Irene memperhatikan kue-kue yang terlihat lezat di lemari kaca toko yang mereka kunjungi. Ia bingung akan mengambil yang mana. Sementara ketiga temannya telah duduk dengan cemilan masing-masing.
"Rene, cepetan dong, lama amat mikirnya?" tanya Egi dari tempat duduk yang mereka pilih di sudut ruangan.
"Bentar dong, bingung nih. Abis, kelihatannya enak semua," balas Irene sambil meletakkan beberapa potong kue ke dalam nampan yang ia pegang.
"Pantas tenaga kamu seperti kuli, makannya sebanyak itu," celetuk sebuah suara yang tak asing di telinga Irene. Tanpa ia sadari sejak tadi Sehun sudah berdiri di belakang nya. Dan saat ini posisi mereka benar-benar membuat Irene canggung setengah mati. Sehun memang berdiri di belakangnya namun posisi pipi kiri Sehun tepat bersisian dengan pipi kanan Irene hingga membuat gadis itu kikuk. Irene pun menarik tubuhnya menjauh dan menghadap Sehun dengan tatapan galak.
"Biarin makan saya banyak, yang pasti saya gak minta dibayarin kan?" balas Irene sewot,
"Lagian ngapain di sini?" sambungnya.
"Ini tempat umum Irene,"
Saat mereka tengah berdebat, Jennie muncul untuk melihat apa yang menghalangi Irene sehingga ia begitu lama.
"Rene, lama bang---" Jennie bersiap menyemprotnya namun saat melihat Sehun, sikapnya berubah.
"Eh Pak Sehun," sapa Jennie manis, Irene cuma menggeleng sebal melihat tingkah sahabatnya yang biasanya sradak sruduk seperti dirinya, tiba-tiba berubah menjadi cewek manis di depan Sehun. Memang benar-benar, pikir Irene, cowok bisa bikin karakter cewek jungkir balik. Dari yang serampangan seperti preman pasar, menjadi semanis Princess Disney. Irene rasanya mau muntah setiap kali melihat ada cewek yang menutupi dirinya yang sebenarnya hanya agar dipandang baik. Klise! Ia tidak akan mau menjadi cewek boneka seperti itu. Dan kali ini ingin rasanya ia menyeret Jennie terus mencemplungkan gadis itu ke got karena bertingkah seperti itu.
"Halo, Jennie. Kalian pada ngumpul?" tanya Sehun ramah.
"Iya Pak. Bapak mau ikut gabung?" tawar Jennie membuat Irene mendelik sewot padanya namun tidak diperdulikannya. Apa-apaan tuh cewek sableng? maki Irene dalam hati.
"Boleh," Sehun menerima tanpa ragu, dan Irene pasrah moodnya harus rusak gara-gara guru olahraganya itu.
***
Untuk mata pelajaran olahraga kali ini Sehun tidak membawa murid-muridnya keluar kelas. Ia akan memberi pelajaran materi tulisan. Anak-anak perempuan melakukan protes kecil, karena mereka tidak bisa berdekatan dengan guru tampan itu. Namun Irene sangat bersyukur karena itu berarti ia akan terbebas dari kezaliman Sehun.
"Alhamdulillah.. bagus deh," ucap Irene sambil menengadahkan tangannya ke atas seperti orang berdoa. Sehun yang melirik ke arah Irene merasa geli dengan sikapnya itu.
"Jangan kira kamu akan lepas semudah itu dari saya," ucap Sehun merencanakan ide di kepalanya untuk membuat gadis itu kesal. Sehari saja ia tidak melihat wajah dongkol Irene atau wajah cemberutnya karena ulah nya, membuat dunia Sehun serasa tidak hidup.
"Irene..." panggil Sehun saat gadis itu tengah menulis tugas yang diberikan nya tadi.
"Hah? Saya?" Irene meletakkan telunjuk di depan hidungnya sebagai isyarat. Dari kursinya Sehun mengangguk sambil melambaikan tangan memanggil Irene. Mau tidak mau ia berjalan menghadap Sehun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poco A Poco「osh ; bjh」
FanfictionCinta bisa datang darimana saja. Bahkan dari sebuah kaleng soda yang menyebabkan petaka. Itulah yang dialami Sehun, fotografer freelance yang tiba-tiba memutuskan menjadi guru magang hanya demi mengejar cinta seorang gadis SMA bernama Irene Adelia A...