Suara gema shalawat menyambut kedatangan keduanya. Arfan menepikan mobilnya di depan sebuah rumah sederhana yang sudah nampak tua. Halaman depannya dihiasi tanaman hijau dan bunga beragam warna. Terlihat nampak asri.
Arfan menoleh ke samping dimana Nadia duduk dengan tenangnya. Ia melihat kedua mata wanita itu berbinar dengan senyum merekah di wajah cantiknya.
“Turun?” tanya Arfan tanpa mengalihkan perhatiannya dari sosok bidadari di sampingnya.
Nadia menatap Arfan masih dengan senyum merekah. Ia mengangguk penuh semangat dan langsung membuka pintu mobil saat dilihatnya suaminya yang turun lebih dulu.
Suasana panti asuhan tak jauh berbeda dengan hari-hari biasanya. Setiap pukul 8-10 pagi biasanya mereka habiskan dengan kegiatan membaca shalawat dengan sesekali diselingi kegiatan bermain dan kuis yang diadakan Bu Aisyah selaku pengurus panti.
Seperti saat ini. Saat Nadia dan Arfan masuk ke dalam gedung tersebut, riuh anak membaca shalawat dengan suara merdu langsung menyambut keduanya.
“Assalamu’alaikum!” Nadia mengucapkan salam dengan suara lantang.
Beberapa anak yang duduk lebih dekat dengannya menoleh ke belakang dan langsung berlarian ke arah Nadia saat dilihatnya sosok yang sudah dirindukannya selama ini berdiri dengan senyum yang selalu mendamaikan jiwa.
Nadia langsung saja berjongkok dan merentangkan kedua tangannya. Sontak saja berpuluh-puluh anak langsung berlarian memeluknya. Menubruk tubuh mungil itu hingga membuat Nadia kewalahan dan hampir saja terjatuh jika tidak ada sosok pria yang menahannya dari belakang.
Sosok itu adalah Arfan. Ia ikut berjongkok di belakang Nadia, memeluk istrinya dari belakang mencoba menahan agar tubuh itu tidak jatuh limbung ke tanah.
“Terimakasih.” Bisik Nadia pelan yang langsung dibalas gumaman oleh suaminya.
“Kak Nad? Kenapa baru datang?” tanya seorang gadis kecil yang paling depan memeluk tubuh Nadia.
Nadia tersenyum menimpali, kemudian dengan lembut ia usap puncak kepala gadis kecil itu yang terturup jilbab yang dikenakan olehnya.
“Kok salam kakak nya gak di jawab?”
Sontak dengan kompak semuanya menjawab salam dengan senyum penuh keceriaan.
Ah, Nadia selalu merasa mendapatkan suntikan energi positif jika ia sudah pergi ke tempat ini.
“Maaf ya, kakak baru sempat berkunjung lagi.” Ucapnya lembut.
Arfan yang melihat apa yang terjadi di depannya hanya bisa diam dan mengeratkan pelukannya di sekitar pinggang istrinya. Hatinya menghangat saat melihat senyum indah itu tak pernah surut dari wajah cantik istrinya.
Betapa beruntungnya Revan . Ucapnya bermonolog dengan dirinya sendiri.
Ia merasa tidak nyaman hanya dengan memikirkan bahwa wanita cantik dalam dekapannya ini masih menyimpan nama pria lain di dalam hatinya. Cintanya masih untuk pria lain. Meskipun pria yang memiliki keberuntungan itu adalah adiknya sendiri.
“Mas? Mas Arfan?”
Suara Nadia yang berbisik lembut di telinganya menyadarkannya kembali. Ia menatap Nadia dengan ekspresi datar yang di buat-buat. Efeknya Nadia langsung menundukkan kepala merasa tidak mampu terlalu lama bersitatap dengan suaminya itu.
“Ada apa Nadia?”
“I-itu, Nadia masuk dulu ke dalam ya. Mas mau berangkat sekarang?”
Arfan menatap ke sekeliling dan ruangan yang sebelumnya ramai dengan suara anak-anak yang membacakan sholawat sudah kosong menyisakan dua insan dengan posisi berdekatan dan si pria yang memeluk tubuh wanitanya erat.
“Yasudah.” Arfan berucap pelan dan dengan sangat tidak rela melepas pelukannya. “Nanti mas jemput.”
Nadia menganggukan kepala kemudian mencium punggung tangan suaminya penuh hormat. Sedangkan Arfan dengan sedikit ragu-ragu ia mengecup kening istrinya singkat lantas berbalik badan dan berjalan ke arah mobilnya.
***
Hujan turun deras malam ini. Angin berhembus secara perlahan menghantarkan rasa dingin yang begitu menusuk.
Nadia berdiri di dekat jendela menunggu kedatangan seseorang yang akan menjemputnya. Sudah lewat Isya dan suaminya itu tak juga datang.
Anak-anak panti sudah mulai terlelap, Bu Aisyah sedang berkeliling, mengecek anak-anak yang mungkin saja masih ada yang berkeliaran di luar dan belum masuk kamar.
Tinggalah dia seorang diri. Memeluk dirinya sendiri mencoba bersembunyi dari rasa dingin. Ditambah lagi perutnya terasa perih karena menahan rasa lapar sedari tadi.
Deru mesin mobil terdengar memasuki pekarangan rumah. Dengan segera Nadia membuka pintu dan berjalan ke teras rumah hingga bagian bawah gamisnya basah terkena percikan air hujan.
“Kenapa diam disini? Kamu tahu kan sekarang sedang hujan?” Arfan yang melihat Nadia tetap menyambutnya di luar meskipun sedang hujan deras langsung menyulut emosinya.
Nadia memicingkan kedua matanya dengan kepala menggeleng-geleng tak habis pikir dengan suami barunya ini.
“Assalamu’alaikum mas.” Ucap Nadia lembut namun sarat akan sindiran keras untuk suaminya itu.
“Wa’alaikumsalam.” Jawab Arfan ketus, “Udah selesai kan? Pulang sekarang?”
Nadia menganggukan kepala dan hendak melangkahkan kakinya menerobos hujan saat tiba-tiba saja tangannya di cekal kuat dan dengan kasar tubuhnya menabrak dada bidang suaminya.
“Mau cari sakit kamu?!” bentak Arfan tanpa sadar, “Ini hujan deras Nadia. Jangan bertindak bodoh!”
Nadia menundukkan kepala dalam, tubuhnya gemetar hebat, ia tak tahu harus merespon dengan cara apa. Bukankah tadi suaminya itu mengajak pulang? Lalu apa yang salah dengannya? Dia hanya akan berlari ke arah mobil, setidaknya hujan tidak akan terlalu mengguyur tubuhnya.
“Maaf.” Cicitnya pelan masih dengan kepala yang menunduk dalam.
Arfan mendengus kesal. Dengan gerakan kasar ia menepis tangan istrinya kemudian melepas blazer yang ia kenakan.
“Pakai ini!” Ucapnya tegas seraya menyerahkan blazer nya. “Lindungi kepalamu dengan itu.”
Dengan begitu Arfan melangkah lebih dulu meninggalkan Nadia seorang diri. Sedangkan Nadia diam mematung menatap blazer ditangannya dengan perasaan campur aduk.
Ditatapnya punggung suaminya yang berjalan menjauh. Nadia mendesah pelan, kemudian dengan perlahan mengangkat blazer berwarna hitam milik suaminya untuk ia kenakan di atas kepala. Dengan berlari-lari kecil, Nadia berjalan menyusul suaminya yang sudah duduk tenang di balik kemudi.
***
Assalamu'alaikum. Aku balik lagi. hehe. Jangan bosan-bosan ya. Vote dan comment jangan lupa. Dan semoga suka 💖🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Keikhlasan Hati
Duchowe#47 - Spiritual #65 - Spiritual #75 - Spiritual #100 - Spiritual *** Bagaimana jadinya jika pernikahan yang baru berjalan satu bulan kini kandas karena ditinggal suami untuk selama-lamanya? Lantas bagaimana jadinya jika akhirnya ia dinikahkan den...