Sejak ia menjejakkan kakinya disana, ia bisa merasakan jantungnya berdebar. Terakhir kali ia mendatangi tempat wisata itu sekitar lima tahun yang lalu.
Tokyo Disney Resort--nama tempat wisata itu--cocok dikunjungi saat pertengahan bulan Mei, menghindari hari-hari libur yang membuat tempat itu semakin ramai. Beruntung Jimin sudah menyiapkan tiket dan segala keperluannya di Jepang dari jauh hari, dan sekarang ia akan menikmati waktu cutinya itu.
Jimin sampai disana saat jam sudah menunjukkan pukul 16.30 JST. Walau bukan hari libur pun tempat itu tetap ramai, beruntung badan mungilnya dapat menyelinap dikeramaian dengan mudah.
Jimin ingat apa-apa saja wahana yang dimainkannya lima tahun lalu, maka disinilah ia sekarang, 'Alice's Tea Party'. Memamerkan tawanya pada gadis asing dihadapannya. Mereka ingin menaiki permainan yang harus dinaiki oleh dua orang dan seakan mengerti mereka mengangguk setuju untuk menaikinya bersama saat diloket.
"Arigatou Mina-san." Gadis itu tersenyum sambil membalas salam Jimin. Tadi mereka sempat berbincang banyak, nama gadis itu Myoui Mina, mengejutkan karna ternyata gadis itu mampu bicara bahasa Korea dengan cukup lancar, katanya ia belajar bahasa Korea dengan giat karena sedang ikut audisi di salah satu agensi besar di Korea. Jimin sempat menawarinya untuk ikut ke destinasi Jimin selanjutnya; Restaurant Hokusai. Namun Mina menolak dengan sopan karena ia ingin ke tempat makan barat, sudah terlalu sering makan mananan Jepang katanya, Jimin yang mendengar itu tertawa sebelum akhirnya berjalan berlawanan arah dari gadis itu.
Jimin bisa melihat restoran itu ramai, namun tidak seramai tempat makan lain yang ditemuinya. Maklum, sudah jam makan malam dan orang-orang memilih untuk segera mengisi perut mereka.
Menu makan malam Jimin kali ini jatuh pada satu set Donkatsu. Ia makan dengan perlahan sambil mencocokkan tempatnya dengan lima tahun yang lalu. Tempat ini tetap sama, orang-orang duduk bercengrama bersama keluarga dan kerabat. Jimin meringis ketika menyadari hanya dirinya yang duduk sendirian di mejanya, tapi tak masalah, ia masih bisa merasakan kehangatan yang sama dibalik lampu-lampu remang yang bersinar hangat.
Jimin ingat, lima tahun lalu ia datang kesini dengan pria yang setia memegang kameranya itu untuk merekam aksi konyol Jimin, Jeon Jungkook. Ia ingat dulu pria itu memesan Tempura namun protes karena makanannya tidak semenarik daging sapi panggang milik Jimin.
Jimin menyelesaikan makannya dan memutuskan untuk pergi ke tujuan terakhirnya, Café Orléans. Jimin berpikir apakah kudapan yang ia beli lima tahun lalu masih tersedia, lalu tertawa sendiri karna tentu saja mereka masih menjual itu.
Jimin datang dan memesan satu porsi 'Mickey-shaped Beignets', porsinya cukup untuk dua orang namun tampaknya Jimin akan menghabiskan itu sendirian sekarang. Dulu, ia dan Jungkook memesan itu hanya karna melihat nama karakter Disney kesukaan Jimin disana, tapi mereka tidak menyesal karena donat dengan bentuk kepala kartun itu sangat lezat, tidak seperti dugaan mereka.
Jimin memutuskan untuk segera pulang ke hotel setelah pesanannya datang, ia sudah merasa cukup lelah. Sudah hampir pukul sepuluh, Jimin merasa bersalah pada dirinya sendiri karena tujuan awalnya datang kesini adalah untuk bersenang-senang, bukan untuk bernostalgia dengan hal yang seharusnya ia lupakan.
Namun kakinya bergerak tidak sesuai dengan pikirannya, kakinya melangkah dan membawanya kearah jejeran pertokoan.
'Magic Shop'.
Bangunan dua tingkat itu terlihat antik namun menimbulkan kesan mewah. Lampunya terang walau tulisan didepan pintu itu bertuliskan mereka sudah tutup. Dulu, Jungkook pernah menariknya kesana karena penasaran dengan koleksi perangko yang dijual disana. Jimin ingat raut kesal Jungkook ketika ia mentertawai pemuda kelinci yang dijahili habis-habisan oleh pesulap disana.
Dulu, Jungkook pertama kali menariknya kedalam ciuman pertama mereka disini, didepan bangunan ini. Di tegah keramaian. Di hadapan orang ramai yang bertepuk tangan akibat aksi berani Jungkook.
Tapi itu dulu, sebelum Jungkook meninggalkannya.
Lututnya melemas dan ia siap untuk jatuh, begitu juga dengan air matanya yang berlomba-lomba untuk keluar. Hatinya perih akibat luka baru yang ia ciptakan sendiri. Namun sebuah tangan menahannya dan menariknya kedalam pelukan, meminjamkan pundaknya untuk Jimin menumpahkan semua isi hatinya.
Jimin tidak menolak pelukan dari orang asing yang sekarang mengelus kepalanya memberi afeksi. Ia menampik fakta bahwa pria yang memeluknya bisa jadi merugikan karna ia benar-benar butuh pelukan sekarang.
"T-tuan yang baik hati, terimakasih sudah memelukku. Kumohon jangan lepaskan pelukannya sekarang." Jimin berucap dengan bahasa Jepangnya yang pas-pasan, tangannya bergerak memeluk pinggang pria itu dan melupakan donatnya yang sudah jatuh ke tanah dan menghanguskan seribu yen miliknya.
Pria asing itu tersenyum sambil mengeratkan pelukannya pada pria mungil dihadapannya. Lima tahun. Setelah lima tahun akhirnya ia bisa kembali memeluk pria mungilnya.
Lima tahun, akhirnya ia bisa membebaskan diri dari drama perjodohan konyol orangtuanya.
"Tuan, sepertinya aku mengotori bajumu." Jimin mengangkat kepalanya dan matanya membulat seakan tak percaya.
Jeon Jungkook ada dihadapannya.
"Park Jimin, kau berhutang membersihkan bajuku."
))
semalem sudah ngetik ini, cuma ga save jdi ya gt harus ulang dri awal. endingnya beda sama yg semalem kubikin hffft soalnya masih emosi ketikanku sepanjang itu ga kesave:")
YOU ARE READING
sappy - jikook
Short Storythere's a reason why two people stay together; they give each other something nobody else can. [top!jungkook x bot!jimin]