan untuk sampai di depan rumahnya.

"Wa'alaikumsalam." jawab Dila sembari memandang Alif yang mulai menjauh.

Gadis itu ikut berbalik, masuk ke dalam rumahnya.

***

Next Chapter...

"Istirahat bareng gue ya." pinta Radit sambil menatap wajah Dila.

"Ogah." tolak Dila mentah-mentah.

"Nanti gue balik lagi." kata Radit dengan wajah datar. Ia membenarkan letak kaca matanya, lalu pergi begitu saja.

--------------------

Vote and comment

AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang