Bagian 7: Cinta Itu Tiba

103 14 0
                                    

"Tadi abis dari mana aja?" tanya Hilya di tengah makan siang mereka.

"Cuci mata." jawab Dila asal ceplos. Gadis itu pun menyuapkan sesendok makanan ke mulutnya.

Hilya dan Umar menatap ke arah Alif yang hanya terdiam. Berharap lelaki itu akan memberi jawaban yang lebih baik dari pada Dila.

Namun Alif hanya terdiam, makan dengan khusyu. Umar mengerti, ia sudah terbiasa dengan sikap Alif yang sangat disiplin.

Selesai makan, barulah mereka berbincang-bincang.

Umar menggesekkan kedua sisi telapak tangannya, mencoba menguasai diri dari rasa gugup yang tiba-tiba menghampiri.

"Jadi," lelaki yang sudah berumur itu menggantung ucapannya.

Dila dan Hilya menanti dengan raut wajah penasaran.

"Saya berasal dari USA," ia menjeda, "Saya sudah memiliki tunangan di sana. Tetapi dia sudah meninggal karena teroris-teroris itu."

"Bom yang diledakkan, menghancurkan tubuhnya, sekaligus perasaan saya juga." sambungnya.

Umar terlihat sedih. Siratan kepedihan itu masih jelas terpancar dari sorot matanya. Namun deheman keras dari Alif membuat Umar tersentak, ia terkejut, kemudian tersadar dari rasa kalut.

"Awalnya saya mengira kalo itu ulah orang-orang muslim. Sampai saya memutuskan bergabung dengan tentara di Israel untuk membalaskan dendam saya terhadap muslim di Palestina." Umar menceritakan.

Bayangan kejadian beberapa tahun silam, kembali terputar di ingatan. Tidak mudah untuk mengingat hal yang sudah susah payah untuk dilupakan.

Namun Umar harus mengatakan sebagai langkah awal hubungannya dengan Hilya. Saling terbuka dan percaya, itu salah satu modal utama.

"Setelah begitu banyak orang yang menjadi korban dari rasa dendam saya, Allah mempertemukan saya dengan bocah lelaki yang sungguh berani."

"Ia tak gentar walau saya sudah menadahkan senjata ke arahnya, anak itu malah balik mengacungkan senjata yang tak seberapa." ujar Umar dengan mata yang mengarah pada Alif.

Dila yang menyadari itu pun, mengikuti arah pandang Umar.

Anak laki-laki yang dimaksud itu? - pikir Dila ragu.

*Flashback

"ISLAM IS NOT A TERRORIST!" teriak Alif dengan amat sangat menggelegar, "ALLAHU AKBAR!"

Dor.

Alif gemetar, pipinya sudah berlumuran air mata. Bocah lelaki yang baru berusia 7 tahun itu menjerit sembari menutup telinga bersamaan dengan suara tembakan yang begitu menggema di udara.

Lelaki tadi baru saja merebut pistol dari tangan Alif, ia mengambil alih dan langsung menadahkan pada pria dibelakang Alif, dengan sedikit gerakan jarinya, peluru itu melesat begitu cepat mengenai pria tadi.

Bersamaan dengan ia yang menangkap tubuh mungil Alif, kemudian berguling sedikit menghindari peluru yang baru saja diarahkan kepada bocah lelaki itu oleh pria tadi.

Lelaki itu berteriak, masih dengan mendekap erat Alif. "ALLAHUAKBAR!" teriaknya yang membuat siapapun yang mendengar langsung merinding.

Diiringi suara gemuruh yang tiba-tiba hadir mendampingi takbir dari lelaki yang memakai pakaian serba hitam ini.

Alif tak peduli lagi pada suasana siang kala itu. Di mana matahari sedang terik-teriknya, darah bercucuran, asap mengepul, dan tangisan anak kecil serta perempuan yang menjadi iring-iringan.

AyraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang