Chapter 19 : Jealous (Care P.3)

296 33 20
                                    

Woohyun berbersin ria ditemani secangkir teh panas yang mengepul. Seragamnya yang basah karena hujan memang sudah berganti piama hangat. Namun, rambutnya masih basah, tidak terlalu berguna. Ia pulang dari rumah Jin setelah berulang kali tidak mendapat jawaban dari acara mengetok pintu rumah kediaman menteri Park yang semua lampunya mati, mengindikasikan tidak ada siapapun di rumah tersebut terlepas dari benar atau tidaknya. Woohyun juga sudah menghubungi nomer Jin, tapi selalu dialihkan, selalu tersambung ke voice mail. Menghubungi Hana juga tak kunjung diangkat. Intinya, semua akses menuju tunangannya diblokir.

Sebenarnya ada satu cara. Yaitu, menanyakan langsung kepada sang Appa mertua. Tapi itu jika Woohyun berniat mati hari ini. Meminta bantuan pada sang Eomma juga tidak membuahkan hasil. Yang ada ia malah mendapat omelan. Memberitahu sang Hyung juga percuma, dirinya malah disalahkan. Intinya, Woohyun harus berusaha sendiri menemukan tunangannya sebelum ia benar-benar kehilangan jejak yeoja itu untuk selamanya. Jika itu sampai terjadi, maka Woohyun tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri.

Salahkan kedua orang tuanya yang menutup-nutupi kebenaran tentang kecelakaannya. Jika ia tahu yang sebenarnya, mungkin semua ini tidak akan terjadi. Woohyun merupakan tipe orang yang berpikir sederhana, tidak menaruh curiga terhadap hal-hal yang berbau takdir alam. Seperti kecelakaan, kucing terlindas truk maupun kebakaran. Woohyun percaya bahwa tidak ada seseorang yang terlalu gila untuk bermain dengan nyawa seseorang terlebih nyawanya mengingat ia tidak punya musuh kecuali, Appa-nya sendiri. Dan sangat tidak mungkin jika sang Appa tega melenyapkan dirinya dari muka bumi ini.

"Haaacchiss!! Hacchiss! Hacchiss!!".

"Duryeonim, anda harus minum obat. Samunim akan marah kepada saya jika Duryeonim tidak minum obat segera.", pelayan Song memohon untuk ke sekian kali sembari menyodorkan piring kecil berisi butiran tablet dengan jenis warna berbeda.

"Aku tidak akan mati hanya karena tidak meminum obat itu kan, pelayan Song!? Jadi keluarlah. Aku akan baik-baik saja setelah tidur.", jawabnya keras kepala.

"Memang siapa yang mengatakan anda akan mati hanya karena terserang flu, Duryeonim!?", balas sang pelayan kesal. "Tapi setidaknya, dengan meminum obat anda akan cepat sembuh dan mencegah penyakit lain. Anda bisa saja demam!", pelayan Song menyentuh kening sang Duryeonim. "Suhu badan anda meningkat, Duryeonim!!", keluhnya kesal bercampur cemas.

"Bukankah itu hal yang wajar disaat seperti ini? Aku baru saja kehujanan, ingat!?", balas Woohyun mengingatkan. Ia masih senantiasa menekan-nekan layar ponselnya dibawah selimut tebal. Masih baik ia mau berbaring di tempat tidur, tidak mondar-mandir seperti sebelumnya.

Pelayan Song mencengkeram jari-jarinya, kesal setengah mati. Derajatnya tidak pantas untuk marah-marah apalagi kepada Duryeonim-nya. Sangat tidak diperbolehkan. Entah mengapa setiap kali ia membujuk namja tampan itu selalu tidak berhasil. Padahal ia melakukannya dengan sangat lembut, penuh kasih sayang. Ia melakukannya persis seperti pesan kepala pelayan Choi yang belum kembali dari mengurus cucunya yang sedang sakit sejak 4 hari lalu. Memang benar Woohyun lebih melunak kepadanya ketimbang para pelayan yang lain. Tapi itu tidak menjamin bahwa pekerjaannya selalu sukses. Yang ada umurnya bertambah tua dua kali lebih cepat ketimbang yang seharusnya. Akhirnya, Pelayan Song keluar dari kamar Woohyun, meninggalkan piring obat itu di atas nakas.

Dulu, saat umur Woohyun 12 tahun, ketika sedang sakit dan meminum obatnya, pil itu tersangkut ditenggorokannya dan rasanya amat sangat pahit. Sampai-sampai Woohyun masih bisa merasakan pahit itu bahkan setelah 3 hari berikutnya. Karena itulah Woohyun benar-benar tidak mau meminum obat kecuali terpaksa dan tidak ada pilihan lain. Toh umurnya tidak lagi cukup untuk mengkonsumsi obat berupa sirup.

The COVENANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang