Penutup (Tentang Revan Di Dunia Nyata)

137 24 10
                                    

Terima kasih pada kalian yang telah membaca kisah ini, sebuah kisah sederhana yang barangkali tidak membuat kalian terbawa perasaan atau apalah. Seperti yang tertera di prolog, ini hanya kisah Revan, seseorang dari masa lalu yang sulit saya lupakan karena mimpinya yang dihancurkan oleh keadaan.

Saya memang terlalu sentimental. Toh belum tentu Revan benar-benar bercita-cita menjadi pembalap. Tapi tetap saja, bagi orang yang menganggap mimpi dan harapan adalah hal krusial, fakta bahwa mimpi teman saya pupus begitu saja... itu menyakitkan.

Revan kini bersekolah di sekolah yang mampu mengatasi kebutuhan khususnya. Saya pernah sekitar tiga kali bertemu dengannya. Setiap melihatnya, saya selalu merasa lega, juga berterima kasih. Berterima kasih untuk apa-apa yang Revan ajarkan pada saya, dan lega karena detik jarum jam Revan tidak berhenti secepat yang saya takutkan sebelum operasinya berlangsung. Yah, bagaimana pun, waktu itu saya hanya anak SD yang naif.

Saya dan Alisha masih ada di satu sekolah. Satu kelas. Kami sudah tidak sedekat dulu. Kadang-kadang kami membicarakan Revan... meski itu semata-mata bercerita pada teman sekolah kami yang lain, tentang teman SD kami yang pernah terkena tumor otak.

Apakah cerita Revan adalah cerita di dunia nyata?

Ya, ada. Saya adalah Kayana di dunia nyata. Dwi, Alisha, Salsabila, wali kelas saya, Awan, dan tokoh-tokoh lain juga ada di dunia nyata.

Apa tujuan saya meminta najmabintang agar mau menuliskan cerita ini?

Sederhana. Saya hanya ingin berbagi. Berbagi kisah tentang anak lelaki yang berjuang, anak lelaki yang mengajarkan kesabaran pada saya.

Salah satu sahabat saya di jenjang pendidikan masa kini sering menggoda saya, karena dia tahu saya pernah menyukai Revan. Tapi saya menggeleng setiap dia menggoda saya.

Saya tidak bisa menyukai Revan sebagai lebih dari teman lagi.

Alasannya? Saya tidak tahu persis? Barangkali karena pertemuan kami tidak lagi seintens dulu ketika perasaan itu pelan-pelan meluruh, menjadi perasaan netral teman pada temannya. Namun ketika saya beranjak lebih dewasa, saya menemukan jawaban yang kedua.

Bagi saya, menyukai seseorang adalah sesuatu yang besar. Entahlah, karena saat menyukai seseorang, kita harus  mau menyukai dia apa adanya.

Dan saya... tidak bisa. Saya tidak bisa menerima Revan apa adanya.

Saya tidak sanggup.

Saya tidak sanggup dan tidak bisa menyukai seseorang yang penglihatannya tidak sempurna.

Sebut saya jahat atau kejam. Namun itu kenyataannya. Saya tidak sanggup. Hati saya tidak sebesar itu untuk menerima keadaan Revan sebagai orang yang saya sukai. Hati saya hanya cukup besar untuk menerima keadaan Revan sebagai teman saya.

Sekali lagi, terima kasih telah membaca. Semoga kalian yang membaca selalu bahagia dan sehat.



dari perwujudan Kayana di dunia nyata




GapaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang