Bagian 9: Pilihan Hati Ayra

83 10 0
                                    

Suara burung terdengar dari sekitar jendela kamar Dila. Mentari pun mulai menyelinap dari gorden kamarnya.

"Hoammm,"

Suara otot yang direnggangkan begitu nyaring terdengar. Dila pun menepuk-nepuk mulutnya yang terbuka, sudah seperti tarzan di hutan belantara.

Tangan mungilnya mengucek kedua mata untuk menghilangkan kotoran yang ada di sana. Perlahan, kelopak mata itu terbuka, memamerkan iris mata yang indah.

Sorot mata itu menangkap sebuah jam yang bertengger di dinding bercat pink.

06.00 a.m

"Mampus gue belum sholat!" umpat Dila pada dirinya.

Dengan tergesa-gesa, Dila loncat dari kasur menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.

Lalu ia sholat subuh dengan berusaha khusyuk. Kemudian, baru Dila mandi dan bersiap ke sekolah.

30 menit lamanya, kini gadis berseragam putih biru telah bergabung dengan kedua orang tuanya dan juga Hilya di meja makan untuk sarapan bersama.

"Selamat pagi," sapa Dila dengan ceria.

"Pagi sayang," sahut Shareen sembari menyiapkan sarapan.

Hilya bersiap menyantap makanan yang ada di hadapannya, dengan bibir yang seperti komat-kamit karena membaca doa. Rashaad pun melakukan hal yang sama seperti adik iparnya.

"Hilya, pameran lukisan yang kamu impikan itu gimana?" tanya Shareen tanpa menatap Hilya.

Yang ditanya sedang mengunyah makanannya, "Jadi kok Kak, aku udah buat banyak lukisan." jawab Hilya setelah menelan.

Shareen manggut-manggut paham.

"Umar bagaimana?" tanya Rashaad kemudian.

"Uhuk," Hilya tersedak, refleks Dila menyodorkan minuman pada Hilya di sampingnya.

Tanpa pikir panjang, Hilya meneguk minuman dari Dila, "Gimana apanya Kak?" Hilya balik bertanya pada Rashaad.

"Cocok ga?" Rashaad menggoda, ia bertanya dengan suara pelan bermaksud membisikkan.

Rona merah muncul di wajah Hilya, "Insya Allah." jawab Hilya berusaha menyembunyikan senyuman.

"Cie," Dila ikut menggoda sambil menyenggol lengan Hilya.

Seorang pria paruh baya tiba dengan seragam sesuai profesinya. Supir pribadi keluarga Rashaad.

"Non Dila, mobilnya sudah siap." ujar Tomi sang supir pribadi.

Tangan Dila meraih segelas air mineral kemudian meneguknya dengan terburu-buru, "Ayo, Pak." ucapnya.

Dengan gerakkan cepat, siswi SMP itu mencium punggung tangan Hilya, Shareen, dann Rashaad bergantian. Kemudian menyampirkan tas ransel ke salah satu bahunya dan pergi dari sana.

"Assalamualaikum." ucap Dila sebelum benar-benar pergi.

Setelah itu, ia mengekori Tomi menuju garasi tempat mobilnya berada. Kendaraan roda empat yang dikemudi oleh Tomi, membelah jalanan di pagi hari menuju sekolah Dila berada.

Kedua orang tua Dila pun pergi menuju kantor mereka. Menyisakan Hilya di rumah yang cukup megah. Melukis atau sekadar membaca buku dan majalah, sudah menjadi kebiasaan Hilya.

***

Di tempat lain, tepatnya di sebuah rumah yang berhadapan dengan rumah keluarga Dila.

"Aamiin." gumam Alif sambil mengusap kedua telapak tangannya pada wajah.

Alif baru selesai sarapan, ia pun membereskan piring bekas dirinya dan Umar yang sudah lebih dulu selesai menghabiskan makanannya.

AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang