loud music, glasses and desire on both our bodies [M]

792 112 25
                                    

[warn! mature content. if you are not comfortable with bxb sexual content just go away]


*bahasanya mungkin bakal terlalu vulgar, kalo kalian lagi puasa bacanya pas malem aja ya~

Kerlap-kerlip lampu dan musik kencang yang memekakan telinga membuat mata Jimin sedikit berkunang. Ia hampir mabuk jika menerima tawaran seteguk minuman beralkohol lainnya, namun ia sadar ia pergi ke sini dengan mengendarai mobilnya sendiri dan membawa mobil dalam keadaan mabuk sangat tidak pintar.

Kakinya lalu berjalan menuju kerumunan orang dewasa yang sedang asik meliukkan pinggang mereka; Jimin bergabung, ikut menari seirama dentuman keras musik yang terputar.

Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman nakal ketika melihat siapa yang ikut turun ke lantai dansa, Jimin semakin gencar meliukkan tubuhnya.

Jeon Jungkook.

Pemuda Busan itu adalah alasan mengapa ia ada disini, Jimin bisa melihat Jungkook tersenyum melihat dirinya--yang pemuda itu kira--dalam keadaan mabuk. Jimin sadar siapa yang selalu menguntitnya sepulang dari kampus, dan tebakannya benar saat ia melihat Jungkook tetap mengikutinya ke kelab dekat kampus.

Bisa ditebak, pikiran Jungkook mulai meliar saat ini. Apalagi ketika Jimin dengan sengaja meletakkan tangannya di dada Jungkook, membuat gerakan abstrak. Jarinya ikut menari diatas sana mengikuti iringan lagu, dan Jungkook menahan napasnya ketika Jimin menatap matanya dalam.

"Ah Jimin, aku tidak tau kau bisa secantik ini saat mabuk." Jungkook meletakkan tangannya dipinggang ramping Jimin. Menatap bibir Jimin yang basah dan berpikir apakah ia bisa mengecap bibir itu.

Tapi tidak, ia cukup tahu diri--Jimin mabuk, pikirnya. Dan ia bukan pengecut yang memanfaatkan keadaan --walaupun dirinya sudah dengan tidak tahu diri meletakkan tangannya dipinggang ramping Jimin.

"Oh? Aku cantik? Terima kasih." Jimin bergerak merapatkan tubuhnya kearah lelaki itu, tangannya yang semula berada di dada Jungkook sekarang sudah berpindah untuk memeluk leher Jungkook.

Jungkook kembali tercekat, ini terlalu dekat; terlalu intim hingga ia bisa merasakan dada Jimin menempel padanya ; terlalu menyesakkan karena bagian bawahnya mulai bereaksi dan ia bisa merasakan napas Jimin ditelinganya.

Jungkook melampiaskan perasaannya dengan memberikan remasan pelan dipinggang sang Kakak tingkat. Tidak pernah terbayang olehnya jikalau Jimin sang idola kampus ada dihadapannya, memeluk lehernya erat dan bahkan sekarang ia bisa merasakan basah di telinganya.

Sialan. Panas sekali, kacamatanya sampai berembun.

"Kau, Jeon Jungkook, bukan?" Tanya Jimin tepat ditelinganya. Jungkook bergumam sebagai jawaban, walau bingung kenapa Jimin bisa mengenal manusia asosial sepertinya. Siklus hidup Jungkook bahkan tidak jauh dari kelas yang dihadirinya, perpustakaan, lalu mengikuti Jimin pulang. Baiklah, yang terakhir memang membuatnya seperti penguntit. Tapi tujuan awalnya hanyalah menjaga Jimin.

Jimin merenggangkan pelukannya dan Jungkook tidak mengira Jimin akan menarik kacamatanya. "Kau tetap bisa melihat 'kan?" Jungkook mengangguk sambil meneguk ludahnya kasar karna wajah Jimin yang memerah terlihat sangat dekat dengannya.

"Aku menyimpan kacamatamu." Jungkook melesakkan kacamata bulat itu dikantong belakang celana jinsnya, "ini sebagai hukuman karena kau hanya berani mengikutiku selama satu bulan penuh tanpa berani menyapaku." Jimin tersenyum nakal sementara Jungkook terkejut setengah mati.

J-jadi Jimin tahu semuanya?!

"Aku punya kacamatamu dan kunci mobilku di saku belakang, bagaimana jika aku mengembalikan kacamatamu setelah kau mengantarkanku kesana?"

sappy - jikookWhere stories live. Discover now