Apa yang Irene takutkan akhirnya menjadi kenyataan. Di minggu kedua, Sehun memulai aksi balas dendamnya. Materi pelajaran yang diajarkan Sehun adalah bola basket. Ia menggiring semua muridnya ke lapangan basket di tengah hari yang cukup terik itu. Jika biasanya para siswi akan melancarkan aksi protes, namun kali ini mereka dengan senang hati keluar ke tengah lapangan. Tentu saja hal itu membuat para siswa geleng-geleng kepala.
"Dasar cewek, pantang lihat cowok cakep," cibir Felix, sang ketua kelas. Seluruh anak laki-laki memperhatikan bagaimana anak-anak perempuan begitu tergila-gila dan selalu ingin menempel pada Sehun. Tentu saja Irene adalah pengecualian. Ia hanya mendengus kesal sambil berjalan menuju barisan.
"Baiklah, hari ini kita akan mempelajari teknik permainan bola basket. Saya akan mengajari kalian bagaimana cara yang benar melempar bola ke keranjang," jelas Sehun sambil mengambil sebuah bola di troley yang penuh dengan bola basket dan melemparkannya tepat ke sasaran. Semua anak berdecak kagum melihat aksi Sehun, kecuali Irene. Ia memutar bola matanya pertanda jengkel, "Dasar tukang pamer," cibir Irene pelan.
"Oh ya, dan saya ingin minta satu orang untuk jadi sukarelawan mengumpulkan bola-bola yang di lemparkan temannya," tambah Sehun sambil tersenyum manis penuh arti ke arah Irene, membuat gadis itu membelalak kaget, "Irene....... please.."
What!?! Apa-apaan itu guru, kenapa gue? Pikir Irene terkejut. Begitu nama Irene disebut semua anak memandang padanya.
"Kenapa saya?" tanya Irene kesal.
"Ini suatu kehormatan Irene, kamu membantu teman-teman kamu," balas Sehun dengan tatapan tajam yang mengisyaratkan ia tidak ingin dibantah.
Dengan pasrah tiada daya Irene mengikuti perintah Sehun. Benar-benar manusia kejam, maki Irene dalam hati. Bisa-bisanya dia memerintahkan Irene menjadi pengumpul bola di tengah terik matahari seperti ini. Berkali-kali Irene memperhatikan Sehun yang begitu senang mengajari murid-murid perempuan sementara ia harus berlari kesana-kemari mengejar bola yang berhamburan di seantero lapangan. Berkali-kali juga Irene berniat melemparkan bola basket ke kepala Sehun, namun tentu saja itu hanya keinginannya. Kenyataannya ia harus pasrah dengan nasibnya.
"SEMANGAT IRENE!!!" teriak Sehun dari seberang lapangan saat mereka tengah beristirahat sementara Irene masih harus mengumpulkan bolanya.
"Dasar Monster...." gumam Irene sambil melemparkan tatapan mautnya pada Sehun membuat Sehun yang melihatnya, tertawa.
🍎🍎🍎
Minggu berikutnya tak kalah ganas. Kali ini Sehun meminta Irene menjadi objek penderita untuk mata pelajaran Atletik. Berkali-kali Irene diminta berlari bolak-balik dari satu garis ke garis yang lain. Memintanya mengulang lagi untuk memastikan para murid tahu bagaimana start yang harus digunakan. Irene benar-benar dongkol setengah mati.
Seandainya mereka tidak berada di sekolah, mungkin ia sudah melayangkan jurus cakar mautnya ke wajah Sehun yang, ehm.. oke, Irene mengakui kalau guru olahraga nya itu memang tampan, super malah. Tapi tetap saja ketampanan Sehun tidak bisa menghapus nilai minus dari sikapnya yang sengaja dibuat menjengkelkan untuk Irene.
"Lu baik-baik aja kan Rene?" tanya Jessica sambil menyerahkan sebotol air mineral pada Irene.
"Apa? Lu tanya apa gue baik-baik aja? Halloooo.. Debora Jessica Kolibu, buka mata sipit lu selebar-lebarnya, gue sekarat Jess, sekarat........." balas Irene dengan gaya drama Quennya membuat Jennie dan Egi yang duduk di samping Irene tersenyum geli.
"Mending gue lompat ke kolam deh daripada di suruh lari bolak-balik kaya tadi. Gak lihat apa, kalo keringat gue dikumpulin, bisa buat nyiram satu hektar sawah kali.." sambung Irene dengan suara menggebu-gebu. "Eh, jangan ke kolam deh, mati dong gue. Gue kan gak bisa berenang," ralat Irene membuat tawa ketiga sahabatnya seketika meledak.
"Dasar Nenek pikun lu.." ledek Jessica sambil melempar handuk yang ia pakai untuk mengelap keringatnya ke wajah Irene, membuat Irene terpekik, "Jessicaaaa... handuk lu bau asem........." dan dimulailah aksi kejar-kejaran antara Irene dan Jessica hingga membuat anak-anak pada tertawa. Itulah Irene, ia selalu apa adanya. Tidak pernah berusaha untuk mengubah dirinya menjadi sosok yang lain hanya untuk diterima orang-orang. Dan ia bangga dengan keanehan dan sifatnya yang memang terkadang agak tidak terkendali.
🍎🍎🍎
Alunan musik jazz yang ringan terdengar memenuhi ruangan kafe bergaya modern itu. Di sudut ruangan tampak Sehun tengah menikmati minumannya sambil menunggu kedatangan teman-temannya. Sudah lama ia tidak berkumpul bersama teman-temannya.
Sejak sibuk mengejar-ngejar anak SMA bernama Irene Adelia Aya, Sehun memang banyak menghabiskan waktunya memikirkan cara untuk membuat Irene jengkel dan tertarik padanya. Namun sejauh ini yang lebih mendominasi adalah rasa jengkel Irene dibandingkan dengan rasa tertariknya. Hal itu tentu saja mengusik Sehun. Ia yang dikenal sebagai penakluk hati wanita, masa tidak bisa menaklukkan gadis ABG super aneh itu? Karena itu Sehun mati-matian berusaha untuk membuat gadis itu tertarik padanya. Gila memang, tapi Sehun suka.
"Hei.... Mr. Busy.. apa kabar?" sapa Kaesang menepuk pundak Sehun begitu tiba di kafe, kedatangan Kaisang disusul beberapa temannya yang lain.
"Hei, aku baik. Kalian apa kabar?" Sehun balik bertanya sambil tersenyum senang melihat kedatangan teman-temannya.
"Great.. udah lama kita gak hang out bareng begini.." balas Kaesang.
"Sekarang lagi sibuk apa Hun?" tanya Krystal, wanita yang satu-satunya ikut nongkrong bersama mereka.
"Nothing, just enjoy my life ..."
Krystal mendengkus pelan setelah mendengar jawaban Sehun. Pasalnya setiap ditanya tentang kesibukkannya, Sehun selalu menjawab kalimat tersebut.
"Eh Hun, perusahaanku dapat proyek baru nih, aku mau kamu yang jadi fotografer buat proyek ini gimana?" pinta Kaesang membuat Sehun berpikir sejenak.
Sebelum menjadi guru magang, Sehun memang berprofesi sebagai fotografer freelance. Ia kuliah di bidang Ekonomi, namun passionnya adalah fotografi. Sejak SMP Sehun memang senang dengan fotografi. Bahkan karena kemampuannya yang memang sudah diakui oleh banyak orang, bahkan oleh para fotografer yang sudah punya nama besar, Sehun kerap mendapat tawaran untuk menangani berbagai proyek ataupun event besar. Meski dilahirkan di keluarga bisnis, namun keluarga Sehun tidak pernah menentang kecintaannya pada fotografi. Karena mereka juga tahu tidak ada gunanya berdebat dengan pemberontak seperti Sehun.
"Hmm... aku pikir-pikir dulu deh," balas Sehun, setelah mempertimbangkan sejenak. Bukan karena ia tidak tertarik, apalagi ini adalah proyek sahabatnya, Kaesang. Namun ada proyek yang lebih besar yang harus ditangani Sehun saat ini. Apalagi kalau bukan proyek menaklukkan si keras kepala Irene.
"Ok, deh. Tapi jangan kelamaan. Aku mau proyek ini kamu yang tangani," pinta Kaesang sungguh-sungguh. Sehun pun mengangguk setuju.
Setelahnya, mereka habiskan malam itu dengan bercerita panjang lebar. Bahkan mengenang masa-masa sekolah dan kenakalan yang pernah mereka lakukan.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Poco A Poco「osh ; bjh」
Fiksi PenggemarCinta bisa datang darimana saja. Bahkan dari sebuah kaleng soda yang menyebabkan petaka. Itulah yang dialami Sehun, fotografer freelance yang tiba-tiba memutuskan menjadi guru magang hanya demi mengejar cinta seorang gadis SMA bernama Irene Adelia A...