Charter 17 : Love (Part 1)

353 34 76
                                    

Sudah genap 10 hari sejak Jin menginjakkan kaki di Korea. Sekarang yeoja itu sudah tinggal di rumahnya sendiri, bersama sang Appa, menteri Park. Kini hidupnya terasa sempurna, lebih indah dengan berada di sisi Woohyun. Jin tak kehabisan akal untuk mendatangi rumah mertuanya, setiap hari, tidak pernah absen barang sekali. Tapi, semua mimpi-mimpinya kandas bahkan belum sempat dimulai, saat Woohyun mengatakan 'aku menyukai Jiyeon!'. Hati Jin hancur berkeping-keping, tak tersisa sedikitpun. Dan saat itu terjadi, Jin harus tersenyum, ikut merayakan kebahagiaan Woohyun, namja yang sudah mengisi hatinya sekaligus namja yang juga menghancurkan hatinya.

Hari ini Jin datang lagi ke rumah Woohyun, seperti biasa. Ia nampak cantik dengan balutan semi formal, atau katakanlah gaya orang berpendidikan tinggi, santun nan anggun, persis Tuan putri. Tak terlalu lama menunggu, Woohyun keluar dari kamar dengan celana jeans sobek-sobek, kaos hitam yang dibalut kemeja merah dan rambut yang sedikit tinggi di bagian depan. Satu kata yang pantas, TAMPAN luar biasa!

- Myung Eun POV -

Tampan!

Ya tuhan, kenapa kau menyematkan rasa ini dalam hatiku bila akhirnya aku tidak bisa memilikinya? Semakin aku berusaha melupakannya, aku justru tidak bisa menghilangkannya dari pikiranku. Aku tidak sanggup menolak perasaan indah sekaligus menyakitkan ini, tapi aku juga tidak boleh mengungkapkannya. Tidak bisakah dia menjadi milikku, seutuhnya, selamanya?

"Apa yang kau pikirkan?"

Aku tersadar. "Nothing. Kajja! Jiyeon pasti sudah menunggu.", aku berjalan di depan.

Aku masuk ke dalam mobil, duduk di samping kursi pengemudi. Setelah itu Woohyun masuk, tentu dia yang menyetir. Ini adalah mobil sport berwarna merah, bukan yang dipakai Eomma saat menjemputku, melainkan mobil Woohyun sendiri. Presdir Nam mengembalikan setengah fasilitas Woohyun dari yang pernah beliau tarik kembali. Well, mungkin Presdir Nam tidak enak hati melihat kami berdua selalu diantar supir ketika ingin jalan-jalan.

"Baju apa yang sedang kau pakai ini? Gembel??", aku mengangkat ujung kemejanya tinggi-tinggi.

Woohyun menariknya kembali. "Kalau kau tidak suka diam saja. Berapa kali harus ku bilang kalau aku lebih nyaman dengan pakaian seperti ini!?"

"Lalu sudah berapa kali aku mengatakan pakailah pakaian yang rapi ketika kau pergi denganku! Jangan membantahku!!", seruku ketika ia akan bicara.

"Kalau kau terus seperti ini kau tidak akan punya pacar!", gerutuku.

"Well, yeoja yang benar-benar aku inginkan hanya Jiyeon. Jadi aku tidak peduli dengan yeoja lain. Kau harus tahu itu!"

"Cih, seperti Jiyeon akan menerimamu saja!".

Dosakah aku jika berdo'a untuk kesedihan Woohyun, semoga Jiyeon tidak menerima perasaannya? Mungkin ini terdengar jahat, tapi aku sungguh berharap bahwa Jiyeon mencintai namja lain dan bukan Woohyun. Sebagai balasannya, aku akan mengobati luka Woohyun, memberikan semua cinta yang aku miliki hanya untuknya. Aku tidak akan membiarkan dia bersedih. Aku akan membahagiakannya, sungguh. Aku berjanji!

"Aku akan mengantarmu pulang!"

"Wae? Memang kalian mau pergi ke mana? Mau melakukan apa? Jangan berbuat macam-macam dengan Jiyeon!".

Ini tidak adil!

"Yaa, untuk apa aku membawa yeoja lain saat berkencan? Dasar bodoh!", dia menoyor kepalaku. "Karena kau bergaul dengan Jiyeon, inilah yang kau dapatkan. Kau semakin hari semakin mirip dengannya!",

Bukankah itu bagus?

"Kalau begitu apakah kau juga suka padaku? Kau bilang aku mirip Jiyeon.", godaku. Tapi jujur, aku ingin mendengar jawaban 'iya' darinya.

The COVENANTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang