"Apa sih bang, malu-maluin aja tadi!" gerutu Sila sembari melipat tangannya di depan dada tak lupa bibir yang sudah mengerucut kesal.
Ibra melirik adiknya itu yang duduk di sampingnya, sedangkan Ema duduk di jok belakang.
"Apanya?" tanya Ibra seolah-olah dari tadi dia tak pernah melakukan kesalahan apapun.
"Itu tadi bilang kandidat calon mantu!" Sila mengusap kasar wajahnya, seolah frustasi, malu mau ditaruh mana mukanya nanti.
Ibra ber'oh' ria saja, membuat Sila semakin bertambah kesal. Bukannya minta maaf tapi malah tak peduli, emang dasar lelaki ya enggak peka.
"Kok malah oh doang sih!" kata Sila dengan kesalnya.
"Lah terus abang harus gimana? Kita enggak tau kehendak Allah kan. Dan juga jangan mendahului kehendak Allah. Iya kan Ma?" Ibra melirik Ema menggunakan kaca spion yang mengarah ke arah jok belakang. Ema sempat terkejut kalau namanya ikut terbawa. Dia gelagapan lalu mengangguk.
"Iya, bener tuh kata bang Ibra." sahut Ema. "Semua kan kandidat calon mantu, karena jodoh kan mana tau kecuali Allah." lanjutnya.
Sila memutar setengah tubuhnya menghadap ke Ema, "Kamu kok belain abang sih Ma, kamu kan temen aku."
"Kan aku membela kebenaran." Ema tertawa kecil sedangkan Sila kembali menghadap depan dengan perasaan kesal.
Karena perasaan kesal yang bercokol di hatinya sepanjang perjalanan Sila memilih diam dan memejamkan matanya. Mungkin dengan itu dia bisa tertidur sejenak melepaskan penat karena seharian berkutat dengan kegiatan sekolah yang makin hari makin bertambah berat.
Sebuah tepukan di pipi membuat Sila menggeliat dalam duduknya. Benar, dia ketiduran selama perjalan pulang tadi, sampai ia tak sadar bahwa mereka sudah sampai rumah.
"Bangun, dek!" Ibra menepuk-nepuk pelan pipi Sila hingga Sila tersadar sepenuhnya.
Sila menguap lebar, "udah sampai?" tanyanya.
Tanpa menjawab pertanyaan Sila, Ibra keluar dari mobilnya dan meninggalkan Sila di dalamnya.
"Aishh ditanya malah ditinggal." Sila pun ikut keluar dan berjalan mengekor di belakang Ibra lalu masuk ke dalam rumah.
"Assalamualaikum!" seru mereka berdua saat memasuki rumah. Rumah nampak sepi. Mungkin pada sibuk dengan kegiatannya.
Ibra menoleh ke arah Sila yang mengekor di belakangnya, "Sholat bareng abang yuk dek."
Sila hanya berdehem menjawab ajakan Ibra.
"Abang tunggu di ruang sholat ya. Cepetan!" lagi-lagi Sila hanya berdehem dan melenggang pergi masuk ke dalam kamarnya meletakkan tasnya dan melepas sepatu lalu memgambil ait wudhu. Kemudian ia menuju ruang sholat yang memang biasanya dipakai untuk sholat berjamaan keluarga.
.
.
.
.
."Bun tau enggak tadi abang ketemu Saka waktu jemput adek." kata Ibra yang duduk di kursi yang tak jauh dari dapur, sedangakan Bunda dan Adiknya Sila sedang memasak.
Putri langsung memutar badannya dan memasang wajah berbinar, "Serius kamu bang!"
"Duarius Bun, ternyata Saka itu temen main futsal aku di komplek." kata Ibra membuat Sila geram dengan abangnya.
"Wah jodoh ini," seru Putri tiba-tiba membuat Sila kembali kesal.
"Jangan mendahului kehendak Allah Bun, Jodoh, rezeki dan kematian udah Allah yang ngatur," sahut Sila mencoba membela diri.
Putri menoleh ke anak perempuannya, "Bunda cuma bercanda, kenapa kamu kesel gitu sih."
"Iya Bun, adik baperan mulu dari tadi," kata Ibra menimpali.
"Udah ah, Sila mau ke kamar." Sila pergi meninggalkan Ibra dan Putri menuju kamarnya. Sepeninggalnya Sila, Ibra dan Putri saling lirik melihat tingkah Sila. Lalu kemudian mereka tertawa. Anak remajanya gitu, baperan orangnya.
.
.
.
.Tak terasa hari demi hari terlewati. Dan tepat besok dimana acara baksos akan dilaksanakan. Lalu hari ini murid-murid relawan untuk baksos tengah sibuk mendaftar barang-barang yang akan mereka sumbangkan besok. Mulai dari pakaian bekas yang masih layak dipakai yang sengaja dikumpulkan siswa-siswa di hari-hari sebelumnya. Atau yang menyumbang uang akan dibelikan oleh panitia beras, gula dan sebagainya. Dan juga ada yang menyumbangkan buku-buku yang mungkin bermanfaat.
Sila tengah duduk dengan beberapa relawan yang sedang memisahkan baju-baju sesuai dengan kisaran umur. Karena baju-baju sumbangan masih di campur oleh si penyumbang jadi mereka harus memisahkan baju sesuai umur agar bisa lebih mudah membagi baju sesuai umur.
Tak sendiri, Sila dibantu dengan Iha memisahkan baju-baju. Hari sudah mulai sore adzan Ashar pun sudah mulai berkumandang. Panggilan Allah telah berseru dan hendaknya muslim segera mendekatkan dirinya kepada sang Pencipta.
"YANG MUSLIM DIHARAPKAN SEGERA MENGAMBIL AIR WUDHU UNTUK SHOLAT ASHAR TERLEBIH DAHULU!" seruan menggunakan toa dari Rega membuat beberapa murid langsung berdiri dari duduknya. Begitupun dengan Sila dan Iha.
"Ayo Sil!" Sila dan Iha berjalan mengambil mukena yang berada di tas mereka sebelum beranjak ke mushola sekolah.
Namun tiba-tiba saat hendak berjalan ke mushola, Sila dan Iha menghentikan langkahnya saat dua orang murid yang membawa sebuah kardus yang berisi baju-baju jatuh karena penutup bawah kardus terbuka karenaa beban yang terlalu banyak.
"Astagfirullah!" seru Sila dan Iha bersamaan. Dengan cepet mereka menghampiri dua orang cowok tersebut untuk membantu.
"Lo sih, kan udah dibilang bawanya dikit-dikit aja!" kata salah satu cowok tersebut.
"Lah kan gue juga gak tau kalo gini jadinya." kata temenanya itu menimpali.
"Udah deh, mending salah satu diantara kalian ambil kardus lagi. Kalau kalian debat terus kayak gitu enggak bakal selesai ini " kata Iha sambil berkacak pinggang.
"Yaudah gue ambilin dulu." kataa cowok berkacamata itu lalu pergi mengambil kardus untuk memidahkan baju-baju yang berserakan.
Sila, Iha dan dan salah satu cowok tersebut mengumpulkan baju-baju yang berserakan tersebut. Namun tiba-tiba seseorang datang.
"Ada apa ini?" ketiga orang tersebut menoleh ke arah suara, dan berdirilah seorang Rega dengan toa yang masih dalam genggamannya.
"Sisi kardus bawah jebol Re," kata Iha sebelum yang lain menjawab.
Rega pun ikut berjongkok membantu mengumpulkan baju-baju tersebut. Tak lama kemudian cowok berkacamata yang memgambil kardus baru tersebut pun datang lalu tak waktu lama baju-baju tersebut sudah masuk ke dalam kardus baru.
"Kalau bawa lebih hati-hati ya bro." kata Rega kepada kedua cowok tersebut.
"Siap bro, gue bawa ke sana dulu." kata cowok berkacamata.
"Oke." balas Rega kemudian mereka berdua pergi meninggalkan Rega bersama Sila dan Iha.
"Kalian mau sholat?" tanya Rega kepada Sila dan Iha.
"Gak liat aku bawa apa?" Iha mengangkat mukenanya tepat di hadapan Rega membuat Rega terkekeh. Sila pun juga ikut terkekeh.
"Yaudah sholat bareng aku aja, aku juga belum sholat." kata Rega.
"Kamu jadi imam ya!" seru Iha.
"Beres!" kata Rega mengacungkan jempolnya dan tersenyum lebar.
Senyum itu, senyum yang sederhana namun mampu menggetarkan hati Sila. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Darahnya berdesir hebat. Ia pun memegang dadanya dan merasakan detak jantungnya. Apakah ini yang namanya jatuh cinta Ya Rabb?
LANJUT ENGGAK? YANG MAU LANJUT KOMEN!
KAMU SEDANG MEMBACA
Memintamu Dalam Doa
Teen FictionMemintamu dalam doa adalah cara terbaikku untuk berusaha. Menjadikanmu yang belum halal untukku menjadi halal setelah kuucapkan qobiltu. Memintamu dalam doa adalah cara sederhana walau efeknya begitu luar biasa. Kusebut namamu di setiap malam mengud...