Bagian 5: Ayra Almeera Fhadeela

132 15 1
                                    

Malam itu, Alif dan Umar berdiri di depan pintu sebuah rumah. Menanti sang pemilik membukakan pintunya.

Tidak lama kemudian, seorang gadis yang cukup umur namun masih berstatus sendiri, membuka pintu dari dalam kemudian mempersilahkan.

"Assalamu'alaikum," ucap Alif dan Umar bersamaan kala kaki mereka melangkah masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikumsalam Warahmatullah." jawab gadis yang bukan lain adalah Hilya, "Silahkan masuk." ia mempersilahkan dengan senyum penuh ketulusan.

Alif mengangguk sopan, begitu juga dengan Umar.

"Silahkan duduk, saya pamit ke dapur sebentar." ujar Hilya ketika mereka sudah sampai di ruang tamu yang terdapat sofa.

"Terima kasih." ucap Alif kemudian ia dan Umar duduk bersebelahan.

Diam, tidak ada pembicaraan. Sampai Umar mendekat hendak berbisik, "Lif," panggilnya membuat Alif menoleh. "Cantik ya." ucapnya kemudian dengan genit.

Alif hanya tersenyum kecil, tanpa minat membalas ucapan Umar.

Mengetahui respon Alif yang seperti itu, Umar kembali ke posisi semula dengan menegakkan punggungnya, "Ya, kalau kamu tidak mau, biar Abi saja." celetuk Umar sembari mengusap telapak tangannya tampa menatap Alif.

Di tempatnya, Alif hanya tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya.

Tidak lama kemudian, seorang wanita setengah paruh baya tiba dan duduk di sofa single. "Maaf lama," ujar Shareen canggung.

"Tidak masalah." jawab Umar dengan kekehan kecil untuk mengurangi kecanggungan.

Hilya kembali lagi dengan nampan berisi tiga cangkir teh hangat dan beberapa camilan. "Silahkan," ia mempersilahkan, setelah itu balik lagi ke belakang.

"Saya Shareen, dan barusan adik saya Hilya." ucap Shareen mengawali pembicaraan.

Alif dan Umar mengangguk paham, "Saya sendiri Umar, dan ini anak saya Alif." kini giliran Umar.

Raut wajah terkejut tidak mampu disembunyikan oleh Shareen sesaat ia mengetahui kalo dua lelaki yang sama tampannya ini adalah ayah dan anak.

"Saya kira adik," kata Shareen diselingi tawa takut-takut perkataannya menyinggung nanti.

"Hampir semua, mengira seperti itu." balas Umar dengan kekehan.

Obrolan kecil dan ringan, menjadi hidangan pembuka sebelum ke acara makan malam bersama. Sembari menunggu Rashaad pulang kerja dan Dila bangun dari tidurnya.

**

"Astagfirullahaladzim.. Dilaaaaa!" teriak Hilya sambil berkacak pinggang.

Tanpa diduga, sebuah bantal melayang begitu saja mengenai wajah Hilya, membuat wajahnya kian memerah menahan amarah.

Tangan gadis itu menarik telinga keponakannya, "Aw!" pekik Dila dengan mata yang masih terpejam.

Beberapa saat kemudian, Dila membuka mata, langsung disambut dengan raut wajah menyeramkan Hilya.

Dengan tampang watados, Dila beranjak ke posisi duduk, "Kenapa?" tanyanya seperti bergumam.

"Kita kan ada acara makan malam." ucap Hilya mengingatkan.

"Hah? Dimana?" tanya Dila lagi dengan malas-malasan dan kelopak mata yang belum terbuka sempurna.

AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang