❥ sieben

721 153 9
                                    


Sore itu mama memaksa Irene untuk menemaninya berbelanja keperluan bulanan. Irene sudah menolak habis-habisan dengan mengemukakan berbagai alasan. Ia sakit perut, datang bulan, tidak enak badan, banyak pr, apapun, namun tetap saja mama memaksanya ikut. Dengan wajah ditekuk dua belas bak seorang tawanan perang di kirim ke tiang gantungan, Irene akhirnya mengikuti langkah mama.

"Aduh, cepetan dong Rene,ntar keburu malam," desak mama saat melihat Irene  berjalan ogah-ogahan.

"Aduh, nih anak perempuan, biasa paling lincah kaya bajing lompat, kok jadi lelet begini sih," mama menarik tangan Irene, "Muka juga jangan ditekuk gitu, ntar gak ada cowok yang mau sama kamu," cerocos mama lagi.

Setelah menempuh perjalanan yag cukup membuat kuping panas dingin, karena sepanjang perjalanan mama tidak henti-hentinya mengoceh membuat kepala Irene mumet, akhirnya mereka sampai di Mall. Sepanjang jalan pun mama terus berceloteh. Mengomentari bagaimana sikap Irene, caranya berpakaian yang menurut mama sangat tidak fashionabel, terlebih saat ini, Irene hanya mengenakan celana jins belelnya yang sudah robek dibagian lutut, kaos yang dipadankan dengan kemeja peach kotak-kotak dan sepatu ketsnya.

Apalagi saat mama melihat tatanan rambut Irene yang .....eugh..... mama rasanya ingin memotong pendek rambut anak semata wayangnya itu. Jika bukan karena rambutnya yang bagus dan satu-satunya identitas yang menegaskan bahwa Irene seorang perempuan, bukan makhluk setengah-setengah, mama pasti sudah memotongnya. Irene memiliki rambut coklat panjang yang indah, namun ia lebih suka menguncir rambutnya sembarangan atau menggelungnya menjadi sanggul berantakan.

"Pokoknya nanti kita harus ke salon," perintah mama padanya.

"Apa? Kita? Gak deh, Mama aja," balas Irene dengan enggan.

Dan belum lagi tiba di bagian perlengkapan rumah tangga, mama segera menarik Irene masuk ke salon yang mereka lewati. 

"Gak mau," tolak Irene sambil berusaha melepaskan diri dari cengkeraman mamanya.

"Ayo Rene..." paksa mama tidak mau kalah.

"Pokoknya Irene gak mau,"

Terjadilah pergulataan tarik menarik antar ibu dan anak itu hingga menjadi tontonan para pengunjung Mall. Pegawai salon yang melihat ulah ibu dan anak itupun segera keluar untuk mengetahui apa yang terjadi.

"Ada apa sih, Ma'am," tanya pegawai salon yang seorang waria. Mama Irene tidak mau menyia-nyiakan kesempatan akan bala bantuan yang datang. Dengan segera mama meminta pegawai salon itu untuk menarik paksa Irene, "Bantu saya bawa masuk anak ini,"

"Oke Ma'am..." teriak sang waria dengan senang hati.

 Ireneyang di dekati makhluk seperti itu pun merasa geli. Melihat dirinya akan di pegang-pegang oleh waria yang ada dihadapannya, Irene menyerah kalah, "Ok..ok.. gak usah minta bantuan dia, Irene nyerah..." balas Irene sambil mengangkat kedua tangan ke atas kepala, "Irene masuk," ucapnya lagi sambil mengisyaratkan telunjuknya bahwa ia akan masuk ke dalam. Mama tersenyum puas.

Di dalam salon, Irene dipermak habis-habisan. Rambutnya di creambath dan ditata dengan rapi, wajahnya pun dibersihkan dengan berbagai treatment. Namun ia tidak ingin setitik make up pun dipoles di wajahnya. Selesai dengan segala perawatan, mama tersenyum senang melihat anak gadisnya kelihatan lebih bersih.

"Mama puas?" tanya Irene dengan wajah cemberut saat mereka keluar dari salon. Mama hanya tersenyum menanggapi.

"Tapi ada yang kurang," ucap mama kemudian.

"Apa lagi?" tanya Irene sebal. Mamapun melirikkan matanya ke sebuah toko pakaian wanita membuat Irene mengerang semakin sebal, "Oh..No!"

"Sekarang anak mama baru kelihatan cantik," puji mama saat mereka keluar dari toko dan menuju pusat perbelanjaan kebutuhan rumah tangga. Irene semakin menekuk wajahnya menjadi dua kali lipat kesalnya. Ia memperhatikan dirinya yang mengenakan kaos berbahan Chiffon berwarna pink lembut, dan rok dengan warna senada. Membuat Irene tidak henti-hentinya menggerutu akan penampilannya.

Poco A Poco「osh ; bjh」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang