Arfan mendesah pelan menatap layar laptop yang menampilkan satu paragraf kalimat sederhana berupa kalimat tanya yang ditunjukan kepadanya.
Kamu apa kabar?
Hanya itu, dan berhasil membuat Arfan merasa tertekan sejak satu jam setelah email itu masuk.
Arfan bersandar pada kursi kebesarannya. Memijat pangkal hidungnya berharap bisa menghilangkan pening yang menderanya.
Tak lama kemudian suara dering ponsel teedengar. Dengan malas Arfan melihat ponselnya dan langsung tersenyum saat nama Nadia tertera di layar ponselnya.
“Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam, umi. Ada apa? Tumben telpon?”
Hening sejenak. Tak ada balasan di sebrang sana. Hanya terdengar tarikan nafas milik Nadia sebelum suara lembut itu terdengar menyentuh pendengarannya sampai ke dalam hati.
“Abi kapan pulang?”
“Sebentar lagi. Ini, abi lagi siap-siap. Kenapa? Mau titip sesuatu?”
“Abi pulang dengan selamat, sehat walafiat.”
Arfan tak kuasa menahan tawanya. Ia dengan cepat mematikan laptop dan memasukan beberapa lembar kertas serta dokumen ke dalam tas kerjanya dan terakhir laptopnya.
“Ibu hamil tambah gemesin ya.” Kekeh Arfan pelan, “gak mau titip sesuatu? Biasanya kan kalau hamil muda suka banyak permintaannya.”
“Abi pulangnya cepet gak pake lama. Umi cuman minta Abi aja gak ada yang lain. Umi juga sudah siapkan makan malam buat Abi.”
“Iya, umi sayang. Abi pulang sekarang. Kalau gitu Abi tutup ya telponnya. Sampai ketemu di rumah.” Ucapnya yang diakhiri kekehan geli keduanya.
“iya, Abi. Hati-hati, jangan ngebut bawa mobilnya. Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam.”
Arfan tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang rapih. Dengan cepat ia berjalan ke arah lift dengan perasaan hangat yang melingkupi hatinya.
Rasanya ia sudah tidak sabar. Ia ingin segera sampai ke rumah, memeluk tubuh istrinya dengan erat mencurahkan rasa bahagia yang kini tengah ia rasakan.
***
Bulan Ramadhan telah tiba. Semua umat muslim di seluruh dunia menyambut penuh suka cita. Gema shalawat dan takbir saling berkumandang. Anak-anak berlarian saling mengejar kawan-kawannya, berlomba siapa yang lebih dulu sampai ke masjid tempat dimana mereka akan menunaikan ibadah shalat isya di lanjut shalat tarawih berjama'ah.
Nadia tersenyum melihat pemandangan indah yang amat dirindukannya ini. Bulan Ramadhan baginya selalu memberikan kesan sempurna. Haru, bahagia, semua berpadu dalam satu rasa yang sama.
Kini, ada sosok Arfan di sampingnya yang menemaninya. Akan ada sosok pria yang menerima sahur dan berbuka. Bukan lagi sosok umi dan Abi. Melainkan sosok pria yang baru saja merubah statusnya sebagai calon Abi siaga yang sayang umi katanya.
Nadia senyum-senyum sendiri mendengarnya. Betapa Arfan bisa berubah begitu pesatnya hanya karena kehadiran calon buah hati keduanya.
“Abi masuk duluan ya umi. Nanti kalau umi lebih dulu keluar tunggu abinya disini saja.” Ucap Arfan setelah menginjakan kaki di depan pintu masjid yang didalamnya sudha terisi penuh oleh para jama'ah.
“Iya Abi.”
Arfan lantas masuk dan mulai berbuah dengan para jamaah laki-laki. Sedangkan Nadia masih berdiri di ambang pintu mencari lahan kosong. Sedikit kesulitan karena memang hampir semua tempat sudah terisi oleh para ibu-ibu, gadis-gadis remaja, maupun anak-anak yang turut serta bersama orang tuanya ke masjid.
“Assalamu’alaikum, nak.”
Nadia menoleh ke samping dan langsung melemparkan senyum manis ke arah wanita paruh baya yang baru saja menyapanya.
“Wa’alaikumsalam, Bu.”
“Masih cari tempat untuk shalat?”
“Iya, Bu. Sulit cari tempat yang kosong, sudah penuh.”
Ibu itu tersenyum tipis kemudian meminta Nadia untuk mengikutinya dari belakang. Nadia menurut saja, ia mengikuti langkah pelan ibu di depannya dengan sesekali menganggukan kepala saat mihat tetangga nya yang menyapanya lebih dulu.
Ini itu berhenti tepat di barisan ke tiga di ujung dekat jendela. Ada dua tempat yang masih kosong. Dia langsung duduk di salah satunya dan meminta Nadia untuk duduk di sebelahnya.
“Ini bisa di bilang tempat saya saat menunaikan ibadah shalat 5 waktu. Biasanya tempat yang kamu tempati sekarang itu tempat cucu saya. Karena cucu saya belum pulang jadi tempat ini bisa kamu pakai untuk shalat.”
“Terimakasih Bu. Memangnya ibu selalu menunaikan shalat lima waktu di masjid?”
“Kalau sempat biasanya saya tunaikan shalat di masjid. Lagi pula rumah saya dekat. Kamu warga baru disini? Saya belum pernah lihat sebelumnya?”
Nadia tersenyum memaklumi, memang selama ini dia lebih sering menghabiskan waktu di dalam rumah. Jarang sekali berbaur dengan masyarakat sekitar rumahnya. Jadi wajar saja apabila warga sekitar tidak mengenalinya.
“Perkenalkan Bu, nama saya Nadia. Saya memang baru pindah sekitar 2 bulan lalu.”
“Pantas saja. Kalau nama ibu, Amira. Warga sini biasanya panggil ibu dengan nama Ira.”
“Ibu Ira.” Ucap Nadia pelan mencoba mengingat nama ibu baik hati yang sudah membantunya itu.
Keduanya lantas diam sampai adzan berkumandang. Setelahnya Nadia hanyut dalam kekhusyuannya menghadap sang Ilahi. Mengucap do'a, syukur, atas segala nikmat yang telah Allah berikan kepadanya.
Khususnya ia bersyukur, Ramadhan tahun ini penuh berkah. Selain karena dihadirkannya suami yang baik hati, juga kehadiran calon buah hati diantara keduanya lah yang menambah kebahagiaan dalam menyambut Ramadhan berkali-kali lipat.
Allah maha Pengasih lagi maha Penyayang. Terimakasih atas segala nikmat Mu. Terimakasih atas segala karuniaMu. Semoga aku dan abinya si kecil bisa menjaga amanah Mu dengan baik dan menuntunnya menjadi pribadi yang Sholeh Sholehah yang senantiasa taat beridah kepadaMu
***
Menu sahur pertama yang disajikan istri tercinta adalah soto ayam, ditambah sambal tomat, dan tempe serta tahu goreng. Sederhana namun Arfan tetap menikmatinya dengan rasa bahagia.
Keduanya makan sahur dalam diam. Menikmati suap demi suap dengan syukur yang tak pernah terlepas dipanjatkan kepadaNya. Sedangkan di luar sana suara riuh anak-anak berkeliling dari satu komplek ke komplek yang lain membangunkan orang-orang agar senantiasa menyegerakan melaksanakan Sahur sebelum waktu imsak tiba.
Hidangan penutup Nadia menghidangkan buah-buahan segar, kurma, mangga, jeruk, apel, pear, tersedia di atas meja. Arfan dengan sigap mengupas mangga muda sesuai keinginan istrinya. Sedangkan dirinya hanya menghabiskan Liam buah kurma selebihnya memilih menikmati pemandangan indah dimana istrinya makan dengan lahap mangga muda yang rasanya sangat asam.
“Gak asem umi?” tanya Arfan merasa ngilu sendiri melihat Nadia dengan lahapnya menyantap mangga muda.
“Enggak lah bi. Enak gini. Mau coba?”
“Gak, terimakasih!” tolaknya dengan tegas mengundang gelak tawa Nadia.
Arfan tak bisa menahan diri lebih lama lagi untuk tidak ikut tertawa. Pada akhirnya keduanya hanya mampu saling menertawai suatu hal sederhana.
Sederhana yang begitu menyentuh hati. Arfan menyadari satu hal bahwa inilah sumber kehidupannya. Kebahagiaannya. Tidak ada lagi yang ia ragukan, tak ada lagi yang ia butuhkan, selain melihat senyum dan mendengar tawa dari orang-orang terkasihnya.
***
Assalamu'alaikum, detik detik waktunya berbuka puasa. Gak kerasa kita sudah di akhir Ramadhan saja. ♥ Jangan lupa tinggalkan jejak ♥♥
KAMU SEDANG MEMBACA
Keikhlasan Hati
Espiritual#47 - Spiritual #65 - Spiritual #75 - Spiritual #100 - Spiritual *** Bagaimana jadinya jika pernikahan yang baru berjalan satu bulan kini kandas karena ditinggal suami untuk selama-lamanya? Lantas bagaimana jadinya jika akhirnya ia dinikahkan den...