Bagian 16: Hari-Hari Penuh Luka

131 12 8
                                    

Alif berbalik kala mendengar suara sesuatu yang jatuh membentur tanah. Gadis yang tadi sempat bertabrakan dengannya, kini tergeletak tak berdaya.

Dengan cepat, ia menghampiri gadis itu. Hendak membawanya ke ruang kesehatan, tetapi ia tak berani menyentuhnya.

Matanya menatap sekitar, berharap seseorang dapat membantu. Beruntung, seorang gadis berjalan dengan tergesa-gesa dan agak kerepotan dengan buku-buku yang ia bawa, melewati Alif.

"Afedersiniz," panggil Alif dengan suara keras.

(Artinya: permisi)

Langkah gadis itu terhenti. Ia terdiam mendapati Alif yang melambaikan tangan padanya.

"Bana yardım edebilir misin?" tanya Alif, "Bu kız aniden bayıldı." tambahnya sambil menatap ke arah gadis yang masih tergeletak.

(Artinya : bisakah kamu membantu saya?)
(Artinya : gadis ini tiba-tiba pingsan)

Elza, gadis yang dipanggil oleh Alif mengikuti arah pandang lelaki itu. Raut wajah terpesona seketika berubah menjadi cemas. Ia berlari mendekat tanpa mempedulikan buku yang sudah berjatuhan.

"Ya Allah, Ayra!" pekik Elza yang kini sudah memangku kepala gadis yang pingsan itu. "Ayra, bangun." telapak tangan Elza menepuk-nepuk pipi Ayra yang masih terhalang oleh cadarnya.

"Saya ke ruang kesehatan dulu, tolong jaga dia." kata Alif yang masih di sini.

Ia sengaja menggunakan bahasa Indonesia, karena menyadari bahwa gadis yang ia panggil tadi ternyata bisa berbahasa Indonesia juga.

Tidak heran, mengingat gadis yang pingsan itu bisa berbahasa Indonesia. Dan keduanya sepertinya sudah sangat akrab satu sama lain.

Alif beranjak pergi, namun ucapan gadis itu masih terdengar,

"Ayra kamu kenapa? Ayo bangun." ucap Elza yang sangat khawatir.

Alif sudah berjalan sekitar 3 meter dari tempat sebelumnya. Ia berhenti melangkah tiba-tiba. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya.

"Lupakan," guman Alif seolah sesuatu yang mencoba mengusik pikirannya itu hanyalah debu.

***

Semuanya gelap. Tidak ada warna lain selain hitam, tak ada cahaya matahari ataupun bulan. Dimana? Pikirnya dari alam bawah sadar.

Perlahan, cahaya terang mulai terlihat. Itu sedikit menyilaukan. Samar-samar terlihat beberapa benda dengan berbagai warna.

Erangan kecil terdengar akibat rasa sakit yang menyelimuti kepalanya.

Bukan lagi kegelapan, bersamaan dengan kelopak mata yang terbuka. Penglihatannya masih agak buram, refleks Ayra memegang kuat kepalanya, menahan nyeri yang melanda.

"Ayra," suara yang sangat familiar terdengar.

Ayra mengerjap beberapa kali, sampai akhirnya ia merasa lebih baik. Pandangannya pertama kali menangkap sosok bernama Elza dengan raut wajah cemasnya.

Dengan lemas, Ayra berusaha mengukir senyum. Berharap Elza sedikit lega.

"Kamu baik-baik aja?" tanya Zahra, yang berdiri di belakang Elza.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang